All Chapters of Hanya Karena Tak Berpendidikan Tinggi: Chapter 11 - Chapter 20
143 Chapters
BAB 11 Dicaci Di Rumah ibuku
"Han? Kamu di tampar Jimy?" Ibu bertanya dengan bola mata yang sudah berkaca-kaca. Ia seperti merasakan kesedihan. Aku tak bisa bicara apapun. Tangis kecil, hanya itulah yang mampu kuperlihatkan."Ya Gusti!" Ibu menangis.Padahal aku telah mengompres pipi saat itu juga dengan air dingin supaya memarnya tak terlihat. Tapi, Afni malah bicara pada ibu. Dia juga pasti sangat iba denganku sampai-sampai ia ikut bicara."Ibu gak nyangka suami kamu sekasar itu, Nak. Ibu gak nyangka." Kini air mata ibu mulai bercucuran. Dia pasti sangat sedih mendengar nasibku yang amat buruk ini.Afni berlari memeluk neneknya. Pun dia menangis. "Tolong Ibu jangan suruh Hanah kembali, Bu. Hanah tak mau kembali pada keluarga itu, Bu." Aku mengecup punggung tangan ibu sambil menangis."Ibu tidak akan ikut campur, Nak. Semuanya terserah kamu. Kamu yang menjalankan. Ibu hanya doakan yang terbaik untuk kalian. Jika kalian masih berjodoh, semoga Jimy berubah." Itulah kata-kata ibuku. Tidak ikut mengompori layaknya i
Read more
BAB 12 Curhat
"Han, ini baju hasil design kamu. Gimana menurut kamu pas sudah jadi kayak gini?" Tak kusangka apa yang dikatakan Resti itu benar. Baju rancanganku sudah ada yang selesai di jahit. Keseluruhan lumayan bagus ternyata."Ini beneran?" "Boongan."Aku terkekeh kecil."Ya iyalah. Coba, menurut kamu gimana? Menurut aku sih ini sangat bagus untuk design awal kamu. Apalagi nanti kalau kamu sudah ahli dan lebih mendalami." Resti mulai memuji karyaku."Nah ini juga. Sengaja aku ingin lihat design baju kebaya kamu. Ini sih belum selesai. Masih tujuh puluh persen. Tapi ini udah oke banget, Han? Apalagi kalau udah seratus persen. Masih cuma kain saja ini udah cantik. Aku gak nyangka loh kamu bisa sefasih ini dalam mendesign pakaian."Aku masih mematung menatapi sebuah kebaya berwarna putih hasil rancanganku. Aslinya seindah ini? Memang ini sesuai imajinasiku. Sungguh cantik. Apa Resti berkata hanya untuk menyenangkanku atau memang ya ini bagus?"Han?" Ia mengagetkan. "Res? Ini beneran designku?"
Read more
BAB 13 Dasar Orang Gila
"Mas Jimy?"Aku kaget. Ternyata mobil yang membunyikan nada nyaring itu adalah milik Mas Jimy. Aku mengatur nafas dan beristighfar. Untuk apa dia kemari? Apa dia akan ambil paksa Afni? Tidak akan. Aku tidak akan membiarkan dia merebut anakku. Iya kalau kelakuan mereka baik pada Afni, bagaimana kalau tidak?"Hanah? Lagi ngapain? Panas ini! Gak bawa kendaraan?" Astaghfirullah. Sejak kapan Mas Jimy jadi tukang mengejek."Kamu jangan ejek aku, Mas. Kamu tahu sendiri aku tidak punya kendaraan." Kujawab santai. Ada ibu-ibu yang lain pun bersamaku. Mereka sama-sama menunggu anaknya. Karena anak kami masih duduk di bangku kelas satu, jadi kami masih antar jemput dan menunggu mereka. Khawatir.Mas Jimy turun dari mobil. Pun ternyata dia bersama wanita selingkuhannya. Hemh, dasar tak tahu malu."Siapa, Mbak?" tanya seorang ibu yang memang sudah kenal denganku sejak kami menunggu anak-anak."Ehm. Suami saya, Bu, tapi sebentar lagi juga jadi mantan," jawabku pelan. "Oh." Ia hanya mengangguk tak m
Read more
BAB 14 Ingin Gantung? Aku tak Takut
