All Chapters of Istri Dekilku Anak Sultan: Chapter 41 - Chapter 50
431 Chapters
Bab 41
"Siapa nama anda?" tanyaku pada seorang laki- laki muda yang duduk pada salah satu sofa di hadapanku. "Saya Hafiz," sahutnya singkat seraya agak menunduk. "Ustad Hafiz?" tanyaku lagi pada laki-laki yang direkomendasikan oleh Bu Nuri sebagai pelatih ilmu beladiri untukku. "Panggil Hafiz saja, Nyonya!" pintanya. "Apa benar Anda salah satu ustad di pesantren Darussalam?" selidikku. "Betul, Nyonya." "Panggil Shinta saja!" pintaku padanya yang mungkin seumuran denganku. Bu Nuri sudah mengenal Hafiz sejak lama. Karena Raka rutin berkunjung ke pondok pesantren Darussalam tiap tiga bulan sekali. Raka juga salah satu donatur tetap di pesantren khusus yatim dan dhuafa itu. "Kapan saya mulai bisa melatih?" tanya laki-laki bertubuh tinggi tegap itu tanpa menoleh padaku. "Secepatnya. Kalau perlu kita mulai hari ini." "Apa? Hari ini?" Hafiz terlihat agak terkejut. "Ya. Kenapa? Kamu nggak bisa?" "B-bisa," sahutnya terbata. "Oke. Sementara kamu boleh tinggal di sini. Nanti Bu Nuri akan
Read more
Bab 42
Para staf dan karyawan semua berdiri dan mengangguk sopan ketika aku memasuki ruangan setiap divisi. Saat ini aku mengenakan stelan celana panjang putih dengan blazer panjang hingga selutut berwarna salem muda. Dengan hiasan scraf berwarna salem soft bermotif abstrak pada leher. Hijab model segiempat yang praktis membuat tampilanku lebih simple namun elegan. "Berapa karyawan yang masuk dalam divisi marketing ini, Pak Safiq?" tanyaku ketika kami memasuki ruangan divisi marketing. "Untuk cabang selatan ini sekitar lima puluh orang, Bu. Sebagian besar adalah karyawan baru yang masih dalam percobaan selama enam bulan." Beberapa karyawan dari divisi marketing menyapaku ramah. Namun ada seseorang yang menatapku tak suka. Wanita cantik dengan rambut bergelombang itu terus menatapku tajam. Perlahan aku menghampirinya. Sepertinya dia menyadari kedatanganku. "Ada masalah dengan Saya, Saudari Mela?" tanyaku tegas seraya menaikkan alisku pada wanita itu. Tiba-tiba wajahnya tertunduk. Kal
Read more
Bab 43
"S-saya m-mohon ...! S-saya jangan dipecat ...!" pintanya terbata-bata dengan tatapan penuh harap. Wajah mantan suamiku itu memucat. Tubuhnya gemetar. "Berapa jumlah uang yang Dia gelapkan, Pak?" "Ini data-datanya, Bu." Pak Safiq menyodorkan sebuah map padaku. Aku membuka map biru itu dan mulai melihat isinya. "Apa? Sepuluh juta?" sentakku setengah berteriak dan melotot pada Alif. Laki-laki yang dulu sering menghinaku dengan kata-kata istri dekil itu tertunduk, tak berani menatap netraku. Keringat menetes dari keningnya. Padahal AC di ruanganku cukup dingin. "Anda karyawan baru di sini, bahkan masih dalam tahap percobaan. Sungguh keterlaluan! Saya tunggu dalam waktu tiga hari, Anda sudah harus mengembalikan uang itu kepada perusahaan!" tegasku. "Tiga hari? T-tolong Shinta ... eh ... Bu Shinta! Tiga hari terlalu singkat. Apa tidak bisa ditambah?" tawarnya seenaknya. "Saya tidak peduli. Pokoknya Anda harus kembalikan uang itu pada perusahaan maximal dalam tiga hari!" tegasku la
Read more
Bab 44
