All Chapters of Aku Mundur Kau Hancur, Bang!: Chapter 21 - Chapter 30
201 Chapters
Bab 21. Kartu Debit, Kartu Kredit dan Ponsel Milik Elma
“Baik, tapi kita tunggu Elma dipindahkan ke ruang perawatan dulu, ya! Baru kita pulang. Biar Binsar yang berjaga di sini!” Arfan terkecoh juga. Lelah, letih, jiwa dan raga karena semua peristiwa menyangkut Elma hari ini membuatnya memutuskan itu. Tidak ada salahnya dia istirahat beberapa jam di rumah Elma. Besok pagi-pagi sekali akan kembali ke sini, begitu pikirnya.Tak ada yang melihat senyum samar penuh kelegaan di sudut bibir Binsar.“Maaf, keluarga Bu Elma!” Seorang perawat membuka pintu ruangan.“Ya, Suster!” Binsar gegas menghampiri.“Pasien akan kita pindahkan ke ruangan rawat, ya! Maaf, apakah administrasinya tadi sudah diurus, soalnya malam-malam begini bagian administrasi sudah tutup. Kami hanya memastikan saja kepada keluarga?”“Sudah Suster, saya yang mengurusnya tadi! Semua sudah beres. Saya meminta ruang rawat VIP buat Bu Elma.” Andre menengahi.“Iya, Pak, benar. Saya sudah mengeceknya. Saya hanya memastikan kepada keluarga saja. Kami akan memindahkan pasien ke sana! K
Read more
Bab 22. Kecurigaan Andre
“Duduk di sini, Om akan pesankan susu buat kalian!” titah Alva meletakkan Tampan di sebuah kursi. Terpaksa dia menggunakan meja paling sudut, karena semua meja sudah terisi penuh di warung kopi yang tak pernah sepi itu. Pada umumnya pengunjung di warung itu adalah para keluarga pasien yang rawat inap. Itu sebabnya warung itu buka selama dua puluh empat jam.“Om, belikan buat mama juga, ya! Kita bawa masuk ke kamar mama nanti! Boleh, ya, Om! Mama kurus banget tadi, kasian Mama. Vita akan suruh Mama minum susu, biar gendut kayak adek, iya, kan, Om?” celoteh Vita dengan wajah serius. Mata jernihnya tampak penuh permohonan.“Mama belum boleh minum susu dari luar! Semua makanan dan minumannya masih di bawah pengawasan Dokter! Nanti, kalau sudah keluar dari rumah sakit, baru kita belikan mama kalian susu satu gallon, ok?” Alva menjentik lembut hidung gadis kecil itu. Vita menatapnya bingung.“Memangnya boleh beli susu satu gallon, Om?” tanyanya dengan kening berkerut.“Boleh, Om yang
Read more
Bab 23. Gerak Cepat Alva Menolong Elma
“Aku tidak punya cara untuk itu, Al! Lagi pula, aku bayari biaya operasi Bu Alma, itu untuk menebus kesalahanmu karena telah menculiknya! Bukan apa-apa!”“Ok, stop, aku malas berdebat denganmu!! Sekarang, kau bawa anak-anak ini pulang ke rumah! Suruh Bibik mengurus mereka! Nih, gendong si Tampan!”Alva berdiri lalu menyerahkan Tampan yang masih tertidur ke dalam gendongan Andre.“Om, Oom mau ke mana?” Vita sontak bangkit dan memegangi tangan Alva.“Oom akan menolong mama kalian dulu, ya, Sayang! Ada masalah gawat. Vita tolong ikuti arahan Om! Ok, Vita anak yang baik! Jangan cengeng! Om tidak suka anak yang cengeng!”“Kita mau ke kamar Mama, Om!” Gadis kecil itu mulai menangis. Perasaannya terllau muda untuk memahami situasi ini. Baginya, Alva telah berbohong. Alva mengingkari janji yang tadi dia ucap. “Tadi, Om bilang, setelah minum susu kita ke akmar Mama! Kalau gitu, kita mau sama Nenek saja, Om! Nenek ….”“Ssst! Diam, ya! Dengarkan Om baik-baik! Bisa diam!” Alva meninggikan suaran
Read more
Bab 24. Alva Merekam Sepasang Pezina Di Toilet
