All Chapters of Aku Mundur Kau Hancur, Bang!: Chapter 11 - Chapter 20
201 Chapters
Bab 11. Binsar Tak Setuju Elma Operasi
Seorang wanita berambut sebahu dan hanya mengenakan tank top crop tali dan celana pendek di atas lutut membukakan pintu.“Gak usah banyak nanya, masukkan motorku ke dalam, cepat!” perintah Alva sambil melemparkan kunci motornya kepada gadis itu.“Lho, kok ke dalam? Biar aja di luar, aman, kok!”“Situasinya lagi tidak aman! Ayo, dong! Banyak nanya banget!”“Iya-iya!”Wanita itu mendorong motor Alva masuk ke dalam kamar. Ruangan enam kali sepuluh meter itu tampak makin sesak dengan keberadaan motor besar itu.Alva langsung melemparkan tubuhnya di kasur busa lantai di kamar kos-an wanita itu.“Ada masalah apa kali ini, Sayang?” tanya gadis itu seraya duduk di tepi kasur. Wajah cantik tanpa polesan itu tampak sedikit tegang.“Gak ada! Aku lagi malas bicara! Aku hanya numpang sembunyi di sini beberapa jam saja! Maaf, kalau merepotkanmu!” Alva menggeser tubuhnya menghadap dinding, memunggungi sang kekasih.“Ya, sudah, istirahatlah!” Sang gadis menghela napas berat. Lalu berjalan ke arah m
Read more
Bab 12. Elma Minta Talak
“Saya tidak setuju!” sahut Binsar cepat. Itu mengagetkan Arfan.“Kenapa pula kau tidak setuju! Jadi kau lebih suka si Elma menderita digrogoti penyakitnya itu? Biar apa, ha?” tanyanya menatap tajam sang adik ipar.“Ya, aku tidak tega saja, Bang.”“Tidak tega apa?”“Ya, aku gak tega, si Elma selama ini, kan, tidak mau menjalani operasi karena takut mati. Kenapa pula aku harus melanggar itu pada saat dia pingsan. Aku tidak mau dia kecewa saat dia sadar nanti, Bang!”“Elma sudah sadar! Tetapi dia tak mau bicara! Kau dengar apa kata perawat tadi, kan?”“Itu sebabnya, kita tak bisa melakukan tindakan operasi tanpa persetujuannya. Jika dia tidak mau bicara itu artinya dia tidak setuju!”“Banyak kali alasan kau! Sudah, kau tanda tangani saja surat pernyataan itu! Mengenai biayanya Pak Andre sudah mau bertanggung jawab! Apa lagi yang kau tunggu?”“Maaf, Bang! Aku tidak mau!”“Astaga! Kau benar-benar lebih suka istrimu meninggal, rupanya!”“Tidak, bukan begitu! Justru karena demi keselamatann
Read more
Bab 13. Janji Arfan Membawa Anak-anak Kepada Elma
Elma terlihat makin lemah. Wajah pucatnya kian putih seperti kapas. Bahu kurus itu terguncang, seperti menahan tangis sesegukan.“Kamu harus kuat, El! Kamu pasti bisa melewati ini!” ucap Arfan menggenggam tangan adiknya.Wanita kurus itu bergeming. Hanya air mata yang mengalir deras di kedua pipi.“Tolong jangan menangis! Kamu jangan ambil hati semua ucapan Binsar! Aku dan kakakmu Rosa tak ada niat sedikitpun untuk mengambil alih tokomu! Itu milikmu sah, Dek!” bujuknya.“Anak-anak, to …long … jaga!” lirih Elma terbata-bata!”“Iya, aku akan jaga! Kamu tenang saja, ya! Ada Abang!”“Vita … dan … Tampan, a … kan … tetap … ber … sama … ku …, kan, Bang …?”“Iya, pasti! Mereka anakmu, tentu saja akan tetap bersamamu!! Sekarang, jangan memikirkan apapun, ya! Kamu harus tetap semangat! Kuat! Yakin! Aku akan menjemput anak-anakmu ke rumah, begitu kau selesai operasi, orang pertama yang kau lihat adalah anak-anakmu! Itu janjiku!”“Hem!”“Sampai di sini, ya, Pak! Bapak tidak boleh masuk!” Peraw
Read more
Bab 14. Bertepuk Sebelah Tangan