Segera kupercepat langkahku. Semoga saja dugaanku benar. "Selamat siang!" "Selamat siang, Bu Shinta!" sahut mereka seraya menggangguk sopan. "Aku mau masuk," ujarku seraya membuka pintu ruang ICU . "Suster, bagaimana kodisi suami saya?" tanyaku pada salah seorang perawat, sambil memakai pakaian khusus untuk masuk ruang ICU. "Pak Raka tadi sempat sadar dan minta dihubungi Ayahnya." "A-apa? Ayahnya? Kenapa suster tidak menghubungiku atau meminta pengawal untuk menelponku?" Tanpa menunggu jawaban dari perawat itu, Aku gegas masuk ke kamar Raka.. Aku nyaris terlonjak ketika melihat laki-laki yang juga memenuhi pikiranku beberapa hari ini. "Maira ..." "Ayaah ..." Sontak aku menghambur ke pelukan laki-laki yang begitu aku rindukan selama bertahun-tahun. "Ayah ... kapan datang?" "Baru saja, Nak. Ayah langsung ke sini mendengar Raka kecelakaan." "Siapa yang menghubungi Ayah?: "Rumah sakit,, Nak. Raka yang meminta Ayah ke sini." "Astaghfirullah ...Mas Raka !" Aku tersentak d
Read more
Bab 45
"Assalaamualaikum" "Waalaikumsalam, Non Shinta." Bu Nuri membukakan kami pintu. "Nuri ...!" "Astaga ... Tama ...!" Aku terheran melihat raut wajah keduanya.Ayah dan Bu Nuri saling kenal? Tapi bisa saja. Bukankah Bu Nuri sudah bekerja pada keluarga Raka sejak suamiku itu balita? Bisa saja Ayah mengenal Bu Nuri karena sering bertemu dengan keluarga Raka. Tapi ... Mengapa panggilan mereka satu sama lain seperti itu? Mengapa Bu Nuri memanggil Ayah dengan sebutan Tama? Aku menatap curiga pada keduanya. "Bu Nuri kenal dengan Ayah?"tanyaku seraya menyipitkan mata dan mengernyitkan dahi. "Sejak kapan ayah mengenal Bu Nuri?" Keduanya tampak gugup. Aku semakin yakin ada yang mereka sembunyikan dariku. "Te-tentu saja Ayah kenal, Bu Nuri bekerja pada keluarga Om Gunansyah sejak Raka kecil. Ayah dan Bundamu sering berkunjung ke sini," jawab Ayah sedikit terbata, namun sepertinya langsung bisa mengendalikan diri. Sementara Bu Nuri tampak sudah bisa menguasai dirinya. Wanita itu menata
Read more
Bab 46
"Ayah ...?" "Eh ... ya. Ayah pernah melakukan kesalahan yang fatal sampai menyakiti hati Bunda. Hingga kakekmu sangat murka pada Ayah," lirihnya "Kesalahan? kesalahan apa, Ayah?"cecarku penasaran. "Maaf, Ayah belum bisa cerita saat ini. Semua sudah berlalu." Aku membuang napas kasar. "Baiklah." sahutku kecewa. "Lalu siapa yang membawaku ke panti? Dan di mana Ayah selama ini.?" "Ketika itu, Ayah dan Bunda beserta kamu selalu di teror dan di kejar-kejar oleh orang-orang yang menghianati kakekmu. Ketika itu kamu masih berusia tujuh tahun. Seseorang berhasil menculikmu hingga bertahun-tahun. Tak lama setelah kamu menghilang, Bunda meninggal karena sakit, tak sanggup berpisah denganmu." "Bunda ..." lirihku. Tanpa terasa air mataku luruh teringat akan Bunda. "Orang-orang itu terus meneror dan berusaha membunuh Ayah. Hingga Om Gunansyah - papanya Raka membuat rekayasa seolah-olah Ayah meninggal karena kecelakaan. Selama ini Ayah tinggal di sekitar pesantren di daerah Bogor. Sejak
Read more
Bab 47
Pov AlifSial! Sombong sekali mantan istriku itu. Mentang-mentang sekarang sudah menikah dengan orang kaya. Apa dia lupa dulu numpang hidup dengan siapa? Aku tidak terima direndahkan seperti ini. Gara-gara perempuan itu aku jadi hidup susah. Aku harus cari cara untuk membalasmu, Shinta! Setelah keluar dari ruangannya, Aku putar otak berpikir bagaimana caranya agar tidak jadi dipecat. Sepertinya aku harus ceritakan ini pada Mela. Karena uang perusahaan yang aku pakai itu sebagian juga dia yang pakai. Kemudian aku pun melangkah menuju ruang divisi pemasaran untuk menemui istriku itu. "Apaa? Sepuluh juta? Untuk apa uang sebanyak itu? Kamu selingkuh, ya?" teriak Mela seraya melotot padaku, hingga teman-teman seruangannya menoleh pada kami. "Kamu selingkuh, ya? Awas ya!" ulang istriku itu lebih pelan. "Selingkuh apaan, sih? Itu uangnya juga sebagian aku kasih ke kamu." bisikku geram. "Ah, bodo amat! Pokoknya aku nggak mau ikut campur sama utang-utang kamu itu," ketus Mela seraya m
Read more
Bab 48
Ya, dulu aku menikahi Shinta hanyalah karena butuh uang. Jadi cukup dengan menikahi perempuan itu secara siri, Bang Boman akan memberiku uang banyak. Entah apa maksud dan tujuannya aku tidak peduli. Aku tidak tau untuk apa Bang Boman melakukan itu kepada perempuan miskin yang sejak kecil tinggal di panti asuhan itu "Hey kampr*t! Kami sudah lama tahu dia ada di mana. Dasar bodoh! " sahutnya seraya terbahak-bahak. Ah, sial! Ternyata aku terlambat. "Wanita itu adalah atasanku di kantor saat ini, Bang. Aku juga tahu dimana dia tinggal." Aku terus berusaha agar anak buah Bang Boman itu mau menerima informasi dari aku. Sejenak laki-laki itu terdiam. Namun terdengar suara bisik-bisik seperti sedang kompromi. "Hey Laki-laki bodoh, kamu pasti sudah jatuh miskin. Hahaha ...! Kurang ajar! Kini mereka malah mentertawakanku. Seandainya saja aku nggak butuh uang, sudah kuputuskan sambungan ponsel ini. "Kalau kamu butuh uang, kamu harus mau bekerja dengan kami. Bos Boman akan memberimu uang.
Read more
Bab 49
Aku mengurungkan niatku untuk menghampiri Ayah. Ada hubungan apa sebenarnya di antara Ayah dan Bu Nuri? Walaupun pintu kamar itu sedikit terbuka, rasanya kurang pantas jika mereka hanya berdua saja di dalam kamar. Apakah Ayah telah menghianati Bunda? Aku tidak bisa mendengar pembicaraan mereka. Sebaiknya aku pura-pura tidak tahu saja. Akan aku selidiki nanti. Sejak awal aku merasa ada yang di sembunyikan oleh Bu Nuri. Tampaknya ada banyak hal yang wanita itu ketahui. Perlahan kakiku melangkah menuju taman belakang. Hafiz sudah menunggu di sana. Tampak laki-laki itu sedang melakukan pemanasan. "Assalamualaikum." "Waalaikumsalam," sahutnya"Apa kita bisa mulai latihan malam ini, Fiz?" "InsyaAllah bisa. Kita mulai lafihan fisik dulu," sahutnya. Hafiz mengarahkan gerakanku dari jarak sekitar dua meter di depanku. Laki-laki ini selalu menjaga pandangannya. Selalu menunduk atau melihat ke arah lain jika berbicara padaku. "Hafiz, Apa kamu mau membantuku?" tanyaku setelah kami selesai
Read more
Bab 50
Pagi-pagi sekali aku telah bersiap untuk ke kantor. Namun pagi ini rencanya ingin singgah dulu ke rumah sakit. Jika memungkinkan, Aku ingin merawat Raka di rumah saja. Kali ini Ayah tidak ikut. "Tidak sarapan dulu, Non?" Bu Nuri menghampiriku di teras. "Nanti saja, Bu. Aku mau ke rumah sakit." "Bawalah ini Non! Mungkin Non Shinta bisa sarapan di mobil. Sejak semalam Non Shinta tidak makan." ujar wanita yang selalu tampil rapi itu seraya menyodorkan sebuah kotak makanan dan sebotol minuman jus buah. Tatapannya begitu teduh. Astaga! mata itu ... kenapa sangat mirip dengan ... Apa mungkin mereka ada hubungan keluarga? "Terima kasih Bu Nuri. Ibu sangat perhatian sekali," sahutku seraya tersenyum dan meraih kotak makanan dari tangannya. Wanita yang keibuan namun tegas itu tersenyum padaku. Senyum yang meyejukkan. Membuatku teringat akan Bunda. "Tolong katakan pada Ayah kalau aku berangkat ya, Bu. Sepertinya setelah salat subuh tadi ayah tidur lagi," pesanku padanya sebelum masuk ke
Read more
PREV
1
...
34567
...
44
DMCA.com Protection Status