All Chapters of Terjerat Pesona Vampir Tampan: Chapter 61 - Chapter 70
106 Chapters
61. Misteri Cahaya Merah
Shada berdiri saking terkejutnya. Kedua matanya mengerjap cepat. Cahaya merah itu dari beberapa hari lalu sudah menakutinya. Dari mana asal sinar tersebut?Sontak Shada berlari memasuki kamarnya. Ia mencari Ruth. Setelah menuruni beberapa anak tangga dan melihat Ruth sedang memasak, Shada memberitahunya dengan wajah yang sudah pucat pasi."Ruth, aku melihat cahaya itu lagi!"Ruth menghentikan kegiatannya. Ia memutar tubuh sambil memasang wajah heran. "Cahaya apa?" tanyanya masih kebingungan.Shada tergegau, ia belum menceritakan hal itu sama sekali kepada Ruth. Dengan panik, Shada langsung menarik tangan Ruth."Sini aku tunjukkan kepadamu," ujarnya masih erat memegang tangan Ruth."Eh, tunggu. Aku sedang memasak, nanti gosong." Ruth melepas pegangan Shada, lantas menuruni tangga demi mematikan kompor.Setelahnya, ia berlari menyusul Shada yang masih menunggunya di tangga. Mereka berjalan beriringan menuju balkon. Seketika angin kencang menyambut mereka.Cahaya itu masih ada. Berpendar
Read more
62. Apa yang Sedang Kau Lihat?!
Pagi ini cuaca sangat cerah. Diselingi oleh burung-burung yang melayang bebas di udara yang cukup sejuk. Sesekali terdengar burung-burung itu mencericip menyukakan hati.Mobil Demian melesat membelah jalanan kota Toronto. Pagi yang cukup ramai bersamaan dengan jam-jam orang bekerja. Entah kenapa Shada senang. Suasana pagi cerah yang tak terlalu panas membuatnya selalu bersemangat. Beberapa kali ia sempat menikmati daun pepohonan yang mulai kecokelatan lalu berguguran.Ini sudah 45 menit sejak mereka meninggalkan kota Toronto. Semakin lama, udara di sekitar mereka semakin dingin. Shada juga menyadari pepohonan tinggi yang mulai meranggas memenuhi sisi kanan dan kiri jalan.Demian mengemudikan mobilnya sangat cepat. Roda mobilnya menghasilkan angin setelah melewati jalan sehingga membuat daun-daun yang berguguran terhempas bebas.Dahi Shada berkerut. "Ini dimana?"Shada mengedarkan pandang menyapu alam yang berada di luar mobil. Tempat yang cukup indah, namun belum ia kenali. Shada belu
Read more
63. Jangan Mengintip!
"Bra ungu?" papar Demian santai, membuatnya langsung mendapat sebuah tamparan keras di pipi kirinya.Sontak Shada membalikkan badan. Di wajahnya muncul semburat merah. Ia menekuk wajah, merutuki setiap perbuatannya tanpa alasan yang jelas.Ini sangat memalukan! Erangnya dalam hati.Demian mengusap wajahnya panik. Kedua pipinya juga memerah ikut menanggung malu.Keduanya menjadi bingung. Shada yang tak membawa pakaian ganti, sementara Demian akan membawa Shada ke dua tempat lagi. Tidak mungkin Shada ia bawa dalam kondisi seperti itu.Mereka hening selama beberapa detik karena pikiran masing-masing. Shada menggigit jari sambil mengerutkan dahinya.Demian lalu teringat di dalam mobilnya terdapat kaos. Namun, ia sempat ragu karena kaos itu merupakan kaos untuk promosi."Hmm, Shada. Sebenarnya di mobilku ada kaos. Tapi..."Shada membalikkan badan dan merapatkan jaketnya. Ia menaikkan kedua alis menunggu ucapan Demian yang sempat menggantung."Tapi apa?""Itu kaos milik temanku," jawab Demi
Read more
64. Lama Tak Bertemu Manusia