“Makan dulu, Sayang! Bangun, yuk! Aku udah beliin nasi padang, itu!” Titian mengusap lembut punggung Alva. Pria yang tidur dengan posisi tengkurap di kasur lantai miliknya.“Hemmmh!” Pria itu menggeliat, berbalik, lalu merentangkan tangan ke kiri dan ke kanan, tak lama kemudian terpejam lagi. Bahkan suara dengkurannya kembali terdengar halus.“Al, bangun dulu, Sayang!” Gadis itu membelai lembut pipi Alva.“Apa, sih! Aku ngantuk, sudah seminggu tidak tidur!” tolak Alva menepis tangan Titian lalu kembali terpejam.“Setelah makan, kamu lanjut bobok lagi, sampai pagi juga tidak apa-apa, ayo! Makan dulu pokoknya!” Lagi-lagi Titian membelai wajah Alva.Itu membuat sang pria murka. Tangan gemulai gadis itu dia sentak dengan kasar. Tubuh Titian terjerembab jatuh tepat di atas dadanya. Wajah mereka bahkan saling berbenturan tepat di hidung Alva. Sekarang, pipi gadis itu menempel di pipi Alva.“Sakit, Al!” lirih Titian mengusap keningnya.Alva juga nerasakan sakit di tulang hidungnya. Keni
Read more
Bab 15. Riris Menyuruh Alva  Menculik Anak-anak Elma
“Kenapa tidak kau bilang dari tadi! Sampai-sampai rela aku mengemis pada si Titian yang menjengkelkan itu biar bisa sembunyi di kos kos-annya. Asem kali kau, bah!” maki Alva menahan geram dan kecewa.“Aku sudah bilang sama Tian! Apa dia tidak bilang sama kamu?” Andre berusaha tetap sabar.“Tidak! Dasar betina! Pasti dia sengaja tidak memberi tahu aku, agar aku berlama-lama tinggal di kos-annya. Udahlah! Lampu hijau bentar lagi, ini! Aku matikan hapeku! Satu lagi, jangan sok akrab pula kau nelpon-nelpon aku terus! Kita sudah tak ada hubungan kekeluargaan, aku bukan siapa-siapamu lagi, paham! Kau urus saja papa kau yang hebat itu!” ketus Alva.“Tunggu, Al! Jika kau masih mengaku sebagai manusia yang punya hati nurani, tolong kau selamatkan Bu Elma! Anggap saja itu sebagai penebus kesalahanmu karena sempat menculiknya! Ngerti kau!”“Pers*tan denganmu Andre! Tak usah kau atur-atur hidupku, bangs*t!”“Ini masalah nyawa, Al! hallo! Hallo! Alva!”“Aku tak peduli!”Alva menutup telponnya
Read more
Bab 16. Jangan Culik Kita, Om!
Satu menit kemudian, sebuah pesan masuk dari Riris. Lokasi di mana anak-anak Elma saat ini berada. Sebuah restoran cepat saji di jalan Jamin Ginting. Waw, lokasinya tidak terlalu jauh dari posisi Alva saat ini.Sebuah pesan gambar masuk lagi dari nomor Riris. Segera Alva mengunduhnya. Foto seorang gadis kecil tiga tahunan dan seorang anak laki-laki belum genap satu tahun. Cantik dan tampan.[Jangan salah sasaran. Saat ini mereka bersama neneknya di restoran cepat saji itu. Neneknya ada di pihak kita. Abang kode saja dia. Maka dia akan pura-pura masuk ke toilet untuk memberi orang-orang Abang bekerja. Bawa mereka ke terminal Bus di Simpang Kuala! Aku menunggu di sana. Bus Jurusan Kaban Jahe. Good Luck!]Demikian pesan berikutnya dari Riris. Alva tersenyum tipis.Pria itu langsung menscroll daftar kontak. Setelah menemukan nomor atas nama Yogi, telunjuknya langsung menekan symbol telepon. Tak menunggu lama, panggilannya langsung diangkat.“Gi, segera meluncur ke restoran cepat saji *
Read more
Bab 17.Vita dan Tmpan Ke Rumah Sakit
“Om, jangan culik kita, ya, Om! Kita mau pulang! Mau sama nenek aja, Om!” Kembali suara Vita memelas. Itu membuyarkan semua kekacauan di dalam benak Alva.“Diam dulu! Jangan berisik, ok! Biar Om mikir, dulu! Tuh, suruh adek kamu diam!” perintah Alva berusaha tetap lembut agar tak menakuti kedua bocah itu.Ponsel pria itu tiba-tiba berdering. Pria itu melirik ke arah layar. Nomor Riris tak henti memanggil.“Ya,” sahut Alva dengan enggan. Ada benci yang mulai tumbuh di sanubarinya.“Mana anak-anak itu, Bang? Kok belum sampai di terminal! Ini udah malam banget!! Sebentar lagi Bus terakhir malam ini akan berangkat! Aku harus nunggu besok pagi lagi, kalau ini aku telat, Bang!” cerocos Riris sangat tidak sabar.“Dalam perjalanan! Sabar!” jawab Alva singkat. Dia langsung menon-aktifkan ponselnya. Pria itu kini fokus kepada Vita dan Tampan.“Kita ketemu mama kalian, yuk!” bujuknya dengan suara lembut.“Ketemu mama?” ulang Vita tak percaya.“Hem, liat tuh! Itu rumah sakit, kan? Mama kalian ad