[ Mas, mana surat cerainya? Sudah satu Minggu kok belum datang?] Aku mengirimi pesan untuk Mas Jimy. Menunggu surat dari pengadilan untuk panggilan sidang pertama kami.Kukirim langsung.Centang dua. Masih warna abu. Sudah sepuluh menit menunggu baru ada balasan. Sejenak sambil menunggu aku memotong sayuran untuk di masak sore ini. Afni sedang bermain di luar sambil menemani neneknya.[ Aku gak ke pengadilan. Aku akan menikah dengan Tika satu Minggu lagi. Aku akan gantung kamu. Biar kamu tahu rasa. Hahahaha.]Jleb.Emosi ini teraduk mendengar balasan darinya. Benar-benar lelaki kurang ajar. Mau enaknya sendiri.Langsung kubalas.[ Oke, kalau begitu aku saja yang ke pengadilan. Berarti kamu tidak punya harga diri. Aku yang akan bayar uang pendaftaran perceraian kita.]Kubalas cepat dengan syaraf melonta-lonta memaksa mulut untuk berteriak melupakan amarah.Tak lama muncul balasan. [ Terserah. Aku akan gantung kamu. Biar kamu tahu diri. Dasar wanita angkuh.]Melihat balasan darinya, i
Read more
BAB 15 Ipar Kurang Waras
"Tapi ... aku bukan orang yang pintar teknologi."Resti tersenyum. "Aku percaya sama kamu. Jangan khawatir, aku akan siap bantu kamu. Segera mulailah dari awal, Han. Aku yakin kamu bisa."Kami pun saling memeluk. Hingga pada akhirnya perjumpaan kami berakhir. Tak lupa kudoakan pula kemajuan boutique Resti. Begitupun dengan acara launching boutique miliknya yang akan di laksanakan dua bulan mendatang.Tak kusangka, aku seorang wanita berdaster bisa menghasilkan uang sebanyak ini. Apa reaksi ibu kalau dia tahu? Dia pasti bahagia. Dan aku harus lebih belajar lagi supaya ilmuku makin bertambah. Juga mulai sekarang, aku harus hati-hati. Kata Resti, mungkin kelak akan banyak orang yang datang untuk membeli design kita dan mengklaim sebagai design mereka. Tak kusangka Resti sahabatku bisa sebaik ini. Tak aneh bila dia dapatkan pria yang mencintai dan menyayanginya kini. Hingga ia pun di belikan sebuah tempat untuk usaha.Akhirnya, aku bisa menabungkan sebagian uang ini untuk masa depan Afni
Read more
BAB 16 Ibu
"Bu, tadi aku di kelas di kasih hadiah coklat ini. Aku jawab sepuluh pertanyaan dengan benar." Anakku kegirangan di jalan. Sambil menunggu angkutan umum, aku dan Afni berjalan kaki terlebih dahulu."Oh ya?" Aku menggandeng tangannya sejak tadi. Ia berjalan di samping kiri. Supaya terlindungi."Iya." Ia girang. Pantas saja dia membawa sebuah coklat Silverqueen dua bungkus. Aku pikir di kasih temannya."Memangnya pertanyaannya apa?" tanyaku padanya."Tambah-tambahan sama kurang-kurangan, Bu." Ia histeris sekali."Alhamdulillah, Ibu seneng banget kalau Afni mampu jawab pertanyaan ibu guru. Itu artinya Afni sudah belajar dengan baik." Aku memujinya."Oh ya, Bu. Sebentar lagi 'kan ada ulangan akhir semester. Satu Minggu lagi. Kata kak Helen, aku di suruh belajar ke rumahnya. Kalau kak Helen di suruh ke rumah kita kasihan. Takutnya kurang nyaman." Anakku mengutarakan ajakan dari kakak kelasnya Helen."Hem. Tapi rumah kita 'kan udah jauh, Sayang. Ibu khawatir juga ayah kamu nanti bawa kamu d
Read more
BAB 17 Sosok Mobil Yang Sama
"Oh ya, Bu. Hanah ada sesuatu buat Ibu." Aku meraih tangan ibu. Lalu membawa tubuhnya berjalan ke teras dan duduk di kursi bambu."Ada apa?" Nampak ibu penasaran sekali."Sebentar."Aku masuk ke dalam untuk mengambil uang hasil karya design pakaianku. Ibu sudah tahu hobiku menggambar sejak dulu. Bahkan ia pun tahu perihal aku yang iseng-iseng gambar pakaian. Tapi mungkin kini ia sudah lupa."Ini buat Ibu." Aku memberikan sebuah amplop berisikan uang yang jumlahnya tidak begitu banyak, tapi kupersembahkan untuk ibu."Apa ini?" "Di buka saja." Terlihat ibu makin penasaran. Ia mulai membukanya. "Uang?" Ibu kaget. Pandangannya saling mengunci dengan pandanganku."Ini uang apa? Darimana?" tanyanya menyelidik. "Ini kamu pinjam?" Ibu kembali menduga. Namun dugaannya salah."Bu, itu uang hasil karyaku. Ibu tahu sendiri hobiku, kan? Nah, teman aku ada yang adopsi design aku untuk dia tampilkan di butiknya. Intinya, itu sebagian bayarannya. Maaf ya, Bu, tadi aku langsung simpan uangnya. Aku j