"Mom, tolong kendalikan dirimu," ucap Demian memperingatkan.Sementara itu, Demian dapat merasakan tubuh Shada yang bergetar ketakutan di belakangnya.Ellene tergegau. Ia berusaha untuk menguasai pikirannya. Maklum, sudah lama sekali ia tak bertemu dengan manusia. Terakhir kali saat ia menemukan Ruth di jalanan."Oh, ah, iya. Dia siapa?" tanyanya kemudian kepada Demian. Kedua alisnya terangkat menunggu penjelasan pria itu."Shada, temanku. Ngomong-ngomong, aku sudah menepati janjiku."Ellene langsung mengendurkan wajahnya. Ia paham apa yang dimaksud Demian. Ternyata wanita ini yang membuat anaknya banyak berkorban dan akhirnya berurusan dengan dunia manusia. Ellene mengangguk lalu menatap Shada lamat-lamat.Bulu kuduk Shada meremang. Dipandang seperti itu, dirinya justru semakin ketakutan. Dan tadi apa yang dikatakan Demian barusan? Menepati janji ibunya? Jangan-jangan ia menjadi tumbal di rumah ini."Kau jangan berpikir macam-macam. Kami tidak akan membuatmu menjadi santapan di sini,
Read more
65. Bangkitnya Mike
Kedua telapak tangan Shada mulai berkeringat. Membayangkan wajah Mike tadi begitu menyeramkan di benaknya. Shada beringsut saat Mike melempar pandang ke arahnya lagi. Ia bergerak tak nyaman sambil memasang kewaspadaannya kembali.Hidung Mike kembang-kempis mencium aroma lezat yang menguar dari dapur. Lantas ia mengalihkan pandangnya ke arah Ellene di sampingnya."Wangi apa ini, Mom?"Ellene tergelak, sembari mencubit hidung mancung Mike. "Kau ini. Tahu bau makanan saja langsung bangun. Itu kakakmu sedang membuatkan makanan untuk kita."Mike mengernyit. "Benarkah Demian masak?" Ada rasa menaruh harap karena ia sangat merindukan masakan kakaknya tersebut.Ellene mengangguk mengiyakan. "Yups, benar. Kau tidak sabar untuk makan ya?" tebak Ellene penuh tawa."Sudah lama aku tidak merasakan masakan Demian, Mom." Kedua mata Mike berbinar. Shada yang menyaksikannya cukup terperanjat. Ternyata lelaki yang menyeramkan tadi ada sisi imutnya.Lalu setelah Shada amati kembali, Mike tampan dan lebi
Read more
66. Mengendalikan Jennifer
"Maafkan aku, Mike. Aku tidak tahu." Demian mengangkat kedua tangannya. Ia sedang berdebat dengan Mike."Itu salahmu! Kau datang di waktu yang tidak tepat. Padahal aku cuma menyentuh kulitnya saja! Makanya kau tanya dulu jangan asal percaya dengan persepsimu sendiri!"Demian mendesah panjang. "Iya-iya, Mike. Jangan ngambek. Tadi aku datang hanya untuk mengabari kalian kalau makanan sudah siap."Demian tak henti-hentinya berusaha menjelaskan kepada Mike yang marah. Kini mereka berempat sedang menuju ruang makan. Ellene hanya menggeleng menyaksikan pertengkaran mereka. Sedang Shada diam karena lebih banyak terpukau dengan ornamen di sekelilingnya.Mereka lantas duduk di kursi masing-masing. Shada duduk tepat di samping Ellene, juga berseberangan dengan Demian. Demian dan Mike yang duduk bersebelahan masih sempat berdebat. Demian tak putus asa membujuk adiknya itu agar tidak marah lagi.Di tengah-tengah mereka, banyak sekali makanan yang tersaji oleh hasil karya tangan Demian. Beef steak
Read more
67. Perjanjian dan Ancaman
Jennifer memandang ke jendela. Kota Toronto belum juga istirahat meskipun menjelang petang. Setelah berhenti di sebuah hotel mewah bintang 5, ia turun dari taksi lalu menaikkan tasnya ke pundak.Dengan gontai ia berjalan menyusuri lorong panjang bernuansa emas, kemudian berdiri di depan sebuah pintu dengan kombinasi nomor yang terpampang di sana. Tanpa berpikir, Jennifer memasukkan sebuah kartu tipis sehingga pintu dapat dibukanya.Hening. Ruangan lebar itu temaram dengan pencahayaan minimalis. Sejujurnya ia heran kenapa Max menyukai pencahayaan redup seperti ini. Mungkinkah pria itu memang butuh ketenangan?Jennifer menajamkan telinganya. Ada suara shower bergemericik di dalam. Tanda Max mandi, batinnya. Ia lantas duduk di tepi ranjang sambil meletakkan tasnya.Tak berselang lama Max keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai balutan handuk putih menutupi tubuh bagian bawahnya. Pria tersebut keluar dengan santai, tidak terkejut sama sekali saat melihat Jennifer sudah ada di sana ke
Read more
68. Kamar 404
"Apa yang kau lakukan?!" Pertanyaan itu lebih ditujukan kepada Max.Shada lalu diam terpaku, tetapi air hangat mengalir begitu saja dari pelupuknya. Sebuah pengkhianatan di depan mata membuat tubuhnya langsung panas dingin. Wajahnya sudah merah padam, sedang hatinya bagai tertusuk tombak panjang.Rasa kecewa, sedih, marah bercampur begitu saja. Leher Shada seperti tercekik, dadanya bagai dihantam batu kilangan. Shada bahkan tak bisa bernapas selama itu. Hanya bahunya yang naik turun cepat yang dapat ditangkap oleh Demian di belakangnya. Demian memalingkan muka, tak tega melihat Shada yang begitu kesakitan. Setengahnya, ia juga tak kuat menyaksikan kejadian yang sangat memalukan itu."Brengsek! Max, keluar!" Shada berteriak di tengah tangisnya.Pria yang sedang telanjang di atas ranjang kini terlihat kelimpungan memakai boxer dan celana panjangnya. "Shada, Shada! Tunggu! Aku ingin menje—""Apa! Hubungan kita sudah selesai!" potong Shada dengan emosi membuncah.Sambil menahan tangisnya
Read more
69. Bodoh!
Akhirnya mobil Demian telah memasuki halaman rumah Shada. Tak perlu menunggu lama, Shada langsung melepas sabuk pengaman dan keluar saat mobil berhenti.Demian melihat Shada dengan tatapan khawatir. Karena bingung apa yang harus ia lakukan untuk menghibur Shada, maka ia ikut keluar dari mobil lalu mengikuti Shada.Shada menoleh ketika tahu Demian berada di belakangnya. "Demian, maaf. Aku butuh waktu untuk sendiri dulu," tolaknya halus, kemudian melanjutkan langkahnya memasuki rumah.Demian mematung. Ia menghela napas tiap mengingat guratan sedih di wajah Shada."Come on, apa yang harus kulakukan?" Demian menyugar rambutnya frustasi. Namun beberapa saat kemudian, ia memutuskan untuk pulang ke rumah.Shada menaiki satu per satu anak tangga dengan tak bertenaga, seakan dirinya seperti sebuah tubuh tanpa nyawa. Bahkan mimik wajahnya pun sekarang seperti mayat hidup, pucat dan dingin.Ruth yang tengah tertawa karena acara komedi kesukaannya langsung terpegun melihat Shada yang tak seperti
Read more
70. Sebuah Foto di Dompet Demian
"Kuharap kau tidak akan membuatku kecewa lagi," tekan Robert dengan tatapan tajam.Max menunduk tak berani memandang ayahnya. Dari tadi napasnya seperti tercekik. Berbalik keadaan, Robert justru dengan leluasa mengunjamkan kedua matanya. Rasa geram, marah dan kecewa menjadi satu. Robert juga masih tak percaya jika Max bisa melakukan hal bodoh bahkan saat pernikahannya tinggal empat hari lagi."Wanita itu harus Shada," sembur Robert lagi. Kali ini membuat Max mendongak. Kedua mata biru terang tersebut bertanya-tanya.Tidak ada yang bisa Max keluarkan kecuali sebuah dengusan di tengah napasnya. Selama ini Robert dan Morris selalu bersikap seenaknya, memperlakukan Max seperti boneka yang kapanpun bisa dimainkan. Dari dulu, mereka selalu menekan Max untuk mendekati Shada—meskipun jika tanpa disuruh pun ia memang sudah menyukainya dari awal.Tetapi sampai sekarang baik Robert atau Morris tidak ada yang pernah memberitahu alasannya. Max sadar, selama ini ia terlalu menjadi anak penurut tanp
Read more
PREV
1
...
56789
...
11
DMCA.com Protection Status