All Chapters of Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan: Chapter 21 - Chapter 30
39 Chapters
21. Pernikahanku
Berdasarkan kesepakatan bersama, telah ditetapkan tanggal 12 Juli 2022 akan menjadi hari pernikahanku dengan Akas. Entah mengapa, perasaanku begitu hambar setiap kali aku bertemu dengannya, atau membalas pesan singkat darinya. Inikah bentuk ujian jelang pernikahan? Atau karena aku memang tidak mencintainya? Entahlah, aku sendiri tak begitu mengerti. Selalu saja aku merasa iba setiap kali menatap wajahnya. Pergantian hari terasa begitu cepat. Itu tandanya, hari pernikahanku juga akan segera tiba. Mengapa aku merasa semakin berdebar? Aku menyadari diriku belum sepenuhnya siap. Tapi aku tidak ingin membuat ibuku kecewa jika aku meminta untuk menunda pernikahan."Sempatkan datang ya," ucapku sembari menyerahkan kartu undangan. Mira menatap undangan itu dengan alis bertaut, seolah tak percaya bahwa nama yang dia baca pada kartu tersebut memanglah namaku. Segera tangannya menyambar undangan yang baru saja ku letakan di mejanya. "Ini betulan kamu, Vin?" tanya Mira dengan mulut menganga. B
Read more
22. Wanita yang menangis di hari pernikahanku
Lembayung mulai menghiasi cakrawala. Para tamu masih berdatangan silih berganti. Aku memaksa tubuh untuk bangkit setiap ada tamu yang datang. Untuk bersalaman dengan mereka. Melawan lelah, juga kantuk yang bergelayut pada kedua mataku. Hari ini terasa melelahkan bagiku. Resepsi pernikahan dan ngunduh mantu oleh pihak keluarga mempelai pria diselenggralan di hari yang sama. Aku dan Akas, yang kini resmi menjadi suamiku, masih menggunakan baju pengantin yang kami pakai tadi. Keluarga Akas tidak menyediakan MUA untuk acara ini. Padahal acara ngunduh mantu ini terbilang sangat mewah. Ada orkes dangdut, juga pagelaran wayang kulit. Sangat bertolak belakang dengan acara resepsi di rumahku pagi tadi. Sangat sederhana.“Untuk kedua mempelai, saya ucapkan selamat. Semoga menjadi keluarga yang Sakinah, mawadah, warahmah. Saya akan menyumbangkan lagu di sore yang indah ini.’’suara alat musik mulai mengalun, mengiringi perempuan berkebaya merah itu yang mulai bernyanyi. Suaranya cukup enak diden
Read more
23. Sayur Nget-ngetan
Bunyi alaram mengusik pendengaranku yang baru melesat ke alam mimpi. Rasanya baru sebentar mataku terpejam. Aku mengerjap beberapa kali. Waktu menunjukan pukul 04.20. Sudah saatnya mengerjakan shalat subuh. Pandanganku tertuju pada Akas yang masih tidur disebelahku. Aku mengulum senyum. Mulai pagi ini dan seterusnya, aku akan terbangun dan menyandang gelar seorang istri. Aku menggoyangkan tubuh suamiku dengan maksud mengajaknya shalat subuh bersama,”Bangun, Mas,’’ namun taka da respon. Aku mengulanginya sekali lagi, namun dia hanya menggeliat. Aku memutuskan untuk berpikir kalau suamiku terlalu lelah setelah acara yang sebegitu padat kemarin.Dapur masih sunyi dari aktivitas saat aku melintas mengambil air untuk bersuci. Dibanding saat dirumah, biasanya Emak sudah sibuk memasak di dapur setelah usai mengerjakan sembahyang subuh. Aku melenggang ke dapur untuk kedua kalinya. Ruangan ini masih sama. Tidak terdengar suara pisau dan telanan saling beradu. Maksud hati ingin membantu Si Mb
Read more
24. Maaf Mak, Aku Berbohong
Kemarin adalah pelajaran. Dan hari esok adalah misteri. Tidak ada yang dapat mengetahui apa yang akan terjadi besok. Sama halnya denganku. Kali ini aku bangun jauh lebih awal dari kemarin. Menyiapkan masakan terbaik yang aku bisa. Aku jadikan peristiwa kemarin sebagai pelajaran. Dan dengan ini, aku berharap Si Mbok akan menyayangiku, juga berhenti membandingkan aku dengan Mbak Sri, istri dari kakak suamiku.Ayam goreng, oseng kacang, serta sambal bawang sudah tersaji diatas meja. Aromanya cukup membangkitkan selera makanku, membuat perut kosongku meronta, minta segera diisi. Sebagai istri yang baik, aku akan menunggu suamiku pulang, barulah aku akan ikut makan bersamanya. ‘Maafkan aku, wahai lambungku.’Waktu menunjukan pukul 06.20 WIB. Rasa gelisah perlahan merayap. Membuat pikiranku tak berhenti berpikiran yang bukan-bukan. Semalam Akas meminta ijin untuk menonton orkes dangdut di desa sebelah. Hanya satu jam katanya. Namun hingga matahari terbit, suamiku belum menampakkan batang hi
Read more
25. Awal mula kemunculan Witri
Seharian aku tidak fokus saat bekerja. Tidak terhitung sudah berapa kali mendapat teguran dari atasan. Aku merasa ada sesuatu yang ditutupi suamiku menyangkut luka dikakinya. Apakah malam itu dia berkelahi? Atau mungkin, luka dikakinya itu murni karena kecelakaan? Entahlah. Harusnya dia tidak tersinggung jika memang luka itu murni karena kecelakaan.Aku menyambar sebuah piring begitu tiba di dapur. Perutku sudah sangat lapar tak tertahankan karena dibiarkan kosong sejak pagi. Segera kubuka tudung saji, harap-harap ayam goreng tadi pagi masih tersisa untukku. Aku menggoreng cukup banyak pagi tadi, seharusnya masih tersisa meski hanya satu potong. Perasaan kecewa seketika menghujam. Yang ku dapati hanya sedikit nasi di dalam bakul dan cobek kosong yang sudah ternodai bekas sambal. Suara derap kaki membuatku memutar kepala. Berdiri seorang perempuan paruh baya dibelakangku.“Mbok, lauk tadi pagi sudah habis?’’“Kamu nggak buta, kan? Bisa lihat kan kalo dimeja nggak ada lauk? Mulo, jadi p
Read more
26. Menemui Witri
Aku menuang tumis kangkung yang baru saja matang ke sebuah mangkuk kaca berukuran besar, sesekali berbalik ke arah kompor untuk membalik ayam yang sedang ku goreng. Ya, pagi ini aku kembali memasak ayam goreng sesuai permintaan adik iparku. Aku turuti walau sebenarnya aku enggan. Bukankah akan membosankan jika setiap hari kita makan dengan lauk yang sama? Niat hati ingin masak tumis kangkung dan orek tempe. Tapi apa boleh buat? Aku sedang berusaha menjadi ipar yang baik untuk adik suamiku. “Ayamnya belum matang ya, Mbak?” dengan tubuh terbalut seragam rapi, gadis itu berjalan tertatih memasang wajah masam kepadaku.“Belum, Fit. Tunggulah sebentar.” Aku membalik ayam yang masih belum menunjukan tanda-tanda matang. Huh, ingin sekali ayam ini lekas matang agar aku bisa segera bersiap untuk bekerja.Pikiranku kembali teringat dengan kejadian getir yang aku alami tadi malam. Apa sebaiknya aku bertanya pada Fitri? Barang kali dia bisa membantuku memecahkan teka-teki yang belum terpecahkan