“Hallo …. Apakah tidak ada yang menjaga pasien? Hallo, selamat malam …. Bu Elma, Anda sendirian, tidak ada yang menjaga Ibu, ya?” Alva sengaja berteriak dengan kencang.Binsar sontak melepaskan mulut Riris yang sempat menyatu dengan mulutnya. Tangan dia lepas dari bagian tertentu di tubuh wanita itu. Keduanya tersentak kaget. Tatapan tajam Binsar sangat menyalahkan Riris. Wanita itu terlihat pucat dan kebingunganSementara di luar Alva sengaja memancing keduanya agar keluar. Dia yakin sekarang bahwa ada sesuatu di antara suami Elma dan Riris. Alva harus menangkap basah mereka.“Aaaus, miiinum ….”Alva tersentak, repleks menoleh ke ranjang pasien. Mata perempuan kurus itu terpejam rapat, namun bibirnya bergerak pelan, seperti merintih kehausan.“Bu Elma? Anda haus? Ibu mau minum?” tanya Alva memastikan pendengarannya barusan.“Minuum, tolong ….” rintih Elma pelan, nyaris tak terdengar.“Sebentar, suami Ibu ke mana? Kenapa Ibu sendirian?” Alva sengaja pura-pura tidak tahu keberada
Read more
Bab 25. Tangis Elma, Tangis Terima Kasih
“Hah, aku terjerat lagi! Tadi anak-anaknya, sekarang ibunya! Kenapa aku tak bisa lepas dari mereka!” keluh Alva meremas kasar rambut gondrongnya. Sementara Binsar dan Riris sudah hilang di ujung lorong.“Auus, to … long …!” Rintihan Elma kembali terdengar.“Astaga, Bu Elma?” Sontak Alva berbalik lalu setengah berlari mendekati ranjang pasien.“Maaf, Bu Elma, saya lupa. Suami Anda baru saja pergi. Saya sampai lupa kalau tadi Anda minta minum,” ucapnya seraya meraih gelas berisi air putih yang tak lagi hangat di atas nakas. Membuka pipet yang masih berbungkus, lalu mendekatkan gelas ke arah mulut Elma.“Ini minumnya, Bu! Coba buka mulutnya!”Elma menggerakkan bibir, lalu membukanya perlahan. Sepertinya begitu kesulitan.“Sedikit lagi buka bibir, Ibu! Semuatnya pipet ini saja!” titah Alva memasukkan ujung pipet di antara celah bibir kering dan terkelupas milik Elma. Wanita itu menurut. Matanya masih saja terpejam.“Ya, berhasil, sekarang hisap pelan pipetnya, ya, Bu! Pelan-pelan saja!
Read more
Bab 26. Pertengkaran Para Benalu
“Mama …. Dompet dan ponsel Elma hilang …!”Bu Risda dan Rosa sontak berlari ke arah kamar utama. Riris yang sedang berganti baju juga langsung membuka pitu kamar dan berlari ke kamar Binsar. Baju tidur yang dia kenakan belum terkancing seluruhnya. Itu membuat dada gadis itu terlihat nyata. Apalagi dia sedang tak memakai bra. Namun, sedikitpun dia tak menyadarinya. Teriakan Binsar di tengah malam buta itu membuat seisi rumah panik.Hanya Arfan yang tak mendengar apa-apa. Pria itu tetap tidur dengan begitu lelap di kamar tamu. Suara dengkurnya terdengar kencang. Dia tidur persis seperti orang pingsan. Apalagi jika siangnya dia kelelahan.“Mama! Tolong, Ma!” sekali lagi Binsar menjerit.“Kenapa kau, ha! Ada apa? Seperti melihat setan saja, kau, kutengok!” Risda ikut berteriak. Ketiga perempuan itu kini sudah berada di kamar Binsar.“Lihat, Ma! Tas Elma isinya tinggal sebungkus tisyu saja! Ke mana dompet dan hp-nya, Ma!” Binsar mengacak-acak isi tas Elma, lalu menuangkan isinya
Read more
Bab 27. Riris Berdarah
“Minta maaf? Kau mau aku minta maaf! Jangan harap! Yang ada aku akan menyelidiki hubungan kalian! Aku jadi curiga, penyakit Elma tambah parah bukan hanya karena tumor yang kian berkembang di rahimnya. Tetapi karena makan hati akibat ulah kalian! Aku akan selidiki itu!” ancam Rosa.“Selidiki aja! Sampai kering pun badan Kakak, Kakak gak akan temukan bukti apa-apa! Dan aku sangat tersinggung dengan tuduhan Kakak! Aku juga akan memikirkan cara untuk membalas sakit hatiku pada Kakak!” balas Riris tak mau kalah.“Memangnya apa yang bisa kau lakukan, hah! Kau mau apa?” Rosa naik pitam, dia mendorong bahu Riris dengan kasar. “Liat penampilanmu ini! Apa maksud kamu gak kancing baju, ha? Mau pamer buah dada kau, ya? Cih! Dasar perempuan murahan!” tuding Rosa sambil meludah di dekat Riris.“Kak Rosa gak bisa giniin aku! Tante … aku mau pulang kampung saja! Aku akan bilang sama Bapak perbuatan kalian ini!” ancam Riris berjalan ke arah pintu.“Apa kau bilang? Mau ngadu kepada bapakmu! Ngadu k
