All Chapters of Luka Istriku karena Cinta: Chapter 91 - Chapter 100
110 Chapters
Mobil Widia Kecelakaan
Seketika aku menggeleng. "No! Kita bukan mahrom, Ar. Kamu dan aku tak berhak saling menyentuh. Kalau saja dibolehkan pun, itu hanya akan membuat langkahmu semakin berat. Ada Disha yang sudah setia untukmu. Kisah kita telah berakhir sejak lama."Arsi tertunduk. Dia memainkan kakinya yang tanpa alas. "Oke. Doakan aku. Entah kapan aku bisa menghapus namamu, Fri. I love you. Lebih dari sekadar yang kamu tahu."Ingin aku menangis. Harusnya tidak begini akhir pembicaraan kami. Keputusan Disha untuk mempertemukan kami ternyata tidak tepat. "Terima kasih, tapi kamu harus segera menghilangkan rasa itu. Maafkan aku."Bergegas aku meninggalkan lelaki itu, dan berpamitan pada Disha. Kasihan Cyra jika aku terlalu lama di sini. Apalagi Mas Zaki entah akan pulang jam berapa. Disha mengantarku sampai ke mobil. Pak Wawan sudah siap di balik kemudi sejak lama. Dia segera memacu mobil setelah aku melambaikan tangan pada sepupu Mas Zaki yang tersenyum di samping Arsi. Lelaki itu bergeming. Dia hanya
Read more
Widia Amnesia
Aku masih belum memahami sepenuhnya tentang apa yang terjadi. Mas Zaki tampak sangat sedih dan terus menciumi punggung tanganku. "Cyra di mana?""Dia di rumah sama Ibu dan Laras.""Kenapa nggak ikut aku?"Mas Zaki menegakkan tubuhnya. Dia menatapku dengan pandangan heran. "Cinta, 'kan kamu sendiri yang nggak mau ngajak Cyra. Jauh dan sudah malam juga.""Memangnya kita ke mana?""Kamu nggak ingat? Kita dari rumah Disha, sepupuku. Kamu baru aja bicara banyak pada Arsi."Kenapa aku merasa Mas Zaki jadi aneh, ya? Banyak yang tidak aku mengerti dari ucapannya. "Arsi? Siapa dia?"Mata Mas Zaki membesar. Pandangannya sulit diterjemahkan, sementara bibirnya sedikit bergerak seperti hendak tersenyum. "Cinta, kamu nggak apa-apa, 'kan? Sebentar aku panggil dokter."Mas Zaki keluar kamar setelah terlebih dahulu memerintahkan Nela untuk berjaga di sampingku. Gadis itu menatapku dengan pandangan iba. "Yang terasa sakit bagian mana, Bu?" Aku menggeleng perlahan. Memang tidak ada bagian tubuh y
Read more
Arsi yang Hilang dari Ingatan
"Jangan dipaksakan, Bu. Sekarang sepertinya kami harus melakukan pemeriksaan CT scan pada Bu Widia untuk memastikan kondisinya."Dibantu oleh dua orang perawat, aku diantar ke ruang CT scan. Mas Zaki mengekor di belakang kami, tetapi tidak diperbolehkan masuk ke dalam ruangan. Untunglah aku sudah boleh pulang ke rumah beberapa jam setelah pemeriksaan itu. Bagaimanapun bayangan Cyra terus menari di kepalaku. Kasihan dia kalau harus ditinggal terlalu lama. Dokter Reza menjelaskan bahwa amnesia terjadi akibat adanya kerusakan pada bagian sistem limbik yang ada di otak. Bagian ini berperan dalam mengatur ingatan dan emosi seseorang."Yang dialami Bu Widia hanyalah amnesia sementara," lanjutnya lagi. "Ada sedikit kerusakan di sistem limbiknya. Itu yang kemudian menyebabkan sebagian memorinya hilang. Kami akan berikan obat. Setelah beberapa jam, insya Allah Bu Widia akan segera sembuh. Bisa mengingat tanggal lahirnya kembali, walau mungkin akan ada sebagian memori tentang kejadian baru ya
Read more
Darah yang Tidak Kunjung Berhenti
"Oke. Kalau gitu biar Nela yang urus nanti.""Yang tugas hari ini Nela lagi? Bukannya dia sudah sejak kemarin?""Nggak. Dia libur hari ini, tapi nggak masalah kalau aku cuma minta dia atur jadwal dengan orang dari spa. Bisa dilakukan via telepon aja.""Kenapa nggak Amel aja? Jadwal dia bertugas hari ini, 'kan?"Mas Zaki menghela napas sejenak. Dia merengkuh bahuku dan memberikan usapan lembutnya di sana. "Kamu masih belum ingat semua, Cinta? Amel dan Pak Wawan masih di rumah sakit.""Apa? Amel dan Pak Wawan di rumah sakit? Mereka ada bersamaku saat kecelakaan itu?""Iya. Pak Wawan yang nyetir mobil saat kejadian itu. Amel duduk di sampingnya, sementara kamu di kursi belakang.""Kondisi mereka parah?""Nggak terlalu, tapi memang masih harus bed rest di rumah sakit.""Aku harus jenguk mereka. Kamu temani aku, ya?""Nanti, kalau aku yakin kamu sudah benar-benar sehat. Apalagi wartawan juga masih banyak yang mencari info tentang kecelakaan yang kamu alami.""Ya, ampun. Jadi berita juga?
