Memiliki istri cantik dan mandiri tentu dambaan setiap lelaki. Namun bagaimana kalau tingkahnya kerap bikin emosi. Belum lagi disukai banyak lelaki. Seseorang diam-diam mencintai Malika dan terobsesi memilikinya. Sebaliknya juga membenci Pramono, suami Malika yang perangainya agak kasar. Dia pun nekat menyuruh preman menyerang rumah Malika. Malika yang hanya berdua dengan ARTnya berhasil menyelamatkan diri. Di kampung halamannya itu Darsih malah menghilang dan sulit dihubungi. “Bos, pemuda bernama Anton dan Adam tidur di rumah Bu Malika.” "Gak boleh dibiarkan. Kamuuuu... Jabrik. Kenapa membiarkan bocah ingusan itu selamat. Kenapa kamu nggak ambil kesempatan untuk menghabisinya?!" “Banyak orang di sana. Bisa-biasa saya babak belur dikroyok. Kalau koit, siapa yang akan memantau Bu Lika. Kampret tidak bisa keluar dikurung sama istrinya...” "Kenapa bisa macam ayam gitu? Laki-laki macam apa itu, kalah sama istriiii, haah...?!" "Kalah judi, Bos. Lima puluh juta hangus..." "Sontoloyo. Kalo aku jadi istrinya, sudah kugantung di bawah jembatan Suromadu!" dengusnya kasar. Siapakah otak pelaku penyerangan rumah Malika?
Lihat lebih banyak“Genderuwo ucul...! Ya Allah, apa itu?!” Darsih yang baru keluar kamar mandi berseru kaget. Sekilas melihat kelebat sosok hitam gempal dari arah dapur menuju gudang. Dan darahnya terkesiap begitu mendapati pintu dapur terbuka separoh.
“Tadi sudah kukunci. Masak Bu Lika yang membukanya? Buuu Likaaa...!” Darsih mendekati pintu. Tanpa ia sadari, sosok hitam bermasker yang sembunyi di balik kulkas berjingkat mendekatinya. Dengan mudahnya menyergap Darsih dari belakang. Membungkam mulutnya kuat-kuat hingga Darsih merasakan ngilu dan sakit di area bibir. Reflek Darsih meronta-ronta. “Sekali teriak, hancur kepalamu!” bentaknya sadis. Darsih melihat bayangan pistol yang diletakkan ke dahinya. Dingin. Asisten rumah tangga itu langsung mengkeret.Suara berisik itu membangunkan sang majikan yang tidur di kamar depan. “Ada apa Mbak Sih?” seru Malika membuka pintu kamarnya. Menatap nanar ke arah dapur yang gelap. Wanita yang sudah terlelap sejak dua jam lalu itu tidak menyadari kedatangan pria berpakaian hitam yang muncul dari ruang tamu. Sementara di lantai atas terdengar suara gaduh. PRANG. GROBYAK. TAP. “Sontoloyo… Ngompol. Sana ganti baju. Lima menit. Kalau nggak, kubakar rumah ini.” lengkingan marah dari dapur membuat Malika terjengit. Dalam waktu bersamaan ia melihat di lantai, sebuah bayangan tinggi di belakangnya. Kedua tangan itu menjulur ke arahnya. Terlambat. Malika yang hendak kembali ke kamar berhasil disergap dari belakang. “Toloongg. Tooloonngg. Augh!” Malika sempat menjerit sebelum tangan kekar dan keras itu membekap mulutnya. Sosok hitam satu lagi turun dari lantai atas. Menenteng tas besar yang berat dan penuh isi.“Tinggal kamar ini,” ujar si Pria saat melewati temannya yang mengunci tubuh Malika. Malika berontak, tidak terima kamarnya diobrak-abrik.“Diam, Bu cantik!” bentak si preman mengencangkan pelukannya.Bau bensin tiba-tiba merebak. Malika terkesiap. “Apakah mereka akan membakar rumah ini? Kalau gitu, aku harus keluar dari sini.” Terdengar bunyi telpon dari dalam kamar. Sesaat kemudian Preman yang mengacak-acak kamar Malika keluar dengan ponsel di tangan. “Si bos nyuruh cepetan. Aku mau periksa kamar anaknya dulu.” Saat itu malika merasakan cengkeraman si preman melonggar. “Bismillah Ya Allah.Secepat kilat Malika memutar tubuh menghadap preman. Dengan sekuat tenaga mendaratkan lutut ke arah organ intim pria itu. BUAG. “Aauuwww…” Si Preman melolong kesakitan. Melepaskan pelukannya dan berlutut menangisi adik kecilnya yang malang. Malika melompat masuk kamar dan menguncinya dari dalam.Preman yang mengawal Darsih berlari ke arah temannya yang kesakitan. PET. Lampu tiba-tiba padam. Seluruh ruangan rumah menjadi gelap gulita. Saat itu, Darsih sudah selesai ganti baju. Ia kabur lewat pintu dapur. Sempat menyambar tas belanja yang nyantol dekat pintu. Bersamaan dengan Darsih tiba di luar, Malika juga muncul dari jendela kamarnya. Kedua wanita malang itu pun kabur menyelamatkan diri. Menerobos dinginnya malam.Stasiun Bangil-Pasuruan. Pukul 02.10 WIB.