Read more
BAB 18 Baju Sarimbit
"Hanah?" Mas Yanto memergoki aku dan Afni di jalan. Kami masih menunggu angkutan umum sepulang dari rumah Pak Zen."Om?" Afni menyapa Om bejadnya."Keponakan, Om!" ujarnya sok lembut. Batin ini masih merasa takut. Kenapa dia selalu saja ada di sekitarku? "Maaf, kami permisi, Mas." Aku pamit."Pintar juga kamu, Han?" celetuknya tiba-tiba saat kaki ini baru saja melangkah meninggalkannya."Pintar?" Kutoleh Mas Yanto dengan heran. Apa dia sudah tahu kalau aku bisa dapatkan uang dari hasil karyaku?"Iya. Sebentar lagi Jimy akan menikah. Kalian belum cerai. Tapi kamu sudah dapat laki-laki saja. Bahkan kamu dapatkan perlindungan darinya, kan? Apa jangan-jangan kamu selingkuh sejak dulu? Tapi kamu sok jual mahal padaku."Jleb.Apa yang dia katakan?"Apa maksud kamu, Mas?" Aku memang kaget dengan apa yang ia utarakan. Alih-alih dugaanku benar mengenai karyaku, tapi ternyata bukan. Dia malah ngomong ngaco."Ah jujur saja. Tapi kamu hebat." Ia malah bertepuk tangan mengejek. Anakku pun heran.
Read more
BAB 19 Dia Akan Menikah
"Buktikan saja kalau kamu bisa hidup tanpa aku. Sudah syukur aku kasih uang makan segitu. Kamu malah sok angkuh. Dan jangan lupa hadir ke pernikahan aku dan Tika. Kami akan menampilkan resepsi yang mewah." Dia bicara dengan jumawa sambil melebarkan sayap. "Ya, memang menurut kamu pantas? Anak kamu tidak kamu kasih nafkah, sedangkan kamu berpesta ria nanti. Mungkin aku hanya akan tertawa. Kamu bisa buat pesta mewah tapi anak kamu, kamu terlantrakan." Komentarku sinis. "Hah! Bicara dengan wanita bod*h macam kamu hanya bikin kesal saja." Dia pergi tanpa pamit. Wajahnya kesal sekali. Dia pasti tak menyangka kalau aku akan setegar ini setelah ia kasih baju untuk menghadiri pernikahannya. Dia masuk ke dalam mobil. Beberapa detik menoleh lalu tancap gas dengan kasar. "Han? Ada Jimy?" Ibu sudah kembali dari warung seberang. Aku mengangguk pelan. "Mau apa?" tanya ibu. Netranya menatap jauh mobil Mas Jimy yang masih terlihat. Belum berbelok. "Dia kasih baju untuk hadiri pernikahannya sama
Read more
BAB 20 Hadir Ke Pernikahan
"Mah? Rumah kita di hias banyak bunga?" Anakku berkomentar. Aku datang berdua bersama Afni. Ibu tidak ikut karena ia bilang lebih baik jualan saja. Takut emosi dan tidak bisa mengendalikannya."Iya. Menikah memang umumnya kayak gini. Banyak riasan," kujawab sambil meneduhkan hati. Surat gugatan perceraian sudah ada di dalam tas. Kini aku harus ikhlas melihat Mas Jimy menikah lagi. Biar ini juga kujadikan bukti ke pengadilan.Entah mengapa anakku malah terdiam. "Kamu kenapa, Nak?" tanyaku seraya mensejajarkan tubuh ini dengannya yang sudah memakai baju yang sama denganku. Baju semi gaun berwarna abu-abu.Kepalanya menggeleng. "Aku punya ibu tiri?" ucapnya membuat hati ini letih. Kamu tahu, Nak?"Sayang, kamu jangan sedih, ya? Kita harus perlihatkan sama ayah kamu kalau kita juga ikut bahagia." Aku mengelus rambutnya yang sudah di ikat dan kuhiasi dengan aksesoris kupu-kupu cantik."Mbak Hanah?" Seseorang menyapaku. "Mbak?" Aku menyapa balik."Saya gak nyangka Mbak Hanah ikhlas di mad
Read more
PREV
123456
...
15
DMCA.com Protection Status