Read more
Bab 28. Drama Riris Untuk  Membalas Dendam
“Eh, Riris! Op! Sini aku bantu! Ayo!” Arfan repleks menangkap tubuh ramping namun sangat sintal itu.“Pening, Bang! Kepala saya pening!” Riris mengalungkan tangannya di leher Arfan sambil memejamkan mata. Kepala dia sandarkan di bahu sang pria.“Abang bantu ke kasur kamu, ya! Ayo, jalan pelan-pelan!” bujuk Arfan merasa risih sekali sebenarnya. Apalagi saat merasakan tonjolan di dada Riris menempel erat di dadanya. Terasa begitu kencang dan hangat. Piyama tidur gadis itu yang tak terkancing sempurna, ditambah tak ada pelapis bra, membuat degup jantung Arfan tak karuan. Jiwa kelaki-lakiannya bergejolak hebat.“Saya tidak sanggup berjalan, Abang. Sepertinya pelipis saya terlalu banyak mengeluarkan darah. Saya kehilangan banyak darah, kepala saya pening, Abang!” rengek Riris makin mengeratkan pelukan.“Begitu, ya? Ya, sudah saya gendong saja kamu, ya! Hep!”Arfan yang lugu dan polos tak tahu akan drama wanita itu. Tanpa ragu dia menggendong tubuh sintal Riris menuju ranjang. Lalu dia let
Read more
Bab 29.  Riris Perempuan Jal*ng
“Ris! Udah selesai!” Arfan mencoba menggeser kepala Riris dari pangkuan, dan mengurai pelukan tangan gadis itu di pinggangnya.“Aku takut, Abang! Hick … hick … hick ...!” tangis Riris pecah lagi sembari mengeratkan pelukan tangannya di pinggang Arfan.“Kenapa taku? Takut apa?” Arfan kembali dia buat bingung.“Kenapa kepalaku peningnya gak hilang-hilang? Aku takut hantaman sudut pintu tadi membuat aku geger otak, abang, hick … hic … hick ….”“Enggak mungkinlah, Ris! Kan, yang kena hantam pelipismu, bukan bagian lainnya!”“Tapi aku takut.”“Kamu terlalu jauh mikirnya, Ris! Ya, sudah, kamu tenangkan dulu dirimu, ya! Aku akan menunggu sampai kau tenang, cep cep, udah jangan nangis!!” bujuk Arfan menahan hati yang mulai kesal. Dia harus bersabar sedikit lagi. Sedikit lagi.“Abang baik sekali, ya! Sabar, gak gampang marah, tidak seperti laki-laki lain! Bahagia sekali Kak Rosa mempunyai suami seperti Abang!” puji Riris kembali melancarkan aksinya.“Terima kasih sudah memuji Abang! Jadi g
Read more
Bab 30. Sang Pezin* Kepergok Rosa
“Ampun … sakit, Abang! Rintih Riris terpaksa mengikuti tarikan tangan Binsar. Jika melawan, maka jambakan di rambutnya akan bertambah kencang.“Kukira kau perempuan baik-baik! Kukira kau setia dan masih punya sedikit saja harga diri. Kukira kau bertingkah seperti lont* murahan hanya padaku saja. Kukira kau bersikap seperti pelac*r hanya bila di depanku saja! Aku begitu bangga karena kau selalu sangat memuaskankan. Aku begitu bangga menikmati setiap layananmu. Ternyata aku salah duga. Kau rupanya melakukan hal yang sama terhadap laki-laki lain pula! Kau murahan, Riris! Kau sampah!”Binsar menghentakkan tubuh Riris ke atas ranjang. Dengan kasar piyama gadis itu dia robek, hingga Riris benar-benar bugil. Binsar lalu melampiaskan kemarahan dengan caranya. “Sakit! Ampuun! Jangan begini, abang! Aku mohon, jangan sakiti tubuhku! Sakit ….” rintih Riris, namun tak dia hiraukan. Tubuh Riris dia perlakukan seperti binatang. Tak ada rayuan, tak ada kelembutan, apalagi cumbuan. Setelah pria it
Read more
PREV
123456
...
21
DMCA.com Protection Status