CEO Lumpuh Mengejar Cinta Sang Perawat のすべてのチャプター: チャプター 71 - チャプター 80

"Shya, jika kau telah sembuh, apa tidak mungkin kalian meneruskan pernikahan jadi lebih baik lagi, daripada main kucing-kucingan begini?" protes keras membuka pikiran sahabatnya. Dia menggeleng-gelengkan kepala saking tak percaya, CEO lumpuh itu ternyata enggan mengambil sebuah resiko menjaga keutuhan pernikahan mereka. "Gadis lugu itu jauh lebih sempurna tak seperti mantan tunanganmu! Coba kau hitung sendiri, sudah berapa pria ingin memilikinya, bersaing denganmu huh-?" Mendiang Nizar, Arzu, dan Arya, kemudian yang paling terakhir malah Rashya menjadi pemenang hati gadis sebatang kara. Secara tidak langsung kompetisi telah berjalan dari awal kecelakaan hingga sekarang. Memboyong Zaphira mengikuti suami ke luar negeri merupakan suatu langkah menghindari aura toxic di sekeliling mereka. Namun, mana ada istri yang menginginkan suaminya cacat fisik dan tak mampu memberikan nafkah batin setiap malam, kecuali gadis yang mau bertahan di segala musim pasang dan surutnya kehidupan Ra

Saat keluar rumah sakit, Arya berjalan bersama Arzu untuk membawa adiknya pulang. Semua terlihat lancar dengan adanya perawat baru untuk merawat pasien di rumah. "Lumayan juga tampilannya," pujinya ke gadis yang baru dilihatnya tadi. "Ternyata brengsek macam kau, pintar juga cari kawan seperti dia!" Malam nanti setelah Amelia merawat adiknya, ia akan merayunya habis-habisan. Double jobs, dan gaji besar siapa yang tak tergiur huh-? Have fun, bro-! sindir Arzu dalam hati. Perjalanan menuju kediaman Tuan Adi Hadiningrat tak memakan waktu lama. Ambulance membawa pasien lumpuh dan amnesia, membelah kepadatan mobil di jalan lebih cepat dari biasanya. Marcella ditempatkan di kamar miliknya sendiri, dan ranjang telah diganti dengan tempat tidur rumah sakit. Amelia berusaha membantu pasien nyaman kembali ke rumah, tapi gadis manja itu sering membentaknya. "Ambilkan aku minum, dan rapikan barang bawaanku, taruh di lemari!" menyuruhnya seperti pembantu terus mengikuti kemauannya.

Mobil dikendarai supir Bernard melaju menuju ke pusat perbelanjaan di Montreux. Perintah tuan mafia untuk menemani tamu kehormatan berlaku sejak Rashya dirawat di Clinique tak jauh dari Château Don Maximo. "Nyonya, apa anda ingin berhenti di sebuah boutique saja?" tanya Bernard penuh hormat. Zaphira menoleh ke Bramastra yang ikut mendampingi berbelanja membeli pakaian hangat untuk mereka, "Eh Mas, gimana pendapatmu, itu boutique pasti 'ga murah harganya daripada membeli baju di mall? "Ya 'Ra, belanja apa saja yang kamu sukai, kok malah jadi repot banget! Toh kartu atm suamimu berlaku untuk internasional 'ga usah bingung, tinggal gesek saja!" Bramastra tertawa geli melihat sikap istri Rashya selalu perhitungan soal uang yang notabene sudah menjadi milik gadis itu. Gaji perawat bulanan saja sudah mampu membeli mantel hangat yang mewah. "Ishh sayang 'kan Mas, duitnya bisa buat pengobatan suamiku!" protes Zaphira lagi. Jari pengacara mengetuk dahi gadis lugu yang belum saja pa

Zaphira menikmati pemandangan indah di Jardin Alpin seperti merasakan dunia yang berbeda, begitu segar dan alami. Menghirup nafas dalam-dalam udara dingin menenangkan. "Andai Mas Rashya dibawa ke sini, pasti senang sekali!" gumannya pelan, belum sadar bahaya besar sedang mengancam keselamatannya. Bramastra yang berada di samping mendengar jelas impian istri sahabatnya. "Semoga dia segera sembuh setelah operasi kemarin, dan segera bersama kita lagi." "Iya, Mas. itulah harapanku selama ini," lirih Zaphira. Supir Bernard datang menyela pembicaraan, "Pergilah ke arah sana, lebih banyak keindahan dapat dilihat." Meminta mereka menyusuri jalan setapak dan melewati batu-batu besar yang mengelilingi taman Alpin. "Ah, okay! Ayo 'Ra, kapan kita bisa lagi ke tempat bagus begini, sekali seumur hidup saja kan?" ajak Bramastra. Selepas dua tamunya pergi, Bernard mengontak Louis yang membawa putra Don Maximo Brando. "Kami sudah di jalan setapak Jardin Alpin, bergegaslah kemari!" "Sepul

Montreux Bramastra mengecam keras tindakan Leonardo, bukan karena memeluk Zaphira, tetapi kejadian penembakan di Jardin Alpin tadi sore. Istri Rashya sedang istirahat di kamar setelah sempat kehujanan. Dia berjanji menjaga sahabatnya agar tak khawatir. Di luar chateau tempat mereka menginap, tampak putra Don Maximo masih menunggu. "Bedebah kau! Aku tahu, bukan penjahat yang kalian tembaki di sana, tetapi musuh keluargamu!" Bramastra memaki kesal, terpaksa bersembunyi dibalik batu besar untuk menjaga Zaphira. "Sorry, Bram-!" Leonardo mengajak berbicara di tempat yang aman agar tak terdengar istri sahabat mereka. "Papa menelepon tadi, kalian sudah diikuti sejak keluar dari Clinique hingga ke pusat perbelanjaan." "Oh, shit!" Dia terperanjat. "Lalu, di mana supir Bernard, mengapa dia tak mengantar kami pulang?" tanyanya penasaran. Leonardo merunduk sedih, "Zio Bernard terkena peluru di lengan dan bahu, demi melindungi keselamatan kalian. Naasnya, dia tidak membawa senjata c