Read more
Divonis Kanker
Aku tertidur saat memberi ASI pada Cyra. Suara Mas Zaki yang meninggi membuatku terbangun. Untunglah Cyra tetap lelap. Perlahan aku bangkit dari tempat tidur dan mengambil kerudung instan. Membuka pintu kamar perlahan, lalu menutupnya kembali. Suara Mas Zaki semakin jelas terdengar. Ia seperti sedang memarahi beberapa orang."Gimana bisa, kondisi istri saya seperti itu tapi kalian satu pun nggak ada yang lapor?"Di ruang tengah, Risna dan Adnan yang bertugas menggantikan Pak Wawan kini tertunduk. Di hadapan mereka Mas Zaki berdiri sambil berkacak pinggang. Wajahnya merah menahan amarah. "Maaf, Pak. Tadi Ibu ....""Udah, Mas. Aku yang minta supaya mereka nggak usah lapor. Aku baik-baik aja. Ini hanya darah. Mungkin aku memang sudah waktunya haid setelah kemarin nifas.""Cinta, aku paham ritme tubuh kamu. Nggak biasanya haid sampai harus menghabiskan begitu banyak pembalut dalam sehari. Risna bilang dia diminta beli tiga bal yang kemasan isi tiga puluh.""Iya, tapi baru kupakai satu b
Read more
Serangan dari Intan
Sudah tifak terdengar lagi pembicaraan Dokter Elita dan Mas Zaki. Kepalaku dipenuhi bayangan ketakutan jika penyakit mematikan itu benar-benar hadir. Bukan aku takut pada kematian. Bukankah setiap yang bernyawa pasti akan mati, tapi bagaimana nanti dengan Cyra? Bagaimana hidup putri kecilku tanpa ibunya?Aku bergegas kembali ke kamar sebelum Mas Zaki menyadari ada yang menguping pembicaraannya. Tubuhku rasanya lemas tidak bertenaga. Aku masih ingin bersama Cyra ya, Allah. Jangan ambil nyawaku sebelum dia siap menghadapi dunia akhiratnya. Dingin yang luar biasa tiba-tiba menyergap. Aku menaikkan temperatur udara, lalu menyelinap masuk ke dalam selimut. Berkali-kali kurapal doa dalam hati, agar Allah menghindarkan aku dari berbagai penyakit. Ternyata setelah itu aku tertidur. Mas Zaki bilang cukup lama menunggu aku hingga terjaga. Saat membuka mata, tangan kekarnya berada di dahiku."Cinta, apa yang kamu rasakan?"Aku menggeleng lemah. "Ayolah, kamu harus semangat. Tidak boleh stress
Read more
Maaf, Aku Pergi
Semua orang sudah terlelap, termasuk Mas Zaki dan Cyra. Nela tertidur di depan pintu setelah meminum segelas air yang kuberikan. Aku telah menambahkan obat tidur ke dalam minumannya. Demikian juga para penjaga di depan. Terpaksa aku membuat mereka tak sadarkan diri. Kini aku telah berada cukup jauh dari rumah. Walau belum lancar mengemudi, tapi aku yakin akan baik-baik saja dalam perjalanan ini. Jalanan pasti sepi karena sudah menjelang dini hari. Ditambah lagi jalur yang kulalui juga tak sulit. Sekarang, salah satu penghuni rumah harus dibangunkan. Bisa saja saat ini ada yang bermaksud tidak baik terhadap keluargaku, sementara seluruh penjaga terlelap. Kuambil ponsel sambil tangan kanan tetap menjaga kestabilan kemudi. Kupilih nomor Vita. Di antara semua orang rumah, dialah yang paling mudah dibangunkan saat tidur. Benar, dalam dering ketiga, Vita sudah menjawab panggilanku. "Bu Widya? Kenapa menelepon? Ibu di mana?"Aku mengabaikan semua pertanyaan Vita. Mengalihkan perhatiannya
Read more
Musuh Dalam Selimut
