Semua Bab Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier : Bab 211 - Bab 220
231 Bab
BAB 211
Tiba-tiba tawa Mbak Cintya pecah. Aku menatapnya dengan penuh tanya. “Tenang, aku hanya bercanda.” Mbak Cintya memegangi perutnya sambil tertawa lebar. “Jangan panik, aku hanya ingin membuat Om deg-degan,” lanjutnya. Wanita itu beranjak mendekati tempat dudukku. Diusapnya lembut pipiku yang kurasa sudah hampir sedingin es. Candaannya terlihat begitu mengerikan. "Tak mungkin ayahmu yang family man berbuat macam-macam di luar sana bukan, Soraya?" Mata itu menatapku tajam, bak singa lapar yang hendak menerkam mangsanya yang ketakutan di depan mata. "Bukankah laki-laki yang baik dan penyayang keluarga seperti Om tak mungkin melakukan hal sehina itu?" Kini berbalik Mbak Cintya mengarahkan pandangannya ke arah ayahku. Entah mengapa aku yakin apa yang baru saja diungkapkan wanita itu benar adanya. Bukan tak mungkin ayahku yang terlihat amat mencintai Ibu tertarik dengan daun muda di luar sana. Apalagi pekerjaan yang mengharuskan dirinya seringkali melakukan jawatan ke luar kota. Apal
Baca selengkapnya
BAB 212
"Aku pulang, belum saatnya membuatmu hancur. Ini terlalu cepat. Aku hanya melakukan pemanasan." Mbak Cintya meraih daguku selepas kedua orangtuaku berlalu meninggalkan ruang tamu rumahku. Riuh canda keluarga besarku di halaman belakang cukup memekakkan telinga. Berbanding terbalik dengan keadaan di tempatku berada saat ini. Sepi sekali, hingga detak jarum saja terdengar begitu nyaring di telingaku. Aku mendesah menanggapi sikap Mbak Cintya yang makin terlihat puas dengan ketakutan yang terpancar dari wajahku.Sekuat apapun aku menginginkan terlihat tenang, detak jantungku sulit sekali untuk kuajak bekerja sama. Aku ketakutan mendapati Mbak Cintya yang tak terlihat tengah bermain-main dengan ancamannya. "Aku akan membuatmu kesakitan hingga lupa caranya merintih Soraya. Kau akan lupa bagaimana caranya mengaduh karena sakit tak terperi yang akan kau rasakan." Kudukku meremang. Jujur, aku sempat berpikiran jika suatu saat hubungan gelapku dengan Mas Arya akan terbongkar. Aku begitu ju
Baca selengkapnya
BAB 213
Aku hampir gila mendapati kenyataan sulit sekali menghubungi Mas Arya. Berkali-kali menyentuh tombol berwarna hijau di ponselku hanya berakhir tanpa tersambung. Entah dimana laki-laki itu berada saat ini.Jika sebelum Mbak Cintya mengendus semua ini tentu aku dengan mudah mengakses rumah mereka. Beralasan ingin bertemu dua keponakanku aku bisa bertandang ke rumah Mbak Cintya demi bertemu dengan Mas Arya walau tak sebebas pertemuanku di luar sana. Gila memang. Aku bahkan menemui suami orang itu di rumahnya sendiri, di depan istri dan anaknya. Aku wanita tak berhati benar adanya. [ Mas. Dimana? Mbak Cintya nggak main-main. Please, temui aku secepatnya. Kita perlu bicara!] Mataku menyala menyadari pesan terakhirku sudah terbaca oleh Mas Arya. Tanda ceklis dia berwarna hijau sudah menunjukkan pesan tersebut sudah terbaca. Laki-laki itu harus bertanggungjawab atas semua permasalahan ini. Bukankah aku sudah memintanya untuk mengakhiri semua ini sebelum terlambat? Kini apa yang kukhawati
Baca selengkapnya
BAB 214
