Semua Bab Bukan Pernikahan Biasa : Bab 41 - Bab 50
158 Bab
Part 41 Di Sebuah Pesta
"Aku nggak bercanda. Kenalkan ini istriku, namanya Senja." Sabda memperkenalkan Senja pada temannya. Namun dia tidak membiarkan teman lelakinya menjabat tangan sang istri.Senja tersenyum pada laki-laki yang berada di depannya dan sedang menatapnya heran. Benar kata Sabda, malam ini adalah awal dari cerita baru. Dia akan berhadapan dengan banyak orang dengan penilaian mereka masing-masing."Kapan kalian menikah? Kenapa nggak ngundang teman-teman?""Kami belum ngadain resepsi.""Oh ... jangan lupa nanti undang kami."Sabda tersenyum. Dari satu orang yang diberitahu oleh Sabda akhirnya tertular pada rekan-rekan yang lain. Makanya Sabda dan Senja jadi pusat perhatian mereka.Salah seorang teman memberitahu Bela tentang kehadiran Sabda. Gadis itu memandang ke arah pria yang berdiri tidak jauh darinya. Netranya menatap tajam tak berkedip, terlebih ketika melihat tangan Senja melingkar di lengan pria itu.Bela berdiri dan menghampiri Sabda. Pria itu mengulurkan tangan untuk menyalami, tapi
Baca selengkapnya
Part 42
Baru saja Sabda merebahkan diri di kasur, ponselnya berdering. Mamanya sedang menelepon. Belum sempat bilang halo, sang mama sudah marah-marah dengan lantangnya. Tentu saja mengenai pertemuannya dengan Bela dan kejadian di acara tunangannya Pangky tadi. "Kenapa kamu bawa perempuan itu ke acara temanmu? Mengenalkanmu pada mereka kalau perempuan itu istrimu.""Apa itu salah, Ma? Aku membawa Senja ke acara orang lain, bukan di acara keluarga kita. Mama hanya tidak mengizinkan aku membawa Senja ke acara-acara keluarga besar kita saja, kan?""Tapi kamu sudah mempermalukan Bela?""Mempermalukan bagaimana? Dia sendiri yang bilang pada teman-temannya kalau akan bertunangan denganku. Sementara aku dan dia sudah nggak ada hubungan apa-apa sudah lama. Aku juga sudah bilang dari awal kalau menolak rencana mama itu. Kenapa mama tetap melanjutkan? Bahkan Mama juga melarangku menemui Pak Pras untuk membatalkan pertunangan itu. Ma, kenapa malah getol membela Bela, yang anak mama itu aku bukan?"Bu A
Baca selengkapnya
Part 43 Luka Dua Jiwa
Sabda melihat jam di pergelangan tangannya. Pukul dua. Masih ada waktu dua jam lagi untuk bertemu Arga. Hari ini Senja juga terakhir kerja. Dia tidak mungkin mengajak Senja untuk menemui Arga. Diambilnya ponsel dari dasbor dan mencoba menghubungi istrinya. Semoga saja Senja bisa menerima teleponnya. Dua kali deringan, akhirnya panggilannya di jawab."Halo, Assalamu'alaikum Mas.""Wa'alaikumsalam. Lagi sibuk?""Baru saja nyelesain pekerjaan. Mas, di mana ini?" Bunyi musik yang terdengar lirih, membuatnya berpikir kalau suaminya sedang ada dalam kendaraan."Mas di perjalanan. Baru pulang meeting. Tapi aku nggak bisa jemput kamu nanti pulang kerja. Aku masih ada urusan di luar sebentar.""Ya, nggak apa-apa. Aku nanti pulang naik angkot saja.""Hati-hati, ya. Kita ketemu di rumah nanti. Oh ya, persiapkan apa yang harus kita bawa untuk berangkat besok.""Iya, Mas.""Assalamu'alaikum.""Wa'alaikum salam."Sabda mengembalikan ponselnya di tempat semula. Dia langsung memutuskan untuk pergi ke
Baca selengkapnya
Part 44