Malika menaiki teras ruang tunggu dan menjatuhkan tubuhnya yang lelah di kursi biru. Taksi yang disewanya segera meninggalkan stasiun setelah mendapat bayaran.Wanita berusia 41 tahun itu duduk meringkuk memeluk tas lap top erat-erat. Satu-satunya barang berharga yang berhasil ia bawa dari rumahnya.
Paras bulat telur yang tersembunyi di balik jilbab krem tertunduk sendu dan murung. Tatapannya kosong dan sayu. Lelah, ngantuk dan nyeri di bagian kaki berbaur menjadi satu.
Jaket tipis yang dikenakan tak mampu menahan tubuhnya dari terpaan angin malam yang bertiup cukup kencang.
“Lupa tadi mengambil jaket tebal di gantungan pintu. Di dalamnya ada ATM pula. Brrr…!” Malika menggigil kedinginan di antara keluh kesahnya. Sedikit memperbaiki jilbab model pashmina yang tertiup angin.
Sementara itu, Asisten Rumah Tangganya yang bernama Darsih langsung menuju loket peron untuk membeli tiket kereta api jurusan Banyuwangi.
Suasana sangat lengang. Selain dirinya, hanya ada 3 orang penumpang duduk di dalam ruang tunggu.
RHEENNGGG… CIEETT.
Sebuah motor Kawasaki Ninja warna hitam garis merah memasuki halaman dan berhenti di depan teras stasiun.Seorang pemuda jangkung melompat dari atas motor dan bergegas memasuki ruang tunggu. Tangannya cekatan melepas helm dari kepala dan menaruhnya begitu saja di kursi.
“Mba Likaaa…!” lengkingnya parau sembari menghambur ke arah Malika.
Yang dipanggil menoleh dan sontak berdiri melihat siapa yang datang. Belum sempat Malika membuka mulut, Mario telah meraih kepala Malika dan menyusupkan ke dadanya.
Pemilik tinggi 158 cm itu merasa kesulitan bernafas dalam rengkuhan adiknya. Namun ia tak mampu melepaskan diri dari pelukan pemuda yang memiliki lengan begitu kokoh.
Bibir Malika mengulas senyuman dan menyandarkan kepala dalam dada Mario yang bidang. Ia merasakan tonjolan otot pada dada dan lengan adiknya. Juga nafasnya yang tersengal-sengal.
Wajah belia perpaduan Jawa-Cina-India itu mengeras. Kulit kuningnya memerah. Kaget dan marah dengan kejadian buruk yang menimpa kakak tercintanya.
“Ooh, pengecut sekali mereka. Bedebah! Pantasnya pakai rok. Masak beraninya sama emak-emak lemah kayak gini,” geramnya dengan nafas tersengal.
“Mario adikku… Mbak baik-baik saja. Jangan khawatir,” sendat Malika sedikit menarik wajahnya agar leluasa menghirup udara. “Kamu, tahu darimana Mbak ada di sini?”
“Mbak Darsih nelpon,” bisiknya. “Preman-preman itu pastinya sudah lama mengintai rumah kita, mbak. Mereka tahu kepergianku, papa dan Mas Pram. Begitu sepi, mereka langsung menyerang ke rumah,” Mario nyerocos menumpahkan kesal.Sempat terkejut dengan kedatangan adiknya yang tiba-tiba, kini Malika merasa senang dan nyaman. Matanya terpejam.
Jemari Malika membelai lembut rambut belah tengah adiknya ala Lee Min Ho. Selanjutnya turun ke punggung.
