Semua Bab Istri Seksi Tetangga Sebelah: Bab 31 - Bab 40
133 Bab
31. Mencari Hani
"Ya ampun, kamu yakin Hani pindah? Sejak kapan?""Sudah dua hari yang lalu, Bang. Maafin saya ya. Aduh, saya juga kepikiran Mbak Hani, Bang. Kata Bu Retno, Mbak Hani gak punya uang, makanya pindah dan jual HP. Saya jadi kehilangan jejak Mbak Hani.""Ya sudah, saya akan bantu cari di sini. Kamu jika ada waktu senggang, cari Hani juga ya. Mungkin di rumah sakit, siapa tahu dia sakit.""Baik, Bang, begitu senggang, saya akan cari Mbak Hani sekitar sini. Sudah dulu ya, Bang. Assalamu'alaikum.""Wa'alaykumussalam."Syamil menatap layar laptop tanpa semangat. Tugas kampus yang harusnya bisa kerjakan dengan cepat, terbengkalai karena sedari tadi, ia hanya memikirkan Hani. Di mana wanita itu? Apakah ia dan bayinya baik-baik saja? Mereka tinggal di mana? Kenapa tidak cerita padanya? Paling tidak, ia bisa mencarikan kos-kosan untuk gadis itu sampai ia melahirkan. Ting!HanumAssalamu'alaikum, Syamil, kamu lagi apa? Nanti sore jadwal kursus Fadli ya.Wa'alaykumussalam, iya, Num. InsyaAllah.Sen
Baca selengkapnya
32. Syamil yang Galau
Ke mana ya, Allah? Itulah status whatsapp pemuda berusia sembilan belas tahun lebih empat bulan itu. Seminggu sudah berlalu dan dirinya masih mencari Hani di sekitaran Bandung. Semampunya, sesempatnya karena jadwal kuliah mulai padat, begitu juga dengan jadwal mengajar bimbel. Tak jarang dirinya sampai di kosan pukul sembilan sampai sepuluh malam karena sepulang mengajar, ia sempatkan berkeliling mencari Hani sambil menunjukkan foto Hani pada orang-orang yang ia temui. Assalamu'alaikum, Syamil, kamu kenapa, Dek? Apa yang hilang? Uang, dompet, laptop atau apa? Syamil membaca pesan dari tetehnya. Buku Syamil, Teh, tapi gak papa, semoga nanti ketemu. SendOh, buku, buku penting? Materinya apa? Beli online lagi saja? Syamil tersenyum membaca balasan pesan dari Laila. Materi hidup, Teh, he he... nanti juga ketemu, saya cari saja dulu. Teteh apa kabar? Umi bagaimana?SendTeteh sehat, ummi, dan abah juga sehat. Kamu pulang gak sabtu ini, abah mau menikah dengan Mbak Nela. SendYa a
Baca selengkapnya
33. Kena Batunya
Selesai dengan tugasnya, Dewi langsung bergegas memakai kembali pakaiannya. Galeri di ponselnya yang sudah terisi banyak dengan foto-foto syur dirinya dan Arif pun sudah ia amankan dengan baik. Ia meninggalkan Arif yang terdapat lemas setelah bergulat dengannya sampai pagi. Yudi terkantuk-kantuk menunggu Dewi berkunjung ke kosannya. Ia terjaga sepanjang malam karena tidak sabar mendapatkan kabar baik dari teman wanitanya itu. Ia juga berharap tidak ada kendala rumit yang membuat rencananya berantakan. Suara motor berhenti di depan rumah kontrakannya. Yudi melompat saat mengenali wanita yang sudah sejak semalam ia tunggu kabarnya. "Gimana?" tanya Yudi penasaran. "Aman, Bos. Aduh, gue sarapan dulu deh. Perut gue keroncongan dari semalam. Gila itu laki, habis bercinta orang gak dibeliin minum gak dikasih makan. Gue harap sih, dia mat kelaparan aja di kamar itu. Nyebelin banget," omel Dewi yang sudah meletakkan empat bungkus nasi uduk di atas meja ruang tamu Yudi. "Lah, serius lu, ga
Baca selengkapnya
34. Ipar Jahat