Arga menghempaskan tubuh di ranjang. Menarik bagian bawah kemeja dan membuka seluruh kancingnya. Hatinya hancur saat Bela meneleponnya tadi pagi. Perkiraannya kalau antara Sabda dan Senja hanya sedang pendekatan karena sama-sama merasakan patah hati, nyatanya salah. Justru mereka telah menikah. Rasa sesak itu masih terasakan hingga kini. Sangat sakit dan amat menyiksa, membuat dari sudut netranya mengeluarkan air mata.Tiga tahun ini dia mencintai Senja sepenuh jiwa raga. Nyatanya dia salah mengambil keputusan yang kini telah menghancurkan segala-galanya. Gadis pujaannya akhirnya jatuh dalam dekapan sepupunya sendiri. Kedua tangan Arga menggenggam erat di kedua sisi tubuhnya yang terlentang.Luka ini rasanya tak akan pernah sembuh seumur hidup. Jika tidak berjodoh dengannya, kenapa harus dengan Sabda? Kenapa? Apakah ini bermakna sepanjang hidupnya dia akan menahan rasa cemburu dan sakit hati?Senja. Sekarang dia telah tenggelam seperti senja di luar sana, yang meninggalkan Arga dalam
Baca selengkapnya
Part 45 Egois
Entah kapan Sabda terakhir kali menangis. Rasanya sudah lama sekali, ketika nenek dari pihak sang mama meninggal dunia dua tahun yang lalu. Terlalu mahal air matanya keluar. Namun kini, ketika seorang ibu dengan terang-terangan tak lagi ingin melihat kehadiran putranya sendiri, perasaannya seperti tersayat-sayat. Sungguh sangat menyedihkan jika ingat pesan dari mamanya tadi.Padahal beliau adalah wanita yang sangat menyayangi putra-putranya. Antara dirinya dan sang mama juga lumayan dekat. Kenapa sekarang setega ini padanya, hanya karena Sabda telah memilih apa yang sudah ia jalani sebulan ini.Sekeras itu hati mamanya. Lalu demi meluluhkan hati yang membatu itu, apakah ia harus meninggalkan Senja?Sabda menatap wajah istrinya yang terlelap tepat di depannya. Wanita ini tidak bersalah jika harus ditinggalkan hanya demi mamanya yang lebih memikirkan ego dan lebih peduli akan pandangan orang luar daripada merestui ikatan yang sudah terjalin. Sabda mencium kening Senja sambil menahan per
Baca selengkapnya
Part 46
Jarak dari kosan ke kafe pinggiran kota di tempuh sekitar tiga puluh menit. Ketika sampai sana, sudah ada dua motor menunggu. Dua pria yang sedang minum kopi kaget melihat kedatangan Sabda yang mengajak seorang perempuan dan itu bukan Bela yang dikenal oleh mereka. Meski mereka juga sudah tahu kalau setahun belakangan ini Sabda tak lagi membahas soal Bela jika mereka ada kesempatan kumpul-kumpul bareng."Hai," sapa Sabda, mereka berjabatan tangan."Kenalin, ini Senja istriku!" Senja mengangguk dan tersenyum setelah melepas masker yang dipakainya."Apa!" pekik salah seorang pria bernama Joni karena kaget."Kapan nikah, kenapa nggak ngabarin atau ngasih tahu di grup?" tanya Ari. Pria yang bertubuh gemuk."Baru sebulan ini. Kami belum ngadain resepsi, baru akad nikah saja," jawab Sabda sambil mengajak Senja duduk bergabung dengan rekannya."Pengantin baru rupanya," goda Joni sambil tersenyum."Kalian udah sarapan?" tanya Sabda."Sudah, barusan. Kamu ajak istrimu sarapan dulu. Sambil nung
Baca selengkapnya
Part 41 Malam di Vila
Aroma wangi daun teh menyegarkan penciuman ketika rombongan Sabda melewati jalan berkelok di tengah perkebunan. Kabut tipis dan hawa sejuk khas pegunungan menyambut kedatangan mereka.Rombongan menepi dan berhenti di tanah yang agak lapang. Mereka semua turun dari atas motor. Sabda membantu istrinya melepaskan helm, setelah itu melepas helmet yang dipakainya sendiri. Udara segar terhirup bebas masuk ke paru-paru hingga terasa di kerongkongan. Mereka berpencar mencari tempat untuk memuaskan diri dengan menatap pemandangan yang hijau menawan di kejauhan. Sebagian lagi mengeluarkan ponsel untuk merekam dan mengambil video.Sabda menggandeng tangan Senja menuju ke tanah yang lebih tinggi. Di atas sana, pria itu merangkul pundak istrinya sambil memandang pegunungan membiru nun jauh di hadapan."Sayang, kamu tahu. Melihat pemandangan seperti ini, menghirup udara segar bebas polusi adalah liburan mewah bagi orang-orang kota."Senja mengangkat wajah memandang suaminya. Sabda tersenyum ketika
