Semua Bab Luka Istriku karena Cinta: Bab 61 - Bab 70
110 Bab
Darah yang Kedua
"Semuanya demi kebaikan kamu. Ingat itu," ujarnya sebelum berlalu tadi. Saat dia kembali, aku langsung diajaknya menuju ruang rontgen. Setelah dilakukan pemeriksaan bagian thorax, kemudian kami masuk ke ruang dokter spesialis paru. Di sana, seorang lelaki berusia sekitar empat puluh lima tahun dan berpakaian khas dokter sedang memperhatikan foto hasil rontgen thorax milikku. Dokter yang ternyata bernama Andre itu memintaku untuk naik ke atas hospital bed dan melakukan beberapa pemeriksaan. Setelah dirasa cukup, aku turun dan duduk di sebelah Mas Zaki. Kami berdua menatap ke arah Dokter Andre dan menunggu penjelasannya. "Semua pemeriksaan terhadap Bu Widia hasilnya baik. Paru-paru dan jantungnya sehat. Tak ada sesuatu yang mencurigakan dari hasil rontgen ini. Jadi, apa keluhan yang sebenarnya?"Mas Zaki menceritakan apa yang baru saja terjadi di rumah kami dengan runut. Beberapa kali ekspresi wajah Dokter Andre terlihat ngeri, tapi tetap menunjukkan ketidakpercayaan. "Nggak mungkin
Baca selengkapnya
Bola Api
Jelas terdengar nada panik dan juga marah dari suaranya. Lelaki yang dipanggilnya seketika mendekat.Lelaki yang dipanggilnya seketika mendekat."Ya, Pak," jawab Pak Wawan sambil melirikku dengan tatapan kasihan. "Kamu jemput Ustadz Azzam sekarang juga. Minta tolong agar beliau berkenan ke sini. Kalau Ustadz sedang ada acara, kamu tunggu sampai selesai.""Baik, Pak."Saat Pak Wawan berlalu, Amel datang membawakan teko berisi air putih dan gelas. Dibantu Mas Zaki, aku berkumur dan membersihkan mulut saat tak ada lagi darah yang keluar. Gaunku sekarang bernoda merah di sana sini. "Ayo, kita ke kamar. Kamu harus mandi dan ganti pakaian," ujar Mas Zaki sambil membimbingku berjalan. "Amel, kamu bisa minta bantuan yang lain untuk membersihkan ini.""Baik, Pak."Entah apa yang sedang terjadi pada tubuhku. Jika benar ucapan Dokter Andre, berarti masih ada yang melakukan serangan hitamnya lagi ke rumah ini. Tepatnya padaku. Mungkinkah itu Hana dan keluarganya? Setelah satu jam, akhirnya Us
Baca selengkapnya
Serangan
Aku melangkah mendekati Wawan dan dua satpam di sebelahnya. Saat berbalik dan menatap ke arah puncak atap rumah, mataku dikejutkan dengan satu bola api besar yang merah menyala. Benda itu beberapa kali sudah hampir menyentuh atap, tapi seperti ada sesuatu yang keras dan menahannya. Begitu terus berulang-ulang. Ya, Allah. Cobaan apa lagi ini? Aku terus berdzikir. Mengucap istigfar berkali-kali dan membaca tiga surat terakhir dalam Al Qur'an.Tiba-tiba Mas Zaki muncul di pintu dan setengah berlari dia melompat ke arah kami. Pandangannya langsung ikut diarahkan ke atas atap. "Astaghfirullah," lirihnya terdengar olehku. "Cinta, sebaiknya kamu masuk ke dalam rumah. Ini bahaya. Akan lebih aman kalau ...."Aku mengabaikan ucapan Mas Zaki dan kini melafalkan sebagian hapalan surat Al Baqarah dengan suara keras. Terus begitu berulang-ulang, hingga entah di menit ke berapa, tiba-tiba bola api itu berbalik melesat pergi ke arah timur. Mas Zaki langsung memelukku. Terdengar ucapan istigfar la
Baca selengkapnya
Kesalahan Widia
"Iya juga, ya, Pak."Selesai makan, kami semua masuk ke kamar yang sudah disediakan ibu. Rumah ini cukup besar, hingga banyak ruangan yang tidak terpakai di hari biasa. Namun, saat seperti ini, semua tak perlu repot karena bisa menginap dan tidur dengan nyaman. Aku merebahkan tubuh di kamar milik Mas Zaki sejak dia masih SMP. Ruangannya tidak terlalu besar, tapi tertata apik dan menarik. Tak butuh waktu lama untuk kemudian aku terlelap.Esok harinya Mas Zaki mengajak kami semua untuk berburu kuliner. Kangen lentog tanjung katanya. Makanan khas Kudus itu serupa dengan lontong yang dilengkapi dengan sayur nangka muda dan kuah santan. Kami meluncur ke pusat asal lentog tanjung, yaitu di Desa Tanjungkarang, Kecamatan Jati. Setelah melewati Terminal Jati, Mas Zaki mengambil arah Lingkar Selatan Kudus sampai sebelah utara Proliman Tanjung. Di sinilah pusat penjual lentog tanjung. Ada sekitar dua puluh kios yang menjual menu itu.Lentog tanjung dijual dengan harga yang sangat bersahabat.