Aku refleks menutup mulutku dengan telapak tangan."Kami selesai beribadah suami istri. Laki-laki yang beberapa waktu lalu masih kau kencani itu nyatanya masih menuntut haknya padaku. Sungguh menggelikan," ucap Mbak Cintya dengan tawa yang sumbang. Aku tergidik ngeri. Tengkukku merasakan hawa dingin yang tiba-tiba kurasakan. "Apakah karena kau wanita tak berahim hingga membuatmu tak ketakutan berhubungan badan dengan laki-laki manapun yang kau incar?" Hening itu hampir membuatku ambruk seketika. "Aku memaafkan suamiku sebagai ayah dari anak-anakku. Tetapi aku tak memaafkan segala kecurangan yang sudah dia lakukan. Apakah kau berharap banyak dari laki-laki yang mengatakan akan memperjuangkanmu mati-matian dan rela meninggalkan keluarganya demi wanita busuk seperti dirimu?" Mbak Cintya menjeda kalimatnya beberapa saat. Tanganku bahkan kaku tak mampu untuk memutuskan panggilan yang sedang berlangsung. "Nyatanya apa yang dia janjikan hanya bualan semata. Cukup kuberikan satu fakta p
Baca selengkapnya
BAB 215
Aku hampir menjatuhkan secangkir kopi panas milikku saat mendengar teriakan dari bawah rumah. Secepat kilat kuhentikan aktivitasku bersantai di balkon. Teriakan itu disusul dengan suara pecahan piring dan gelas yang berulang-ulang. Ibu serupa orang kesurupan. Entah apa yang sebenarnya terjadi dengannya hingga membuat wanita itu bersikap demikian. "Berhenti mendekat. Kau menyakitiku! Menyakiti keluarga kita. Kau tak lebih dari seorang bajing*n yang terlindung topeng rapat selama ini. Kau menjijikan, Yah!" Ibu mengacungkan telunjuknya pada Ayah. Wajahnya merah padam. Rambutnya acak-acakan, amarah itu terlihat jelas dari wajahnya. "Dengar. Jangan teriak-teriak. Kita bisa membicarakannya baik-baik. Tolong. Hentikan!" Ayah mulai kehilangan kendali. Laki-laki itu mengusap wajahnya dengan kasar. "Ayah Ibu, apa yang terjadi dengan kalian?" tanyaku sambil mendekati kedua orangtuaku yang terhalang meja marmer berukuran dua kali tiga meter di ruang makan rumah kami. "Soraya, ayahmu!" Ibu t
Baca selengkapnya
BAB 216
"Wanita gila itu, temanmu. Cintya. Dia yang mengirimi ibumu foto Ayah." Bak disambar petir aku mendengar kabar tersebut. Ibu sedang beristirahat di dalam kamarnya setelah dokter yang kupanggil ke rumah memberi pertolongan padanya yang jatuh pingsan sesaat setelah mendengar perkataan Ayah. Rasa kecewanya yang membumbung tinggi membuat wanita itu tak mampu menerima kenyataan yang diucapkan oleh ayahku. Bahkan laki-laki itu tak mencegah langkah ibu untuk memilih bercerai darinya. "A-pa? Mbak Cintya?!" Aku meraup oksigen dengan kasar. Tak kusangka wanita yang tengah berseteru denganku itu benar-benar menjalankan aksinya. Aku tak menyangka dia akan senekat itu pada keluargaku. "Ya. Kau tahu bukan mengapa wanita itu melakukan hal ini?" Mata Ayah membidikku. Aku tak mampu berkelit. "Jadi berhenti menyalahkan Ayah saja. Justru kau yang mengambil peranan amat besar dalam hal ini. Selesaikan urusan ibumu, Ayah harus keluar selama beberapa hari. Urus ibumu, pastikan dia menunda keputusanny
Baca selengkapnya
BAB 217
"Bu Soraya, dipanggil Kepala Sekolah. Tadi pagi nitip pesan ke saya. Beliau bilang sudah menghubungi Bu Soraya tetapi belum ada jawaban," ucap salah salah seorang rekan guru, Bu Lulu. Dia salah satu guru yang masih mau menyapa diriku. Yang lain bagaimana ?Bahkan mereka lebih suka memutar arah daripada berpapasan denganku sekalipun di koridor sekolah. Untungnya aku tak peduli. Lebih baik seperti ini, hidupku tak terlalu ribet berurusan dengan orang-orang yang tak penting tersebut. "Lebih baik secepatnya bertemu, kurasa ada urusan penting." Wanita berkerudung lebar tersebut tersenyum lembut. Aku tak menyahut dan memilih menganggukkan kepalaku agar secepatnya dia berlalu dari hadapanku. Sekalipun Bu Lulu tak pernah membuat masalah atau mengungkit segala bentuk kekuranganku, tetap saja aku tak suka ada orang lain yang sok dekat denganku. Aku bergegas menemui Bu Fatma di ruangannya. Jam kosong ini hanya ada beberapa guru yang berada di kantor. Mereka pun asyik dengan kegiatan masing-
Baca selengkapnya
BAB 218
"Saya mendapatkan foto ini dari nomor yang tak dikenal. Tak hanya satu, lima sekaligus. Bisakah Anda jelaskan, Bu Soraya?" Keringat dingin langsung mengucur deras dari seluruh bagian tubuhku. Tanganku kaku, bahkan hanya sekadar untuk menutup layar ponsel yang menampilkan foto memalukan diriku. Foto di atas ranjang tidur sebuah hotel berbintang yang menampilkan tubuhku yang hampir polos. Tak hanya itu, sebuah tangan yang melingkar di tubuhku tak dapat membuatku berkelit bahwa aku tengah menghabiskan waktu dengan seseorang di tempat itu. Otakku secepatnya berputar mencari jawaban yang tepat. Bu Fatma membiarkanku bungkam seolah tengah menunggu jawaban apa yang akan kuberikan untuknya."Ma-af, saya ceroboh. Seharusnya mantan suami saya lebih bisa menjaga dokumen pribadi kami," ucapku dengan berusaha mengembangkan senyum. Sayangnya tak bisa, bibirku kaku dan sulit sekali kuajak berdrama di depan wanita ini. Bu Fatma tak menanggapi kalimatku. Hanya tarikan napas panjang yang menunjukka
Baca selengkapnya
BAB 219
Kubaringkan diriku di atas kasur di kamarku. Apa yang terjadi hari ini membuat kepalaku tak bisa lagi kuajak berpikir jernih. Bu Fatma tidak main-main. Dampak dari foto-foto itu di luar dugaanku. Ayah yang biasanya pasang badan di depanku justru sibuk dengan urusannya sendiri sehingga terkesan mengabaikan aduanku mengenai apa yang terjadi hari ini. Bahkan dia berkata dengan tegas agar aku segera menyelesaikan semuanya hingga tak mengganggu rencananya yang sudah tersusun rapi. Belum lagi dengan kondisi ibu yang terlihat masih syok di dalam kamarnya. Wanita itu betah duduk berlama-lama di depan teralis jendela kamar memandang ke arah luar kamar dengan tatapan kosong. Entah berapa kali aku sudah mencoba menghubungi Mas Arya untuk membicarakan masalah yang menimpaku ini. Tak hanya meneleponnya Aku juga berusaha mengirimkan puluhan pesan yang hanya berakhir dengan tanda centang satu. Mas Arya benar-benar memblokir nomorku. Salah hilang bakti telan bumi laki-laki yang sempat mengejarku
Baca selengkapnya
BAB 220
BRAKKubanting tas jinjing milikku di atas meja kaca di ruangan Mas Arya. Aku sudah tak bisa bersabar mendapati lelaki itu yang hilang tak berjejak. Satu-satunya jalan adalah mendatanginya langsung ke kantor miliknya.Beberapa kali aku pernah kemari, jadi tak sulit untukku kembali melakukan hal yang sama. Meskipun jujur saja ada rasa takut masih dia akan mengetahui kedatanganku kemari. Aku tak punya pilihan selain memberanikan diri mencari keberadaan Mas Arya yang seperti sengaja bersembunyi dariku. Berbanding terbalik dengan kejadian beberapa minggu yang lalu saat dia mengancamku yang hendak memilih pergi memutuskan hubungan dengannya. "Kamu sudah gila?!" Mas Arya berjalan cepat ke arah pintu ruangan miliknya. Kulihat dengan mataku sendiri laki-laki itu salah ketakutan hingga tangannya sedikit bergetar saat mengunci pintu.Aku mendecih sinis. Laki-laki itu benar-benar kehilangan taringnya. Dia bukanlah lagi Mas Arya yang sama. Entah ancaman seperti apa yang telah dilontarkan oleh
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
192021222324
DMCA.com Protection Status