Baca selengkapnya
Part 48
Dikarenakan cuaca yang benar-benar dingin, membuat Sabda dan rombongan enggan keluar vila untuk makan malam di hari kedua mereka menginap. Mereka memilih memesan menu makanan dari kafe yang tidak jauh dari vila dan meminta pihak kafe untuk mengantarkan. Dan mereka duduk berkumpul di ruang tamu vila setelah selesai makan malam.Cuaca malam ini dinginnya memang lebih ekstrim. Biasanya tak sampai seperti ini. Sebab sudah beberapa kali mereka menghabiskan pergantian tahun di Bukit Menoreh."Dinginnya menggila," ucap Joni sambil merapatkan jaketnya."Biasanya tak seperti ini. Mungkin ini puncaknya musim kemarau," balas Ari."Enak yang bawa selimut hidup, kita bertiga yang bakalan meringkuk kedinginan," sahut Fadil sambil memandang Sabda dan Agung."Salah sendiri kenapa kamu nggak mau ngajak Angel." Ari yang bicara."Angel mana mungkin diizinin ikut sama ibunya, nikah aja belum. Bisa-bisa pulang touring bakalan bunting." Jawaban Joni menimbulkan tawa teman-temannya. Mereka ngobrol di ruang
Baca selengkapnya
Part 49
Di sebuah kamar hotel Sudarmala Resort, Labuan Bajo, Bu Airin duduk di balkon kamar bersama Pak Prabu. Wanita itu berwajah muram sambil memandang kerlip lampu di kejauhan. Beliau merasa dipermalukan oleh putranya sendiri di depan keluarga Pak Pras. Andai tidak ada perempuan itu, tentu pertunangan Sabda dan Bela sudah berlangsung hari ini dan pernikahan akan di rencanakan dua bulan kemudian. Sebelum pernikahan Arga dan Citra."Mama, jangan terlalu keras sama Sabda. Sampai nggak boleh muncul pula di tengah keluarga kita. Apa ini nggak berlebihan." Pak Prabu menegur istrinya dengan nada pelan. "Semakin keras Mama menentang Sabda, Dia pun bisa lebih keras kepala lagi. Mama tahu bagaimana anak kita, kan? Selagi dia merasa benar, jangan harap kita bisa membelokkan pikirannya.""Coba Papa kasih ancaman padanya. Di berhentikan dari pekerjaan misalnya." Bu Airin tetap ngotot. Membuat Pak Prabu menggeleng pelan."Mama, pikir hal ini bikin dia takut? Jika dia berhenti kerja dari perusahaan kel
Baca selengkapnya
Part 50
Senyum haru terukir di bibir perempuan itu saat memandang bunga mawar yang tercium wanginya. Ini untuk pertama kalinya Sabda memberikan bunga padanya. Dulu Arga sering sekali mengirimkan buket bunga ke kosannya. Bahkan di pagi terakhir sebelum kejadian di vila itu Arga masih mengirimkan bunga lewat kurir florist langganannya."Kenapa diam? Kamu nggak suka bunga mawar?" tanya Sabda menyelidik. Membuyarkan lamunan Senja."Maaf, aku hanya terkejut saja, Mas. Aku suka kok. Makasih, ya.""Oke, Sayang."Gerimis di luar makin lebat. Di kejauhan kabut tebal membatasi pandangan. Tahun baru yang syahdu. Seorang pramusaji datang membawakan pesanan. Aroma nasi goreng spesial membuat keduanya tak sabar untuk segera menyantapnya. "Kita akan melanjutkan perjalanan setelah hujan reda. Teman-teman masih asyik tiduran ini." Sabda menyodorkan ponselnya pada Senja. Dia menunjukkan pesan yang dikirim rekannya untuk dibaca sang istri.💦 💦 💦Tahun baru kelabu. Arga memandang rintik hujan dari balkon ka
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
16
DMCA.com Protection Status