"Ar, bagaimana bisa kamu beritahu rumah ini ke Mas Zaki?"Arsi mengambil batu kecil, dan melemparkannya ke arah lautan. Kami duduk hanya berdua di tepi pantai ini. "Dia meneleponku. Kamu harusnya dengar bagaimana paniknya Zaki saat tahu istri tercintanya hilang dari rumah. Dia benar-benar panik saat melihat mobil merah nggak ada di tempat padahal tahu kamu belum lancar mengemudi."Aku mengerutkan kening mendengar penjelasan Arsi. Mas Zaki menghubunginya? Artinya nomor telepon Arsi disimpan, padahal di ponselku saja sudah dihapusnya. "Lalu, kenapa kamu mengarahkan suamiku ke sini?"Sengaja aku menekankan kata suami di depan Arsi. Semata karena ingin mengingatkan dia tentang betapa cemburunya Disha karena tunangannya masih sangat perhatian padaku. "Awalnya aku juga nggak ngerti kenapa dia tidak menelepon orang lain. Akhirnya Zaki bilang kalau sepanjang yang ia tahu, kamu hanya dekat denganku. Tak ada teman yang lain, lelaki atau perempuan. Dia yakin, aku yang lebih banyak tahu tentan
Read more
Mengungkap Kepalsuan
"Astaghfirullah," bisikku dan Mas Zaki bersamaan. "Dari mana Bu Widia dapatkan obat itu?""Eh, i-itu ...."Mas Zaki tak melanjutkan kata-katanya. Aku mengambil alih ponsel."Dari teman saya, Dok."Dokter Elita menarik napas. Dia terdiam sejenak. "Kalau sampai ada motif khusus dari orang itu memberikan obat pada anda, dia bisa terjerat hukum. Anda harus menghentikan konsumsi obat itu. Besok atau lusa, saya akan melakukan pemeriksaan ulang.""Baik, Dokter. Maaf sudah mengganggu waktu anda.""Nggak masalah, apalagi menyangkut kesehatan dan keselamatan orang lain, pasti saya akan bantu."Mas Zaki langsung menginjak pedal gas dalam-dalam. Wajahnya terlihat tegang. Ada kilat kemarahan di matanya. Aku ingin mengalihkan perhatiannya, tapi tak bisa. Yang ada di kepala saat ini hanya berbagai pertanyaan tentang Laras. Kenapa dia melakukan itu? Apakah gadis itu tahu bahaya dari obat yang diberikannya padaku? Apakah Laras sengaja ingin mencelakai aku? Kalau iya, kenapa? Aku merasa tidak punya
Read more
Bukan Anakku
Laras bangkit. Kedua tangannya mengepal dan ditempelkan ke atas meja. Dia menatapku dengan sorot kebencian yang nyata."Karena Widia telah mengambil semua perhatianmu untukku," geramnya tanpa beralih ke arah Mas Zaki."Aku pernah punya ipar yang lain," lanjutnya, "tapi tidak seperti dia yang merenggut kakakku sepenuhnya. Saat menikah dengan Hana, Mas Zaki masih jauh lebih perhatian padaku dibanding ke istrinya. Sayangnya semua berubah seratus delapan puluh derajat saat perempuan ini hadir di tengah kita. Semua panca indera, pikiran, dan tenaga Mas Zaki benar-benar hanya untuk dia. Melupakan aku, orang yang sudah puluhan tahun menjadi adik satu-satunya. Bisa jadi, perempuan ini juga akan merampas harta yang menjadi hakku."Aku terkesiap. Keji sekali tuduhan gadis muda ini."Laras! Jaga bicaramu! Widia bukan perempuan rendah yang silau oleh harta. Bahkan sejak awal menikah hingga sekarang, dia belum pernah meminta dibelikan apapun.""Halah! Itu 'kan hanya taktiknya agar kau terpesona, M
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status