Sikap lembut Malika membuat Mario begitu emosional. Diraihnya dagu Malika dan menarik kepalanya sendiri ke bawah. Kemudian tanpa ragu diciumnya dahi dan pipi Malika yang cemong-cemong.
Di rumahnya, Mario kerap melakukan ini pada Malika sebagai ungkapan terima kasih. Atau jika merasa gemas dengan tingkah kakaknya.
“Mario, ini di tempat umum.” Malika risih dan menarik kepalanya menjauh. Mario tak peduli, ia menahan Kepala Malika. Air mata menggenang di pelupuk matanya yang merah.
Puas mencium, pemuda itu lantas menatap lekat ke manik mata Malika, seolah ingin memastikan kedalaman perasaan wanita itu.
Kakak beradik beda usia 18 tahun itu saling bersitatap cukup lama. Orang sering mengiranya hubungan mereka sebagai ibu dan anak. Atau keponakan dan tante.
Malika dan Mario tidak menyadari kedatangan Darsih. Kaki telanjangnya menapaki lantai tanpa suara dan berhenti 3 meter dari posisi berdiri mereka. Dua lembar karcis kereta terselip di antara jari tangannya.
Perempuan bertubuh agak bulat dengan paras Njawani (khas Jawa) itu terhenti dan menatap Mario lekat. Ada keryit keheranan mengukir di dahinya melihat keberadaan pemuda berusia 23 tahun itu.
"Lho, Mas Mario? Cepat sekali sampai?!” seru Darsih tertahan.
itu.
***Dalam perjalanan Darsih mengungkapkan ueg-unegnya tentang preman yang mengobrak-abrik rumah Malika. Heru masih menekuri layar ponsel, membaca chat yang masuk hanya manggut-manggut.“Mas Heru, masak sampeyan nggak tahu sih?” seru Darsih agak keras. Sewot karena merasa diacuhkan sama Heru.Lelaki itu tergagap. “Eh iya, Mbak. Aku tahu dari Mas Mario...”“Soalnya peristiwa itu telah mengubah hidupku, jadi gembel kayak gini. Menurut sampeyan, siapa kira-kira pelakunya? Sumpah, aku masih penasaran sampai sekarang,” Darsih belum puas bicara, masih berkeluh kesah. Heru mematikan ponselnya dan menggeleng perlahan. “Namanya saja kejahatan, Mbak.Lama-lama juga akan ketahuan.”Pulang dari counter, Darsih melihat mobil hitam berhenti di depan gang. Di samping kantor polisi. Tulisan ‘DUA Putri’ di kaca depan bagian atas membuat langkah Darsih terhenti. Dahinya mengeryit. Sontak menuju belakang mobil dan nampaklah gambar buah jeruk. Darsih terkesiap kaget.“Ya Allah...! Mobil iniiii...
Darsih pulang dari warung sebelah untuk membeli makan. Kalau siang dan ramai begini Darsih berani keluar. Hanya sekitar kosan saja, tidak berani jauh-jauh. Syukurlah banyak penjual makanan dan kebutuhan sehari-hari.Jika pingin sesuatu yang tidak ada di sini, baru minta tolong sama si Bombom. Darsih membuka nasi bungkus dan menikmati pelan-pelan. Hanya lauk tempe sama oseng teri. Ia harus berhemat karena uangnya tidak banyak.Pas ke sini sempat menjual cincin seharga satu juta. Buat bayar kos, beli majic jar dan makan sehari-hari. Kini tinggal 300 ribu.POnselnya berdering. Darsih mengangkat dengan malas. Nama yang tak asing lagi.“Mbak, ini Mario. Tolong emasnya itu kasih temanku. Nanti jam tiga sore ditunggu di depan pasar. Dia sopir truk. Malam ini mau berangkat ke Mojokerto, biar nanti dikasihkan kepada Mas Pram.”Darsih tertegun sejenak. Enak sekali Mario ngomong. Ia segera teringat sama Malika yang kekurangan uang saat ini.“Gimana Mbak, bisa kan?” “Eemm... jauh Mas. Kutung