"Di mana-mana itu gak ada yang gratis. Kamu tinggal di sini juga gak bisa gratis. Cuci semua baju di belakang. Pisahkan pakaian berwarna dan putih. Setelah itu kamu masak. Aku sudah belanja. Ayam empat potong untuk aku dan Bang Hadi. Kamu makan telur ayamnya. Makan telur itu bagus untuk ibu hamil. Setelah masak, kamu baru boleh lanjut setrika." Nabila memerintah Hani yang baru saja selesai menyapu, lalu mengepel rumah. Pinggangnya panas, perutnya pun terasa kencang karena setiap hari mengerjakan ini itu di rumah abangnya. Lalu, apakah Hadi tahu? Tentu saja Hadi tidak tahu karena Nabila yang melarangnya untuk memberitahu. "Perut saya keram, Mbak," kata Hani dengan sedikit meringis. "Alesan! Kamu itu gak boleh manja, Hani. Hidup menumpang itu gak enak. Makanya hidup itu yang lurus. Satu lagi, kamu gak boleh keluar rumah. Nanti tetanggaku di sini jadi ribut gara-gara aku menampung wanita hamil dari pria yang tidak jelas." Hani yang lelah, hanya bisa menghela napas, tanpa ingin membalas
Baca selengkapnya
35. Pernikahan Abah Haji dan Nela
Tibalah waktu yang ditunggu-tunggu oleh Abah Haji. Ia duduk di depan penghulu yang akan menikahkannya. Kenapa penghulu yang menikahkan? Karena Abah Haji mendapatkan ijin berpoligami dari Haji Umi selalu istri pertama. Berkas pun sudah diisi disertai materai. Nela akan menjadi istri sah pria pemilik pesantren itu, sama seperti Haji Umi. Mimpi pun ia tidak pernah. Mantan wanita malam yang sudah berhijrah itu masih meneteskan air mata saat menunggu ijab kabul diselesaikan. "Mbak Nela jangan nangis, nanti make up-nya luntur," kata Laila yang kini tengah menemani Nela di bilik yang ada di belakang mimbar masjid. Baju brukat panjang berwarna putih dengan hijab yang menutupi dada, serta siger Sunda yang menghias di kepalanya, membuat Nela begitu cantik. "Saya terharu, Laila. Apa ini gak salah?""Jangan ada keraguan terhadap keseriusan Abah saya. Saya anaknya yang paling tahu bagaimana Abah saya. Mbak Nela wanita paling beruntung yang bisa mendapatkan buku nikah sah dari negara karena ijin
Baca selengkapnya
36. Pengantin Baru (21+)
"Bah, lampunya dimatikan dulu ya, saya malu," kata Nela sambil menunduk. Dua kancing atas gamisnya sudah terbuka akibat ulah suaminya. "Iya, biar saya yang matikan. Kamu di sini saja." Abah Haji berjalan untuk menekan saklar lampu. Kini kamar dalam keadaan gelap. Dugh!"Aduh!""Kenapa, Bah?" Nela terkejut mendengar suara kegebug. Ia berdiri dan mencoba menghampiri suaminya. "Kesandung karpet. Ya ampun, aya-aya wae. Mana kena lutut." Abah Haji berjalan pincang menuju ranjang dituntun oleh Nela. "Maaf ya, Bah, gara-gara lampunya padam, jadi gak keliatan jalannya." Nela merasa tidak enak hati. Ia mencium tangan suaminya, lalu ia letakkan di pipi. "Gak papa. Setannya emang lagi iseng aja sama saya, he he he... tolong nyalakan lagi lampu, lalu oleskan minyak but-but di kaki saya ya." Nela mengangguk. "Hati-hati, jangan sampai kamu kesandung juga," kata Abah Haji mengingatkan. Nela pun menyalakan lampu, lalu mencari minyak yang dimaksud suaminya di dalam laci, tetapi ia tidak menemuk
Baca selengkapnya
37. Ipar Jahat Part2
Siapkan Jantung Anda! "Naksir perempuan?" tanya Bu Umi memastikan ia tidak sedang salah mendengar ucapan putranya yang masih sangat muda. Syamil mengangguk. "Siapa, Sya?" Didin bertanya dengan suara beratnya. "Namanya Hanum, Bang. Teman kampus dan satu kelas. Pakai bajunya sopan, tertutup seperti Teh Laila dan Ummi. Masih sekedar dekat aja, buat penambah semangat saat kuliah," cerita Syamil sambil senyum. "Gak papa, asalkan hanya sekedar berteman saja, Sya. Kamu pasti lebih tahu mana yang benar dan tidak, Ummi percaya sama anak Ummi." Syamil merasa lega telah mengatakan hal ini pada Ummi nya. Paling tidak, orang tuanya mengetahui ia sedang dekat dengan siapa. Syamil masuk ke dalam kamarnya. Ia duduk termenung, merasa ada yang tidak lengkap dalam dirinya. Mungkin karena sampai saat ini ia belum mengetahui di mana keberadaan Hani. Jika saja ia tahu wanita hamil itu tinggal di mana, mungkin ia akan lebih tenang. Terakhir ia bertemu Hani adalah saat ia pamitan pindahan dan wanita itu
