Semua Bab Terjerat Hutang Mr. Arogant: Bab 11 - Bab 20
116 Bab
Bab 11 Menikah bukan Melamar
Entah sejak kapan Laila melupakan soal lilitan hutang yang menjeratnya, karena fokusnya selama perjalanan hingga sampai di ruangan besar direktur itu hanya satu. Tentang Malik yang mengunjungi orang tuanya dan memintanya menikah dengannya. Dan sekarang, saat satu kenyataan awal mula dari semua kerumitan dihidupnya menyadarkannya, Laila semakin gelisah. Rasa percaya diri yang dia bangun sudah melemah sejak bertemu dengan papa Malik dan kini kian menipis. Laila menghela nafas dan menghembuskannya pendek. Dan.. “aku hanya butuh waktu sebentar lagi darimu, dan.. orang seperti dirimu tanpa uang 50 juta itu ku rasa kamu tak akan kelaparan—” katanya yang langsung dipotong oleh Malik. “jadi maksudmu kamu mau menghindar dari tanggung jawabmu?” tukas Malik. Mustahil Malik akan dengan mudah memberikan kompensasi waktu baginya. “aku hanya minta tambahan waktu, aku tidak akan lari, kalau aku memutuskan lari seharusnya sudah kulakukan sejak awal.” Suara Laila meninggi. “menikah denganku dan hu
Baca selengkapnya
Bab 12 Awal Kejutan
Laila memasuki lift rooftop dengan sisa-sisa air matanya yang menggenang. Saat lift itu mulai menuruni satu per satu lantai gedung itu, Laila menetapkan hati, memupuk rasa percaya diri kembali, menghapus dengan benar sisa air matanya lalu mendongak menatap depan. Laila masih percaya bahwa dia belum kalah. Ia masih percaya bahwa masih banyak jalan yang akan membantunya keluar dari masalah pelik ini tanpa harus dengan menikahi Malik. Tidak. tidak akan. Sesampainya di lobi kantor gedung itu tepatnya di samping meja resepsionis, langkah Laila terhenti karena sapaan sang karyawan. “mbak..” sapa wanita itu. “iya, ada apa?” tanya Laila. “maaf untuk yang tadi, saya tidak tahu kalau mbak ini ternyata calon istri pak Malik, maafkan kelancangan saya.” Kata si embak itu. Laila melebarkan matanya. Calon istri? Kata siapa Laila sudah menyanggupi? Dan apa ini? Siapa yang membuat informasi asal seperti ini? Gigi Laila bergemelatakan tapi bibirnya menyunggingkan senyum palsu pada si karyawan itu
Baca selengkapnya
Bab 13 Meminta Persiapan
Dua hari sebelum hari H. Pak Agung memasuki kamarnya dan menjatuhkan dirinya di ranjang. Istrinya masih sibuk di depan cermin dengan beberapa macam botol skincare dan krim malam. Pak Agung menunggu sambil memainkan game di ponselnya. Beberapa saat melirik istrinya yang sudah selesai perawatan dengan menepuk-nepuk pelan wajahnya sendiri. Istrinya sudah selesai perawatan malam. “Ma.. Papa mau ngomong. Sini.. duduk dekat Papa.” Panggilnya. “ada apa sih? serius amat?” Mama Malik menatap menyelidik, nada bicara suaminya serius meski wajahnya berbinar meragukan. Mama Malik mendekat dan menyingkap selimut duduk bersandar headboard di dekat suaminya. “kita semakin tua, Ma. Papa sangat ingin memiliki mantu dan segera menimang cucu.” Katanya. “tiba-tiba?” Mama mengernyit heran. “bukan tiba-tiba, Malik juga sudah semakin dewasa sudah waktunya menikah, apalagi Dika, Papa sudah pasrah padanya. Apa Mama nggak mau punya cucu?” “ya mau, Pa. Tapi malik nya aja kaya gitu kayak nggak tertarik sam
Baca selengkapnya
Bab 14 Mendapat Jawaban
Laila baru tiba di rumahnya. Laila mendelik, dahinya mengernyit penuh tanda tanya. Ia menoleh kanan kiri. Rumahnya tak seperti biasanya. Tenda-tenda yang sudah dilapisi renda-renda berwarna putih didirikan di memenuhi halaman rumahnya. Laila melangkah pelan dan ragu, hatinya dipenuhi tanda tanya tentang situasi apa yang sedang terjadi.Tenda itu biasanya digunakan saat orang menggelar pesta pernikahan. Tapi di rumahnya siapa yang akan menikah?Perlahan kakinya melangkah melalui pintu samping yang langsung terhubung dengan dapur. Lagi-lagi Laila dibuat heran. Banyak ibu-ibu disana. Duduk menjadi beberapa kelompok. Ada yang menunggui tungku, ada yang sedang mengupas bawang-bawangan, sayur-sayuran, ada yang sedang mempersiapkan bumbu masakan. Laila terdiam di ambang pintu. Mengedarkan pandangannya mencari sosok Ibunya.“sudah sampai, Nak? Masuklah, istirahat dulu, nanti Ibu bawakan makanan ke kamarmu.” Titah Ibu kalem. Seakan mengerti dengan keterkejutan Laila tapi enggan memberi penjela
Baca selengkapnya
Bab 15 Rasa Penasaran
“kita mau kemana sih? kenapa harus pakai batik-batik gini? woy, jawab!” usik Saka di dekat Denis yang sedang menyetir.“udah diem, lo akan tau nanti. Kayaknya hari bersejarah ini akan sulit dilupakan.” Jawab Denis santai di depan kendali setirnya. Tadi malam Denis sudah menghubungi Saka, memintanya mengosongkan waktu dan memakai setelan batik. Saka tak mengerti apa mau sahabatnya itu, pertanyaannya tak ada satupun yang dijawab. Saka hanya diminta menurut dan ikut.“apa sih! ini jalan ke rumah Malik. Memangnya ada apa di rumah Malik? Malik enggak ada bilang apapun ke gue.” Tebak Saka.“nanti anda akan mengetahuinya Bapak Saka. Mohon bersabar agar saya fokus pada pekerjaan dadakan ini.” Jawab Denis.Saka semakin mengernyit heran sampai menggeleng-gelengkan kepalanya. Aneh. Lalu ia memilih diam dan membuang pandangannya ke samping kirinya.Keluarga Malik sudah bersiap di halaman carport mereka saat Saka dan Denis tiba. Saka semakin bingung, berkali-kali meminta penjelasan melalui tatapan
Baca selengkapnya
Bab 16 Ijin Membawanya
Malik sudah siap dengan memakai jas berwarna hitam lengkap dengan boutonnier yang tersemat di saku jas sebelah kirinya. Masih antara sadar atau tidak, sebenarnya Malik mempersiapkan pernikahan dadakan serta penuh keterpaksaan itu dengan matang dan apik. Seperti pernikahan yang memang sudah menjadi angan-angannya. Tapi Malik tak sadar akan hal itu.Dia terlihat sangat antusias tapi dia sendiri tak menyadarinya. Dia memilih cincin pasangan itu sendirian, datang langsung ke toko perhiasan sendirian. Memesan dan membayarnya sendirian.Malik tak sadar apa yang dilakukannya. Egonya berkata ini semua hanya demi memenuhi keinginan papanya.Jas setelan yang ia kenakan senada dengan warna jas sang Papa. Sedangkan Mamanya mengenakan kebaya brokat tile berwarna peach bergaya Bali modern.“ayo, Pa..Ma..” gegas Malik, sementara Papa dan Mama nya masih menikmati sarapan sederhana sebagai pengganjal perut selama perjalanan.“sudah nggak sabar?” sindir Pak Agung.“bukan gitu. Tapi perjalanan kesana bu
Baca selengkapnya
Bab 17 Suami Istri
Laila sudah sejak tadi merebahkan badannya di atas ranjang empuk miliknya, tapi ia belum bisa memejamkan matanya meski tubuhnya lelah tak ada tenaga bersisa. Laki-laki yang tadi siang mengucapkan janji pernikahan padanya belum juga terlihat. Laila memiringkan tubuhnya menghadap dinding. Tak lama kemudian terdengar suara dari ruang keluarga.Suara Malik.Malik sedang berbincang dengan orang tuanya. Laila menggeliat sebentar, menajamkan telinganya dan tetap bertahan dari posisi awalnya, tak bergerak sama sekali. Matanya sesekali mengerjap seolah dengan begitu telinganya bisa mendengar dengan lebih baik.Terdengar suara Malik yang meminta ijin membawanya pergi esok hari. Malik akan membawanya ke rumahnya secepatnya. Lalu terdengar juga suara bapaknya dengan pesan-pesan orang tua itu. Laila menitikkan air matanya. Dan semakin terisak saat mendengar kalimat terakhir dari bapaknya. Meski samar, tapi Laila bisa mengerti kalimat itu. Dadanya terasa sesak jika mengingat statusnya sekarang. Beg
Baca selengkapnya
Bab 18 Gara-gara Motor
“bangun..” ucap Laila membangunkan Malik. Entah kelelahan atau terlalu nyaman, Malik termasuk susah dibangunkan. Sudah sejak 35 menit yang lalu Laila terus berusaha membangunkan laki-laki itu.“bangun.. kita berangkat jam berapa? Malik..” Pekik Laila. Malik menggeliat. Meregangkan badannya yang pasti terasa pegal.Sejak semalam mereka berdua tidur seperti patung yang meringkuk. Nyaris tak bergerak. Saling menjaga jarak agar tidak saling bersentuhan. Akibatnya, kini badannya bukan jadi segar tapi justru kaku. Begitu pula Laila.“badanku sakit semua..” keluh Malik. Laila acuh tak acuh. Bukan salahnya kalau badannya sakit semua. Malik yang memaksanya menikah, dan Laila tidak perlu merasa bersalah hanya karena ranjang itu tidak sesuai standarnya si tuan arogan.“kita berangkat jam berapa?” tanya Laila ketus. Malik mengambil ponsel di atas meja. Mengetuk layar itu untuk melihat jam.“jam 6..” gumamnya. “kita berangkat jam 9 aja bagaimana? Aku perlu meregangkan badanku dulu..” kata Malik sa
Baca selengkapnya
Bab 19 Move On
“Ibu Dila minta desain fasad yang kita tawarkan diubah. Beliau udah hubungi lo?” Tanya Denis.Denis sedang duduk di kursi bar tepat di depan Saka yang berada di belakang meja barista. Saka sedang mengolah biji kopi untuk dijadikan minuman favoritnya sendiri.“hmm..” Saka berdehem.“Beliau minta fasad yang lebih tertutup dan terlihat minimalis. Tapi enggak mau nambahin budgetnya. Budget awal katanya dialihkan ke perubahan itu. Gue udah kasih beberapa desain pilihan tapi beliau selalu menolak. Katanya mau lo yang desain. Ada-ada aja. Sedangkan lo nya dihubungin susah banget katanya. Naksir lo kali ya?” pungkas Denis. Saka bergeming.Denis dan Saka memiliki sebuah perusahaan jasa arsitek dan interior yang mereka rintis bersama-sama sejak lulus magisternya. Saka lebih banyak mengurusi desain luar sedangkan Denis lebih sering memegang kendali pada bagian interior ruanganSejauh ini mereka bekerja sama dengan apik. Meski berulang kali mengalami bangkrut karena tertipu pelanggan. Kini posisi
Baca selengkapnya
Bab 20 Alasan Laila
Laila dan Malik baru saja tiba di rumah orang tua Malik. Di depan pintu, sang Papa sudah menyambut kedatangan menantu pertamanya itu dengan senyum lebar dan hangat. Sedangkan Mama Lina tidak nampak batang hidungnya.“Pak, ada kelapa di bagasi mobil, dikeluarkan ya, bawa ke dapur.” Pinta Malik pada satpam rumahnya.“baik, den.” sahut Satpam itu.Malik beberapa langkah di depan Laila. Melangkah dengan langkah cepat seolah memang sengaja meninggalkan Laila di tengah kecanggungannya.Laila menyalami sang mertua. Mencium tangannya takzim setelah Malik hanya ber ‘say hai’ pada Papanya. Agak lain dan tiba-tiba menjadi canggung antara Laila dan Papa mertuanya.“mama mana Pa?” tanya Malik.“ada di taman belakang. Itu apa yang dikeluarkan Pak Budi?” tanya Pak Agung kemudian saat melihat satpam rumahnya sibuk di bagasi mobil Malik.“kelapa. Kelapa muda. Bapak yang panen. Kami bawa untuk oleh-oleh kata Bapak. Diterima ya Pak.” Jawab Laila.“Papa, panggil Papa. Itu pasti diterima. Tidak ada alasan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status