Read more
Bab 18. Elma Kritis 
“Vita …! Ini kamu, Sayang? Dan itu adek Tampan?” Arfan sontak berdiri, lalu berjalan menyongsong sang keponakan. Tubuh mungil Vita tenggelam di dalam pelukannya.“Iya, Paman. Ini Vita. Itu adek Tampan. Paman di sini? Bibik juga?” Wajah cantik Vita terlihat semringah menoleh ke arah Rosa.Sudah sangat lama dia merindukan keluarga dari pihak ibunya. Setiap dia utarakan keingiannya, sang nenek tak pernah meluluskan. Kali ini, tanpa dia duga-duga mereka bisa bertemu juga. Meskipun wajah sang Bibik tak pernah sedap untuk dia pandang, namun tertutupi dengan limpahan kasih sayang dan perhatian dari sang paman.“Vita mau salim sama Bibik dulu, Paman!” pintanya seraya meloloskan diri dari pelukan Arfan.“Iya, Sayang!” Arfan melepas pelukan, lalu menyambut Tampan yang berada di dalam gendongan Alva. Sementara Vita menyalam dan mencium punggung tangan Rosa.“Bibik! Bibik juga mau ketemu Mama Vita, kan? Mama Vita di dalam, kan? Dokter obatin Mama Vita, kan, Bik?” tanyanya memastikan kalimat yan
Read more
Bab 19. Sentuhan Jemari Anak-anak
“Maaf, Pak! Tolong tunggu di luar saja! Pasien sedang sangat gawat! Jangan ganggu konsentrasi Dokter, ya! Apalagi ini bawa anak-anak segala!” Seorang perawat langsung menghadang saat Alva membuka pintu ruangan. Wajahnya terlihat sangat masam. “Dokter sedang berjuang, keluarga dimohon bantu doa, bukan malah mengganggu!” omelnya.“Bocah-bocah ini adalah anak Bu Elma! Mereka ingin bertemu ibunya dalam keadaan hidup untuk yang terakhir kalinya, harap Suster paham!” tegas Alva menerobos masuk.“Tapi, Pak! Dokter bisa marah dan mengganggu konsentrasi mereka, tolong ….”“Biarkan saja Suster!”Seorang Dokter yang paling sepuh berteriak. Sang perawat mengalah.“Mama …!” Vita melepaskan tangannya dari pegangan Alva, lalu berlari ke arah ranjang pasien.“Ma … ma … mama … mama ….” Tampan ikut melorotkan tubuhnya dari gendongan Alva lalu berlari menyusul kakaknya.“Tuh, kan, mereka pada ngurusuhi!” perawat langsung mengejar hendak menghalangi kedua bocah itu mendekati Elma.“Biarkan saja, Suster!
Read more
Bab 20. Rencana Baru Binsar
“Berhenti!” teriak Alva tiba-tiba.Bu Risda, Rosa dan Binsar menghentikan langkah, lalu menoleh ke arah Alva. Alva berjalan menyusul mereka. Sementara Arfan dan Andre hanya bisa terpana. Belum juga sempat mereka menanyakan di mana tadi Alva menemukan anak-anak Elma. Suasana begitu tegang sedari tadi. Tak ada waktu buat berbincang.“Apa hakmu menghentikan kami, hah!” Binsar yang menyahut pertama kali. Risda terlihat tegang. Rosa mencibir merendahkan Alva.“Maaf, aku baru saja membawa anak-anak dari ruangan Bu Elma. Bu Elma hampir kehilangan nyawanya. Karena sentuhan jemari putri Anda, dan belaian tangan mungil jagoan Anda di pipinya, istri Anda menolak ajakan malaikat maut yang hendak membawanya. Oh, iya satu lagi. Istri anda tidak mau mati mungkin juga karena putra Anda merengek minta nenen di dadannya!” tutur Alva tanpa sara sungkan sedikit pun.“Jaga mulutmu! Sopan kalau bicara!” Binsar meletakkan Tampan dengan kasar lalu mengejar Alva dengan tangan yang sudah mengepal. Secepatnya
Read more
PREV
123456
...
21
DMCA.com Protection Status