MasukIkatan pertunangan kedua anak pengusaha besar terhempas dalam gairah panas pengkhianatan. Mereka menikmati bahagia di atas penderitaan sahabat lumpuh, dengan menguasai gadis tunangan untuk selamanya.
Lihat lebih banyakBau obat begitu menyengat di rumah sakit. Mereka dibawa ke sana untuk perawatan secepatnya. Pakaian Zaphira bersimbah darah bukan miliknya, namun dari pria asing tak dikenal sama sekali.
Perawat menyuruh berbaring sejenak mengobati luka kecil di lengan dan bahunya terlebih dahulu. Sungguh ia tidak sabar menanti kabar dari kamar operasi tentang seorang pria telah menolong hidupnya. Di ruang gawat darurat, dikelilingi dokter dan petugas polisi menanyakan soal peristiwa tabrak lari siang ini. "Nona, siapa namamu? Apa kau mengenal pria yang terluka itu?" Seseorang menginterogasi. "Aa-aku Zaphira," jawabnya gugup. "Aku sama sekali tak mengenal siapa pria yang menolong diriku, dan mendorong jauh ke tepi agar tidak tertabrak mobil tadi." Beberapa pertanyaan diajukan secara beruntun, tapi terlihat tidak membuahkan hasil tentang pelaku tabrak lari yang mengenai kedua korban. Seorang petugas mengontak pusat mengecek jalan cerita disampaikan korban tabrak lari yang luka ringan, sementara korban lain terluka parah masih terbaring di kamar operasi belum diketahui keadaannya. Zaphira memandang kedua petugas sebelum mereka meninggalkannya, "Apa bisa menemukan pelaku yang mengendarai sedan berwarna hitam dengan sengaja ingin menabrak kami berdua?" "Tenanglah, Nona. Semua sedang dalam pelacakan, namun mobil disebutkan tadi sangat familiar dipakai banyak orang, dan kau juga tak mengingat nomor plat mobil pelaku." Korban yang sedang terluka parah di kamar operasi ternyata dari keluarga terpandang di negeri ini. Mereka dapat mengenali dari kartu identitas di dalam saku jas. Betapa menyesal Zaphira mendengar penjelasan tadi. Kejadian tabrak lari itu begitu cepat, dan tak mungkin dia dapat melihat nomor mobil penabrak mereka. Entah bagaimana membantu memecahkan masalah yang hampir merenggut nyawa mereka. Tinggal dia sendiri merenungi diri. Pria asing yang malang sedang meregang nyawa demi menolongnya. "Ouch-!" Ringisan kecil keluar dari mulutnya mencoba bangkit dari ranjang rumah sakit. Benturan bahu ke aspal membuat ngilu. Pengobatan diberikan perawat tadi masih terasa perih di kulit lecet dan terkelupas. Itulah mengapa Zaphira tidak sempat melihat mobil penabrak mereka. Pandangannya teralihkan di saat menaruh sweater di dalam tas. Blus yang dipakai tak berlengan saat hari panas menyengat. Peluh keringat di sekujur tubuh dan melepas sweater, yang akhirnya digunakan mengatasi pendarahan di kepala pria asing itu. "Siapa pria asing menyelamatkan nyawaku?" Zaphira sungguh bersalah. Andai dia tidak mendorong ke pinggir jalan, mungkin akan bernasib sama. Mereka cuma menunggu detik-detik kematian begitu dekat saat itu. "Oh, aku harus mencari tahu tentang penolongku!" Lalu, buru-buru keluar ruang gawat darurat membayar pengobatan rumah sakit ke kasir. Tiba-tiba saja, sebuah panggilan menghentikan langkahnya, dan menoleh ke asal suara tersebut "Hey, Nona!" sapa seorang pria tak jauh darinya. "Ya, Tuan, ada perlu apa memanggilku?" Zaphira berdiri tegang memandang heran ke pria yang tampan berjas kerja rapi elegan. Penampilan dan usia nyaris sama seperti korban tabrak lari yang menolong tadi dari kalangan muda kaum eksekutif kelas atas. "Maaf Nona, mengganggu waktumu. Perkenalkan aku, Nizar, sahabat Rashya. Bukankah kau membawanya ke rumah sakit ini?" tanyanya ingin tahu. "Oh, iya! Aku Zaphira, kami berdua menjadi korban dari tabrak lari seorang pengemudi tak bertanggung jawab. Lalu, bagaimana keadaan sahabatmu sekarang, apa dia sudah sadarkan diri?" Sudah satu jam berlalu dari kedatangan mereka ke rumah sakit, namun belum ada yang memberitahunya