Read more
27. Pergi dari sini, atau kita bercerai?
Pernikahan sumur jagung memang sering kali diterpa banyak perselisihan, sering kali pemicunya adalah masalah kecil. Ya, dulu pun aku pernah berpikir begitu. Aku bisa memaklumi seandainya pemicu pertengkaran dalam rumah tanggaku adalah masalah kecil. Semisal, suami yang kerap kali lupa meninggalkan handuk di tepat tidur setelah mandi, menggerutu saat mencuci pakaian suami yang penuh noda membandel, atau marah setiap kali suami lupa menaruh kunci motor dan meminta kita sebagai istri untuk membantu mencari. Lantas, bagaimana jika pemicu konflik dalam rumah tangga muncul lantaran kehadiran orang ke tiga? Terlebih orang ketiga tersebut merupakan mantan kekasih dari suami sendiri? Akankah sebagai istri aku mengalah? Atau tetap berjuang mempertahankan rumah tangga sampai titik darah penghabisan?“Loh, Yank, pipimu kenapa?” Akas menunjuk ke arah wajahku. Tanda merah di wajah akibat tamparan pedas Witri tak kunjung memudar.“Kamu habis nangis? Katakan, siapa yang berani berbuat macam-macam sam
Read more
28. Kalah Judi
Rasa nyeri pada perut bawah membuat aku terjaga dari tidurku yang terbilang tidak nyenyak. Mataku terpejam, tapi pikiranku terus-terusan memutar kejadian getir yang terjadi secara beruntun hari ini. Akhir-akhir ini aku sering merasakan sakit perut bagian bawah. Kemarin-kemarin aku masih bisa menahan, tapi tidak lagi kali ini.Terpaksa aku melayangkan tanganku untuk meminta pertolongan kepada suamiku, meski aku yakin dia tidak sepenuhnya bisa menolongku, setidaknya Akas bisa membawaku ke dokter. Bila saja tidak sedang kepepet, ogah minta tolong ke dia. Kepalaku sontak menoleh saat telapak tanganku beradu dengan kasur. Kemana perginya Akas?Aku mengerjap berkali-kali. Apa jangan-jangan, dia pergi menemui Witri saat aku tertidur. Sayup-sayup terdengar olehku suara dua orang pria tengah berbincang di teras rumah. Letak kamarku yang berebelahan langsung dengan teras membuatku bisa mendengar percakapan dua pria itu cukup jelas. Aku menempelkan telinga pada celah jendela. Aku penasaran deng
Read more
29. Kista Ovarium
PoV AkasAku pusing bukan kepalang. Hari ini kesialan bertubi-tubi menghantam isi kepalaku. Serasa mau pecah kepala ini. Sudah ketahuan oleh istriku sendiri kalau malam itu aku menemui Witri, dan sekarang dia mengancam akan menceraikanku seandainya aku tidak membawanya keluar dari rumah ini. Sudah gila perempuan ini! Aku pikir dengan menikahi gadis lugu dan polos seperti dia, bisa aku jadikan tameng agar aku masih bisa bertemu Witri tanpa membuat ibuku curiga. Dan beliau akan selalu berpikir; ‘Biarlah Akas keluar bersama teman-temannya. Dia tidak mungkin bermacam-macam diluar, kan sekarang anakku sudah beristri’. Rupanya itu semua hanya angan-anganku saja.Duh, Si Mbok, seandainya dulu kau mengijinkan aku menikah dengan Witri, mungkin anakmu lanang ini tidak akan sebingung sekarang ini. Lihat apa yang aku dapat? Gadis lugu yang nyatanya cukup cerdas dalam membongkar borokku. Belum lagi soal ranjang. Vina itu ‘Nol’ besar, Mbok. Jauh jika dibandingkan dengan Witri.Getar ponsel menarik
Read more
30. Suntikan Anastesi
Derit pintu membuat semua orang yang berada dalam ruang perawatan menoleh. Aku menarik kedua ujung bibirku saat pria berpeci dan wanita bergamis hijau itu memasuki ruangan. "Bu," sapa ibu mertuaku sembari menghambur memeluk Emak dan mencium pipi kanan dan kirinya. Membuat aku menatap heran. Apa akan ada drama setelah ini? Setelah sebelumnya dia mengatai orang tuaku nggak becus mendidikku, kini dia bersikap sok baik begitu."Maaf ya, Bu, sebagai orang tua saya dan suami saya belum bisa menjaga Nak Vina dengan baik," ucap Si Mbok sembari menangis tergugu dengan air mata menganak sungai di kedua pipinya. Entah dari mana air mata itu berasal.Huh, drama sekali wanita itu. Membuat aku muak. Manis sekali ucapannya. Berbanding terbalik jika dia berbicara padakku. Sementara itu, aku melihat wanita yang sudah melahirkan aku di dunia menepuk punggung mertuaku, berusaha menenangkan."Mboten nopo-nopo, Bu, namanya juga musibah."Tidak ingin menyaksikan drama berkepanjangan, aku pun memanggil ib
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status