Baca selengkapnya
Tidak Meninggalkanmu Walau Sekejap
Perempuan itu berdiri, lalu perlahan melepas kacamata dan maskernya. Seraut wajah menawan kini terlihat jelas. Mata birunya sedang menatap tajam ke arah Mas Zaki. Garis wajahnya sekilas mirip Hana, tapi hidung perempuan ini lebih bangir. "Aku dulu merelakanmu demi Hana, tapi akhirnya dia terlalu bodoh hingga membuatmu lepas ke tangan perempuan seperti dia. Kalau sepupuku diam, bukan berarti kamu bebas Zaki. Jika tak ada satu dari kami yang bisa memilikimu, maka orang lain pun tidak."Jadi, dia sepupunya Hana. Pantas saja aku melihat kemiripan di sana. Termasuk tubuhnya yang indah dan memesona. Ternyata begitu banyak perempuan yang terobsesi pada suamiku. "Kamu gila, Intan.""Terserah kamu mau bilang apa. Ingat, selama aku masih hidup, nggak akan ada yang bisa tenang menjadi istrimu, Indra."Api semakin menyala di mata Mas Zaki. Tangannya mengepal di dua sisi."Aku nggak akan pernah membiarkan siapapun menggores kulit Widia walau satu senti. Hentikan sihir itu, atau kamu sendiri yang
Baca selengkapnya
Pendarahan
"Justru itu, aku nggak mau kita masih di rumah ini pas kamu lahiran nanti.""Kalau gitu kita balik ke salah satu rumah yang lama aja.""Nggak. Terlalu banyak kejadian aneh di sana. Aku mau bayi kita bersih dari gangguan semacam itu. Dua rumah itu rencananya mau aku jual aja nanti. Atau disewakan mungkin.""Ya udah, terserah kamu aja. Aku ikut mana yang terbaik.""Sekarang, kamu dandan yang cantik. Aku mau ajak kamu ke suatu tempat.""Ke mana?""Kalau dikasih tahu sekarang, bukan kejutan namanya.""Oke, deh. Tunggu sebentar, ya?"Aku melangkah ke kamar untuk bersiap. Sebuah gaun linen yang nyaman dengan motif abstrak menjadi pilihanku kali ini. Dipadu dengan pashmina yang belum lama dibelikan Mas Zaki. Saat itu aku heran karena dia tiba-tiba membawa paper bag dengan nama sebuah brand terkenal tertulis di bagian depannya. "Apa ini?""Cinta, sebenarnya aku lebih suka kalau kamu nggak pakai apa-apa, tapi tadi nggak sengaja lewat di gerai milik desainer ini dan kayaknya bagus-bagus. Jadi
Baca selengkapnya
Jangan Ganggu Suamiku
Aku melihat kesungguhan di matanya. Sisi egoisku sebagai istri tentu saja tak ingin dia mendatangi Hana. Namun, bagaimana juga perempuan itu sudah mendampingi Mas Zaki jauh sebelum aku mengenalnya. Selain itu, sebagai sesama manusia tentu salah satu haknya adalah untuk dijenguk saat sakit. "Semua terserah kamu, Sayang.""Dengar, aku nggak akan pergi, kalau kamu yang melarang."“Bagaimana juga, ini bagian yang pernah ada di hidupmu. Jadi lakukan saja sesuai hati kecilmu,” gumamku.“Jangan seperti itu,” katanya sambil mengusap kepalaku. "Hidup yang kuinginkan sekarang adalah tentang kita. Bersama-sama."Ya, Tuhan. Mungkinkah dia tahu bahwa ada sisi ketakutanku tentang hal ini? Bahwa knyataannya aku menjadi paranoid?Dia merengkuhku ke dalam pelukannya. “Sudahlah. Lupakan. Aku nggak bakal nemuin dia. Kita punya urusan yang lebih besar saat ini.""Tentang?""Tunggu sebentar lagi."Sekitar satu setengah jam kemudian kami sampai di depan sebuah rumah dengan danau kecil di depannya. Ini se
Baca selengkapnya
Cemburu