Siang itu, seorang perempuan berjilbab keluar dari minimarket menenteng dua tas belanjaan. Tiba di tempar parkir celingukan mencari seseorang. Akhirnya ia duduk di bawah pohon. Membuka ponsel dan memencet nama Pramono.“Oohh iya... dia kan tidak pegang ha-pe. Ternyata pelupa juga Mas Pram ini,” gumamnya dan menaruh lagi dalam tas kecilnya.Tak lama kemudian Pramono datang dari pertokoan di depan mini market. Tangannya membawa kresek hitam dan kotak ponsel. Wajahnya yang kuning berseri-seri. Dilihat sekilas Pramono seperti memiliki darah Jepang. Rambutnya lurus dengan hidung tinggi. Namun matanya lebar.Dahi Nana berkerut melihat benda di tangan Pramono, “Lho... Beli ha-pe baru?" “Oohh... zaman sekarang Dik, tidak ada ha-pe seperti hidup di zaman purba. Tidak bisa menghubungi rekan bisnis untuk bertukar info kerjaan. Tidak bisa menerima telpon dari anak-anakku. Tapi ada baiknya juga. Tiga hari tanpa ha-pe bisa baca buku dan majalah sepuasnya, he he he...” “Hobi yang bermanf
Tidak ada jawaban. Terdengar suara berisik di seberang telpon. “Marioo... dengar aku kan?” Malika mengeraskan suaranya.“Maa-aaf... aku masih ada pertemuan dengan seseorang. Iii-ya mbak. Pokoknya special buat kakakku. “ “Barusan aku telponan sama Papa?”“Ooohh... baguslah kalau begitu. Kemarin kusuruh Papa meluangkan waktu untuk menghubungi Mbak Lika. Papa sekarang sibuk di kebun, mengurusi kayu sengon.” “Iya. Tadi Papa bercerita banyak tentang pohon sengon yang ditanamnya. Sudah berumur delapan tahun. Harus dikurangi pohonnya biar yang lain bisa tumbuh besar. ““Tanahnya papa ada di mana saja sih, Mbak?” “Di Mojokerto ada dua hektar. Sama di Pasuruan juga dua hektar. Yang di Pasuruan satu hektar ditanami pohon jati. Tapi masih muda, baru umur lima belas tahun…”“Jati umur segitu masih muda?” potong Mario heran. “Iyalah. Buruh waktu tiga puluh tahun ke atas untuk mendapatkan jati yang besar dan bagus. Kalau sengon umur sepuluh tahun sudah bisa dipanen...”“Dua tah
Siang itu Adam dan kru film pendek bersiap pergi ke tempat sooting. Malika mengajak Putu Astari. Wanita berbodi semlohai itu senang sekali bakalan mendapat pengalaman baru. Bahkan ia rela libur jualan dua hari ke depan. Dengan semangat 2022, Putu Astari membantu menaikkan semua properti dan perlengkapan ke dalam truk kecil yang dipinjam Anton dari temannya. Anton bagian menata di dalam truk. “Tangkap Maass...!” seru Putu Astari mengangkat kardus ukuran sedang ke arah Anton. “Jangan dilempar, Mbak. Itu isinya lap top sama lensa!” Anton berseru mencegahnya.“He he, bercanda kok.” Sedangkan Malika masih sibuk menyiapkan bahan makanan yang akan dibawa. Dipastikan cukup selama tiga hari dua malam di tempat sooting. Wajahnya berbinar-binar. Merasa diri kembali muda. Teman-temannya Adam yang lain sudah berada di lokasi sooting sejak kemarin. Kali ini Malika mengenakan celana dan hem panjang. Lokasi soting berada di pedesaan dan tepi hutan. Kurang bebas gerakny
Darsih tidak mau meratapi nasib. Ia tahu apa yang dialami sudah menjadi suratan takdir dari Yang Maha Kuasa. Dirinya tinggal menjalani. Ia bersyukur masih hidup, masih ada makanan yang disediakan oleh penculik. Waktu senggang yang melimpah digunakan untuk menambah ibadah salatnya. Ngajinya meskipun hanya lewat Juzama kecil. Air cukup banyak meskipun kamar mandinya tanpa pintu. Setiap hari Darsih masak, dan bersih-bersih. Darsih baru menyadari ponselnya tidak ada ketika mengambil baju ganti di dalam tasnya. Mereka telah menyitanya. Selama tiga hari mereka tidak pernah datang. Sepanjang hari itu pula Darsih terus memasak singkong. Dibakar, direbus. Digoreng. “Tiap hari makan singkong, bisa meletus perutku.” Benar saja. Tiap saat suara letusan keluar. Mengeluarkan gas dari area pembuangan. Untunglah lampu bisa menyala. Jika tidak, Darsih sudah mati ketakutan di dalam gudang. Apalagi pernah malam-malam pintu diketuk orang. Terus suara langkah berat di luar menge
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen