Lahat ng Kabanata ng TANTE MALIKA : MANISNYA DENDAM ADIK TERSAYANG: Kabanata 31 - Kabanata 40
46 Kabanata
BAB 31
Desi terkesiap dan mengeryitkan dahi tak habis pikir melihat foto yang terpampang dengan jelas itu. “Seperti Bu Malika... tapi lebih muda. Ah, mungkin foto lama sebelum pakai jilbab.” Desi memperhatikan sosok Mario dari belakang dengan tatapan aneh. “Kenapa Pak Mario menaruh profil kakaknya. Bukan foto sekeluarga atau pacarnya?” Ponsel Mario berdering. “Hai Leniii... sori nggak dengar telpon. Tadi aku silent, ada meting di kantor. Emmm... Rabu lusa aku ada acara kantor sampai hari sabtu.” “Terus, kapan ada waktu buatkuuuu...?” terdengar jelas suara wanita memelas. Mario terdiam sejenak, menatap lampu neon berbentuk panjang di sudut ruangan, “Eemm... setelah hari minggunya nanti kita rencanakan. Sudah ya. Aku masih sibuk.” Tanpa menunggu jawaban kekasih di masa SMUnya itu, Mario langsung mengakhiri panggilan Leni dan menaruh ponselnya di meja. Bibir Mario tersenyum separoh sambil mengangkat kedua tangannya. “Heemmm... anak-anak gadis banyak dramanya. Pingin ini,
Magbasa pa
BAB 32
"Katanya kalau banyak amal itu rejekinya akan bertambah, berkah. Aku kok malah hancur-hancuran seperti ini,” keluh Malika sambil tiduran di sofa. Lelah raganya usai membersihkan kamar mandi yang habis disedot karena sudah overload. Wajah Malika kuyu dan lesu. Matanya agak sembab karena semalam menangis, rindu sama suami dan anak-anaknya. Ditatapnya dengan malas lap top yang menyala atas meja. Baru saja Adam datang menyerahkan lap top dan langsung menghidupkannya. Setelah itu ia keluar lagi demi melihat wajah Malika ditekuk.Takut dicerkam kali yaaa...?! Bagaimana tidak mengeluh dan sedih, hari ini saja harus keluar uang untuk memperbaiki lap topnya yang rusak. Biaya delapan ratus ribu. WC kamar mandi juga meluber dan perlu disedot. Keluar lagi uang lima ratus ribu. Belum buat beli pulsa listrik dan bayar air yang nunggak selama enam bulan. Meski jarang dipakai tapi lumayan juga habisnya, dua ratusan ribu. “Uangku tinggal satu juta tujuh ratus. Pokoknya ha
Magbasa pa
BAB 33
Malam itu, Mario muncul di depan rumah Malika. Bersamaan dengan kepulangan anak-anak muda yang sejak siang tadi berlatih peran di rumah tersebut. Mereka berpapasan di halaman. Tinggal Adam dan Anton yang masih merevisi dialog. Malika yang keluar mengiringi kepergian anak-anak terlonjak kaget melihat kedatangan adiknya. Hampir tidak percaya. Tatapannya memaku pada sosok Mario yang berdiri di pinggir teras dengan bibir senyam-senyum. Hingga Mario beringsut mendatangi Malika dan berdiri tepat di hadapannya. “Malam-malam gini melamun, nanti kesambet setan lho,” canda Mario memencet hidung Malika. Malika gelagapan, tersadar dari lamunannya. Seketika merentangkan kedua tangannya dan memeluk tubuh Mario erat-erat. “Adikku Mariooo…!” lengkingnya dalam buncahan rasa haru sekaligus gembira. Kedatangan Mario seolah bagai obat untuk jiwanya yang sakit setelah hampir sebulan tidak bertemu. “Nggak bilang kalo mau datang,” sungut Malika memukuli gemas bahu adiknya. Tidak lupa
Magbasa pa
BAB 34
Malika duduk di sofa ruang tengah melihat televise usai melaksanakan salat isya. Ia ingin bersantai sejenak setelah beraktifitas sepanjang hari. Tanpa mengenakan jilbab. Namun daster yang dikenakan sopan dan panjang. Malika telah bertekad untuk lebih hati-hati menjaga tubuhnya dari tatapan laki-laki. Mario keluar kamar dan mengambil tas belanja dari sebuah minimarket. “Dingin-dingin begini enaknya minum kopi panas. Mbak Lika pasti mau.” “He he… seperti biasa. Nggak nolak rejeki.” Malika lupa jika dirinya masak air panas di dapur. Mario kembali melihat-lihat tumpukan property dan kain di sudut ruang tengah. “Segini banyak alat buat sooting.” Pemuda itu mengukur kepalanya yang tidak gatal. “Iya. Ini aja belum semua. Masih ada yang harus dibeli,” sahut Malika santai sambil melipat mukena, lantas ditaruh di pojok sofa. Meraih sisir dan merapikan rambutnya yang acak adul. Malika menjual kalungnya untuk membantu Adam dan teman-temannya membeli itu semua. Kalung i
Magbasa pa
BAB 35
“Astagfirullah. Nggak mungkin Adam seperti itu. Kak Mar telah mendidiknya dengan baik. Aku tahu betul pribadi Kak Mar,” tepis Malika menepis prasangka buruknya. Akan tetapi, tak berselang lama ia teringat lagi sama perhiasan emasnya yang hilang. “Waktu itu hanya Adam yang ada di dalam rumah. Sementara ia juga sedang membutuhkan uang. Ah, siapapun yang mengambilnya, aku harus lebih hati-hati dan selalu mengunci kamar. Apalagi sekarang banyak orang di rumah ini.” PUK. Sebuah tepukan lembut dari belakang mendarat di bahunya. Malika tidak menoleh karena tahu siapa yang melakukannya. Hanya mengangkat bahu sebagai responnya. “Mbak... uang siapa itu? Banyaakkk sekaliiii...!” pekik Mario tiba-tiba, tepat di telinga Malika. Mendengar kata itu Malika sontak membalik badan dengan mata membeliak. “Manaaa... ? Uang apaa...?” Malika ikut memekik kaget. Dengan tatapan nanar mengikuti telunjuk Mario yang mengarah ke lantai terus naik ke atas meja, mengitari westafel dan berakhir memencet hidung
Magbasa pa
BAB 36
“Mba Likaaa...!” lengking Mario tertahan, seolah ingin menyadarkan Adam. Nada suaranya berat dan dalam.“Ma-maaf…” Adam segera menarik tangannya yang masih memegang paha Malika. Pemuda itu sangat gugup dan merasa bersalah. Apalagi melihat Mario berdiri tepat di hadapannya dengan tatapan menukik tajam ke arahnya. Mengandung kemarahan dan ancaman.‘Maaa-af, tadi Bu Likaa… Bu Lika kesulitan minum, terus kubantu bangun,” jelas Adam gugup. Mukanya yang kuning seketika memerah.Mario mengibaskan rambut depannya sambil menyeringai sinis. Seolah tidak mempercayai ucapan Adam. Hanya alasan saja untuk melindungi diri.Sesaat Malika membuka mata mendengar lengkingan Mario dan percakapan mereka selanjutnya. Kepalanya manggut-manggut payah. Malika menggerak-gerakkan bibirnya pelan seolah ingin menjelaskan sesuatu, namun tidak terdengar suaranya.Melihat kondisi Malika yang begitu payah dan memprihatinkan, Mario dengan cepat bisa menguasai diri. Ia menarik nafas panjang dan menghembuskan perlahan.
Magbasa pa
BAB 37
Suara alarm jam lima sore menjerit-jerit dari ponsel milik Malika. Kaget. Malika yang masih terbaring di sofa sontak membuka mata dan meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja. Tanpa melihat tulisan peringatan, Malika langsung mematikan alarm. Klik. “Ya Allah… Tidak terasa lebih dari tiga jam aku tidur. Enteng sekali tubuhku,” Malika menarik nafas lega. Menaruh kembali ponsel di atas meja. Ia tidak melihat sosok di dekatnya. Malika mengangkat kepala dan punggung, celingukan mencari Mario. “Mariooo…!” panggil Malika dengan perasaan cemas. Tidak ada jawaban. Ia melihat jaket yang dipakai adiknya teronggok di sudut sofa. Malika bangkit pelan-pelan dan melongok ke arah kamar yang ditiduri Mario. Kosong. “Ke mana Mario? Apakah dia pergi jalan-jalan? Ah, ngapain aku cemas. Di kan sudah besar. Kalau tersesat, pasti bisa balik lagi ke sini.” Malika termangu sejenak, merasakan basah-basah hangat pada organ intimnya. Wanita itu bergegas ke kamar mandi, sekalian buang air ke
Magbasa pa
BAB 38
“Mariooo... kamu di dalam yaaa?”Mario terlonjak kaget mendengar lengkingan kakaknya dari luar. Matanya yang baru saja terpejam seketika membuka penuh. “Heh perempuan. Sukanya bikin kaget,” sungut Mario menekam dadanya yang berdebar saking kagetnya. Ia bangun dan duduk bersila memandangi pintu. Mukanya sedikit manyun karena terganggu tidurnya. “Iya Mbaakkk... Buka saja, nggak dikunci.”CEKLEK. Malika muncul dengan wajah segar dan rambut basah usai keramas. Wajah manisnya dipoles bedak dan gincu tipis-tipis. Bajunya sudah diganti dengan gaun kesayangan... daster ala payung. “Maaf kalau ngganggu tidurmu. Tapi ini sudah sore. Tidur sore tidak baik buat kesehatan,” ujar Malika enteng, melewati ranjang menuju jendela dan menyibak sedikit kordennya. Mario hanya nyengir. “Emmm... haruuummm.” Hidung Mario menyesap aroma wangi dan segar dari sampo. Melusuri sekujur tubuh kakaknya yang menyamping. "Eh iya, aku mau jalan-jalan dulu. Besok pulang pagi naik pesawat. L
Magbasa pa
BAB 39
Pemilik raga kekar itu menempelkan mulut ke telinga Si Appa dan berbisik pelan. “Ini Mas Anton. Ayo pergi dari sini. Bahaya.” Si Appa kembali tersentak dan menahan nafas. Masih dengan sikap waspada dan tatapan nanar, Si Appa menoleh ke belakang dan mendongakkan kepalanya. Sesaat kemudian bibirnya tersenyum. Lega. Anton kemudian mengantar pulang Si Appa lewat belakang. Menerobos tanaman labu dan kebun jeruk. Karena di depan rumah Malika, Si Jabrik sudah mengintai dan menunggu kemunculan Si Appa. Rumah Si Appa terlihat lengang. Ya, Mbak Fatma sedang mengantar suaminya berobat ke dukun sangkal putung sejak beberapa hari lalu. Anton tidak mau terjadi apa-apa dengan Si Appa. Meskipun jago silat, namun ia hanyalah gadis cilik yang masih banyak kelemahan dan kekurangannya. Kurang gesit, kurang cermat, kurang waspada dan lainnya. Anton menasehati bocah cilik itu panjang lebar. Si Appa sendiri masih terlihat shock dengan peristiwa barusan. Wajahnya masih pucat. Ber
Magbasa pa
BAB 40
Di suatu sore. Sepuluh hari lalu…Travel yang ditumpangi Darsih berhenti di sebuah rumah makan di pesisir pantai daerah Negara. Semua penumpang turun. Darsih duduk menepi, menikmati kopi sambil mengirim pesan kepada Malika untuk menyampaikan keberadaannya. Tak lama kemudian datang sebuah mobil warna hitam. Turun seorang wanita cantik mengenakan baju santai dan celana legging ketat. Disusul dua pria dengan tampang agak sangar. Ketiga orang itu duduk tidak jauh dari Darsih. Seorang pelayan mendatangi mereka. “Kopi hitam tiga, Mbak. Sama soto dua,” aba si wanita. Si pelayan manggut dan menyingkir ke dalam. Darsih sama sekali tidak memandang ke arah mereka hingga si wanita berjalan menuju ke arahnya. “Ini Mbak Darsih ya?” Darsih menaruh ponselnya. Dahinya berkerut, menelusuri sosok di depannya lekat. Wanita seumurannya. Bodinya ramping dengan kulit kuning. Riasannya tipis-tipis. “Iya. Mbaknya ini siapa yaaa?” “Mbak darsih punya saudara di daerah sek
Magbasa pa
PREV
12345
DMCA.com Protection Status