Baca selengkapnya
38. Hani yang Panik
Hani panik bukan main, bayinya lahir di dalam kamar mandi mushola dan tidak ada siapapun yang mengetahuinya dan membantunya. Untuk beberapa saat Hani menangis, tetapi ia ingat, bayinya kedinginan. Lekas ia angkat bayinya dengan tangannya yang gemetar. Dibungkus dengan handuk yang tadi ia ambil dari dalam tas. Bayinya laki-laki dan sangat tampan. Hani sesegukan karena bayinya lahir dengan wajah arab-araban. Ia menutup mulut agar suara tangisnya tidak pecah. Oek! OekBayinya menangis. Hani semakin kalap, karena khawatir akan banyak orang yang mendatanginya. Lekas ia memenangkan sang bayi dengan menggendongnya, mengindung-ngindung dengan tali plasenta yang masih menggantung. Bayi itu pun berhenti menangis, Hani bergegas keluar kamar mandi dan berjalan mengendap-ngendap agar tidak ada yang melihat dirinya. Namun, sebelumnya ia sudah mengguyur lantai kamar mandi yang terkena noda darahnya. Jalannya pun kepayahan karena masih menggantung tali placenta. Untunglah lampu teras mushola mati
Baca selengkapnya
39. Surat dari Hani
"MasyaAllah, b-bayi. Allahu Akbar, Abah, Ummi, Rukmini, ada bayi!" Teriak Laila membangunkan semua penghuni rumah. Didin menggendong bayi itu dengan tatapan sedih, sekaligus haru. Bayi masih merah dan masih ada sisa darah kering di bagian wajah dan lehernya. Alis tebal, rambut hitam legam yang banyak, hidung tinggi, membuat Didin takjub dengan bayi yang ada di tangannya. "Bawa masuk, La, saya mau kejar ibunya mungkin belum jauh." Didin memberikan bayi itu pada Laila, lalu ia berlari keluar lewat pintu samping yang ditumbuhi banyak ilalang. Namun, Didin tidak menemukan siapa-siapa di sana. Didin pun kembali ke dalam rumah. Ummi Haji tengah menggendong bayi itu dengan linangan airmata. "Rukmini, pakai air panas dispenser saja, siapkan di baskom!" Seru Bu Ummi gugup. Semua mata memandang bayi tampan itu dengan tatapan iba. "Ya Allah, Nak, ibumu tega sekali meninggalkanmu di sini." Nela ikut berkaca-kaca, teringat akan bayi kembarnya yang tidak bisa ia lahirkan dengan selamat. "Bu, a
Baca selengkapnya
40. Bayi Syam yang Cengeng
"Akhirnya si Hadi tahu juga kelakuan istrinya yang setiap hari teriak-teriak sama adiknya Hadi yang lagi hamil itu.""Iya, Bu, coba kalau adiknya Hadi gak pergi, sampai selamanya itu si Hadi gak tahu jahatnya istri cantiknya dan juga sombong.""Rasain diusir! Jadi tetangga sok kaya, jadi istri sok paling dicintai, jadi ipar galaknya ngalahin anjing herder. Makan tuh pencarian!" Nabila hanya bisa menulikan telinganya saat para ibu-ibu tetangga sibuk menggosipkannya. Wanita itu memungut pakaiannya satu per satu yang dilemparkan suaminya ke luar rumah, hingga mereka pun sontak menjadi tontonan. "Pergi, jangan balik lagi ke sini!" Blam! CklekHadi membanting pintu, lalu menguncinya. Nabila hanya bisa berlingangan air mata karena perkataan suaminya yang sangat menyakiti hatinya. Suaminya juga sudah menalaknya dan semua itu karena Hani. Gadis itu seharusnya mati saja dan kenapa harus kembali ke Jakarta? Nabila terus saja menyalahkan Hani atas apa yang terjadi padanya. Setelah memastikan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
14
DMCA.com Protection Status