Tubuh suamiku sedikit menegang tapi tidak terlalu terlihat. Ela pun mungkin tidak menyadarinya.Aku yakin Mas Zaki selama ini sadar bagaimana reaksi wanita terhadapnya. Terbukti dengan banyaknya orang-orang yang mengganggu kami saat ini. Hampir semuanya perempuan. "Aku ingin ada penambahan banyak dinding kaca untuk rumah ini. Itu lebih menghemat energi listrik karena kami tak harus menyalakan lampu-lampu di siang hari. Selebihnya aku tak ingin perubahan yang berlebihan. Karena bentuk awal rumah ini sudah membuatku jatuh cinta."“Aku mengerti.”"Oh, iya. Warna dindingnya aku minta diubah menjadi putih.""Kenapa?" tanya Ela ingin tahu. "Karena seperti cinta kami yang juga putih."Itu bukan aku yang bersuara, melainkan Mas Zaki. Dia menjawab pertanyaan Ela, tapi matanya tetap lurus ke arahku. Ada kilatan hangat di sana. Arsitek muda itu kini pipinya memerah. Aku tersenyum pada Mas Zaki yang menatap intens. Aku tahu Mas Zaki tidak sepenuhnya setuju akan ide tersebut, tapi dia tidak menj
Baca selengkapnya
Bertaruh Nyawa
Dalam perjalanan pulang, Mas Zaki masih terus tersenyum mengingat sikapku pada Ela. "Kenapa nggak bilang sebelumnya? Jadi aku nggak harus bersikap seperti itu ke dia, kan?""Aku nggak terpikir kamu bakalan cemburu, Cinta. Bahkan selama ini sama Hana pun kamu kelihatan biasa aja. Nggak pernah ada tanda-tanda jealous gitu.""Memangnya kalau cemburu harus dikasih lihat?""Kadang perlu seperti itu, Sayang. Seperti hari ini."Lagi-lagi dia senyuman geli tergambar jelas di matanya, dan itu sangat menyebalkan. Kuhadiahi dia dengan cubitan kecil di pinggangnya hingga menjerit. Amel dan Pak Wawan yang duduk di depan hanya tersenyum melihat sambil melirik ke arah kami berdua.Dua tanganku tiba-tiba ditangkap Mas Zaki. Dia kemudian meraih tubuhku ke dalam dekapannya."Walau kamu lucu banget hari ini, tapi aku senang," bisiknya. "Selama ini aku nunggu-nunggu kapan kamu cemburu."Ingin aku mendaratkan cubitan di perutnya, tapi apa daya kedua tangan dijepit olehnya."Kapan-kapan kamu harus ikut ke
Baca selengkapnya
Bayi di Tangan Hana
Aku berusaha untuk terjaga, dan sakit itu semakin terasa. Dokter Elita mengarahkan aku untuk menarik napas dan mendorong di sana. Terus berulang beberapa kali. Entah mengapa rasa kantuk ini kembali datang. Mataku kembali hampir terpejam hingga sebuah tepukan di pipi kembali terasa. "Jangan tidur, Bu Widia. Kasihan bayinya. Ayo, ikuti saya."Dia berseru padaku agar menarik napas dan mendorong di sana. Aku mencengkeram apapun yang bisa teraih oleh tangan. Seakan dengan begitu aku bisa menyalurkan rasa sakit ini. Beberapa kali sepertinya tangan Mas Zaki yang menjadi objek cengkeraman tanganku, tapi dia sama sekali tak mengasuh. Bahkan terus menyemangati dengan senyumnya. Beberapa kali dia mengusap keringat di wajahku."Sedikit lagi, Bu. Rambutnya sudah terlihat. Ya, terus dorong seperti itu. Bagus. Terus. Ya, Alhamdulillah."Semua suara itu terdengar samar, tapi aku tetap mengikuti arahan yang diberikan. Menit berikutnya suara tangis bayi memecah ruangan, tapi kemudia seperti menjauh.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
11
DMCA.com Protection Status