tentang kabar pria bernama Rashya seperti disebutkan sahabatnya tadi. Nizar menggelengkan kepala dengan sangat sedih menceritakan kisah awal kejadian sebelum kecelakaan. "Seharusnya tadi aku datang lebih cepat menemuinya untuk makan siang bersama, namun naas sahabatku, Rasyha, malah mengalami kecelakaan tragis." Giliran wajah Zaphira menunduk sayu ikut merasakan kepedihan sama, "Sahabatmu melindungiku dari mobil brengsek itu! Sungguh aku pun menyesal, mengapa dia yang harus terluka parah, bukan diriku!" Seandainya waktu dapat diputar kembali, seharusnya peristiwa mencelakakan mereka tidak pernah terjadi jika berlaku hati-hati. Entah kenapa Rashya mau membantu padahal tak mengenal tentang dirinya sama sekali. "Dokter bilang, sahabatku mengalami pendarahan di otak, dan punggungnya terluka parah akibat ditabrak," Nizar menjelaskan kondisi pasien secara singkat. Dia benar-benar menyesal tak sempat menemui tadi, "Entahlah 'Ra, Rashya dapat bertahan di meja operasi atau tidak, kita harus menunggu berjam-jam sampai operasi selesai nanti!" "Oh, Tuhan, tolong selamatkan dia!" Doa yang dirapal Zaphira berulang-ulang di dalam hati. Tubuh bergetar hebat seperti ketika memegang kepala Rashya di atas pangkuannya. Darah korban belum berhenti mengalir. Sweater coklat tebal miliknya tak mampu meredam luka ikut basah berubah merah. "Hey, apa kau baik-baik saja?" tegur Nizar memastikan kondisi gadis yang menjadi korban tabrak lari bersama Rashya tak mengalami masalah serius. "Jangan khawatir, aku baik-baik saja!" tukas Zaphira meyakinkan. "Tapi, aku ingin tetap menunggu sampai sahabatmu keluar dari kamar operasi. Semoga kau tak keberatan." "Gadis yang cantik-!" Nizar berguman pelan, tanpa sadar menatapnya lekat. Meski pakaiannya berantakan dan cukup sederhana, aura kecantikan gadis begitu terlihat jelas di matanya. "Beruntung benar kau, Rashya-!" Dia mengakui, gadis yang menjadi korban kecelakaan bersama sahabatnya, memiliki nilai lebih dari gadis lain. "Apa tidak sebaiknya aku antar kau pulang saja, 'Ra? Maaf blus-mu mengerikan seperti itu!" ujarnya spontan, ketika memandangi noda darah sahabat membekas di sana. Oh-! Zaphira melirik ke bajunya sendiri, benar-benar dia menakutkan semua orang yang melihatnya dengan kondisi begini. "Ah, iya juga, kau benar! Tunggu sebentar lagi temanku datang membawakan pakaian ganti." "Please, panggil aku nama saja! Kau bukan pegawai di kantor. Ayo 'Ra, duduk di sini dulu menunggu kehadiran keluarga Rashya. Orang tuanya sedang di luar kota, namun tunangannya dalam perjalanan ke sini!" "Oh, pria itu telah memiliki kekasih hati-?" Zaphira mulai cemas berharap tunangannya Rashya menerima keadaan penuh kesabaran. Namun, tidak semudah diduga. Dalam waktu dekat, muncul masalah baru menghantui seperti penampilan dirinya. --------------- Siang tadi. Kepanikan melanda Zaphira yang tidak tahu bersikap bagaimana lagi. Peristiwa tabrak lari tadi begitu cepat saat ingin menyeberang jalan tiba-tiba datang sebuah mobil mencoba menabraknya dari belakang. Beruntung, seseorang tiba menyelamatkan sengaja mendorong Zaphira ke pinggir jalan. Tubuhnya seketika oleng jatuh ke tanah, dia hanya mengalami sedikit luka lecet di tangan dan bahu. Tapi, punggung pria asing itu malah ditabrak keras dari depan mobil yang langsung kabur melarikan diri entah kemana. "Oh, Tuhan! Tolong, tolong, selamatkan dia-!" Zaphira menjerit sejadi-jadinya. Giliran tubuh pria asing yang terbaring di aspal belum bergerak sama sekali. Oh, apakah dia-? Degup jantung berdebar kencang bergegas bangun mendekati. Sekejap saja banyak orang di sekitar untuk menolong memanggil ambulan gawat darurat di siang hari yang terik. Hari yang mencekam dalam kehidupan seorang gadis lugu bernama Zaphira Ayu Lutfiah. ------------ "Brengsek kau, Zar!" seru Rashya tak sabar saat melihat mobil sahabatnya belum tiba. "Aku sudah berada di seberang jalan menunggu kau datang, ku pikir kau lebih dulu tiba!" "Sebentar lagi, Shya! Maaf tadi ada rapat mendadak di kantor. Tunggu 20 menit lagi sampai, kau makan saja dulu, aku segera menyusul!" Nizar menenangkan emosi sahabatnya. Acara makan siang mereka berantakan gara-gara pertemuan klien di kantor sejak pagi tadi. "Segera datang, atau aku tinggal kembali ke kantor!" Rashya mengancam dengan kesal, lalu menyelipkan gawainya ke dalam jas. Saat akan menyeberang jalan, melihat dari kejauhan sebuah mobil melaju berkecepatan tinggi. Seorang gadis berdiri, namun matanya sibuk mengambil di dalam tas, dan tak menyadari datangnya bahaya. "Hey kau, minggirlah cepat!" Setengah berlari Rashya menghampiri gadis itu, dan mendorongnya jauh ke pinggir jalan terhindar dari tabrakan mobil. Namun, malang tak bisa ditolak, untung tidak dapat diraih. Malah dia sendiri disambar hantaman kencang mobil tersebut, dan seketika itu juga rubuh ke aspal tidak dapat diselamatkan lagi. Semua berubah menghitam gelap, dia tak merasakan apapun. Makan siang bersama Nizar gagal total. Rashya sedang terbaring kaku tak bisa bergerak sama sekali. Teriakan seorang gadis meminta pertolongan, dan tangisan kencang sedang memangku kepala korban yang terluka parah mengalami pendarahan hebat tak terdengar lagi di telinganya. Begitu sunyi tanpa kehidupan-! Rashya Afkar Alfarezel sedang berada dalam ambang kematian, bukan lagi pemuda tampan, seorang CEO perusahaan, atau playboy ditemani wanita cantik. Kini, statusnya berubah sekejap menjadi korban tabrak lari yang sedang tak sadarkan diri. ***Kedatangan Rashya disambut senang oleh satpam dan pelayan, dipikir mereka, tuannya kembali pulang ke rumah. Namun, malah berlari ke kamar perawat melihat bukti yang dikirimkan pengacara tadi. Semua utuh benar adanya. Tidak ada satupun dibawa Zaphira sesuai ucapannya seminggu lalu. Dia tak butuh harta darinya meski perceraian di depan mata. Memilih pergi tanpa harus berselisih. Ditemuinya Bramastra di teras belakang, termenung menatap kolam renang luas tidak pernah digunakan lagi oleh pemilik lama, maupun yang baru. "Rara pergi kemana?" tanyanya bingung. Pengacaranya mengangkat bahu. "Bukankah kau yakin dia ada di rumah tadi?" Kedua tangan Rashya mengusap ke wajah menyesali semua. Sungguh di luar nalar, bila Zaphira memutuskan keluar dari rumah yang sudah diberikan untuknya. Seminggu waktu yang cukup melarikan diri kemanapun dia mau, dengan membawa gaji besar sebagai suster, melanjutkan kehidupan tanpa suami dan keluarga. "Apa dia kembali ke kost-an lama, atau ke rumah i
Semalaman Zaphira tak bisa tidur. Rumah mewah dan mewah yang ditinggalkan untuknya, tetapi tanpa cinta di dalamnya. Lalu, beranjak mengambil sebuah koper kecil dan memutuskan untuk pergi. Pakaian lama miliknya dimasukkan dan tidak ada lagi barang berharga dibawa selama dia menjadi perawat. Cincin pernikahan, jam tangan mewah, dan kartu ATM punya Rashya dikembalikan ke laci. Pagi ini dia tampil rapih mengatur sandiwara untuk menghapus jejaknya di rumah ini. Melewatkan masa kenangan penuh suka dan duka. Datang tak membawa apa-apa, dan pulang dengan tangan kosong juga. Bibi Sri sedang memasak di dapur, kaget melihatnya membawa koper. "Nona Rara, mau kemana kok nggak sarapan dulu? Dari kemarin dengar muntah-muntah, dan terus tidur seharian belum makan!" "Iya 'Bi, lagi nggak enak badan, tapi sekarang sudah sehat," ujarnya berdusta. "Semalam Tuan Boss juga pergi lagi setelah pulang dari kantor, kok Nona suster tidak ikut?" tanyanya serius . Zaphira tersenyum merindukan keramahan
Pertengkaran pertama kali terjadi di antara mereka setelah hampir dua tahun menikah. Di kamar tertutup, Rashya melampiaskan emosi ke istrinya. "Kenapa kamu diam saja saat brengsek itu memegang tanganmu huh?" tudingnya tajam. "Apa sekarang mulai berselingkuh dengannya? Kurang apalagi selama ini aku memberi harta lebih besar dari mahar Arzu?" Plak-! Tamparan keras Zaphira membalas fitnah keji dari mulut kotor suaminya. "Aku tak memiliki hubungan apa-apa dengan adikmu, dan tidak butuh hartamu!" Lalu, keluar menuju ke kamar sendiri. Air matanya berderai dituduh berselingkuh, padahal sudah jelas suaminya melakukan pendekatan dengan Alisha Ginerva sejak mereka berjumpa di Montreux. "Ra, buka pintunya-!" Rashya mengetuk beberapa kali, tapi istrinya tak mau menjawab, sengaja dikunci agar dia tidak menyerang membabi buta lagi. Sial-! Betapa menyesal memperlakukan wanita lugu begitu kasar tadi cuma gara-gara membenci adiknya, tetapi dilampiaskan ke orang lain. Berhari-hari pe
Zaphira masih menemani setia menemani suaminya bekerja di kantor meskipun tidak banyak yang dapat dilakukan di sana. Hari-harinya disibukkan dengan membaca buku di ruang pantry menunggu panggilan Rashya jika ingin dibuatkan secangkir kopi atau mengingatkan makan siang yang sering terlambat. Namun, hari ini ada yang berbeda. Suara seorang gadis terdengar begitu manja menyapa suaminya ketika bertemu di meja sekretaris. Dengan diam-diam Zaphira mengintip dari balik pintu. Alisha Ginerva. Mampu menghentikan langkah Rashya yang baru saja mengantar klien keluar dari ruang CEO, lalu berpelukan seperti kawan lama. "Hai Alisha, kapan kau kembali ke Jakarta?" Terkejut tak menyangka bertemu lagi. "Ayo, kita masuk ke ruangan biar nyaman ngobrol seperti dulu lagi!" "Aku kangen kamu, 'Shya! Kok pulang ngga pamitan, padahal saat itu mau ajak keliling keluar kota Montreux!" "Sorry, kami ada urusan mendadak jadi harus pulang!" Gadis cantik itu bergelayut manja di bahu kekar sang
Desir angin dingin, dan suara ombak menderu. Langit mulai gelap saat cakrawala menutup matahari menuju malam. Dua sejoli bergandengan di pantai, menatap masa depan yang belum pasti. Impian Zaphira akhirnya terwujud. Dua tahun bukanlah waktu yang sebentar mengarungi suka duka pernikahan mereka, dibalut rasa sakit dan kecewa. Di sinilah pernah mengikat janji dalam rahasia yang sunyi. "Ra, terima kasih atas segalanya. Perhatian dan kasih sayangmu, mampu membuat aku menjadi pria sejati lagi," tutur Rasyha lembut memeluknya dari belakang. "Aku seharusnya berterima kasih, diberi kepercayaan yang besar dan kehidupan terbaik sekali seumur hidup. Tidak ada kebahagiaan bagiku, kecuali melihat dirimu melangkah seperti saat ini." Air mata haru menyaksikan pria koma, lalu lumpuh kini memeluknya hangat sebagai pria dewasa dan suami. Kehalusan hati dan pikiran Zaphira semakin menusuk jiwa Rashya. Kemewahan yang diserahkan untuknya tak mengubah wajah aslinya, tetap sederhana apa adanya.
Tuan CEO Rashya sedang marah-marah memeriksa data kantor berantakan bersama pengacara. Sudah dua minggu terbongkar keuangan perusahaan nyaris pailit. Sekretaris Eliza menutupi informasi penting selama ini di depan mereka. Gara-gara perselingkuhan dengan Arzu membuat bisnis babak belur setelah dua tahun ditinggalkan kakaknya. Penggantinya, Olivia, lebih tidak becus dalam bekerja. Berapa kali CEO Rashya berteriak karena menyerahkan berkas yang salah. Bolak balik membuat pusing kepala. "Rara-!" Kini nama istrinya dipanggil, yang lebih senang berada di ruang pantry daripada menemani di kantornya. Bramastra memandang heran, dan menyentak keras ke lengan sahabatnya. "Kenapa harus berteriak kencang begitu? Dia istrimu, bukan pembantu!" tegurnya kesal. "Bukan urusanmu, Bram! Tidak ada yang tahu statusku, kecuali dirimu!" debat Rashya sengit. Zaphira tergopoh-gopoh membawa dua cangkir kopi panas untuk mereka. "Eh, maaf Tuan Rashya, dan Tuan Bram. Petugas Pak Kardi sedang ke ba






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen