All Chapters of Kubalas Hinaanmu, Mas!: Chapter 11 - Chapter 20
195 Chapters
BAB 11 KEHABISAN UANG
Air liur Arini terbit saat kotak bekal dibuka. Telur balado, sawi tumis dengan potongan bakso kecil-kecil serta tahu goreng membuat perutnya yang keroncongan berontak seketika. Sekejap saja, makanan itu tandas. Dia memang kelaparan karena dari pagi tidak sarapan. selama tiga hari ini, Arini makan hanya saat malam. Itu juga makan dari sisa jatah makan Naya yang didapat dari puskesmas.“Mau tambah?” Wulandari senyum-senyum melihat kotak bekal Arini yang habis lebih dulu. Dia mengulurkan makanannya ke hadapan Arini.“Boleh aku ambil jatahmu?”“Yeee, tadi pura-pura menolak sekarang malah tidak tahu diri.”Tawa mereka pecah memenuhi mushola. Arini menatap Wulandari yang masih sibuk dengan bekalnya. Ah … ini pertama kali dia tertawa selepas ini sejak Naya sakit lagi. “Lan, terima kasih.”Wulandari hanya tersenyum melihat mata Arini berkaca-kaca. Dia menepuk pelan bahu sahabatnya yang kini mulai menyusut air mata. Sungguh, Arini adalah salah satu perempuan hebat yang pernah dia kenal. Di usi
Read more
BAB 12 TAMU TAK DIUNDANG
TAMU TAK DIUNDANG Arini berlari kecil kecil sambil memastikan Naya tetap aman dari terpaan hujan. Napasnya kepayahan karena tubuh ramping Arini sudah mulai kesusahan menggendong anak bungsunya yang masih tergolek lemah. Sementara Rafa sudah lebih dulu sampai di pintu rumah petak sempit yang disewanya. Anak lelaki itu tengah menunggu sang Ibu membukakan pintu rumah mereka yang hanya terdiri atas kamar tidur dan dapur sempit. Dengan susah payah Arini mengambil kunci dari dalam tasnya yang sudah usang. Pencahayaan yang minim membuat Arini sedikit kesulitan mencari benda yang dicarinya. Rafa memeluk lengannya kuat-kuat. Bibir anak laki-laki berusia enam tahun itu mulai bergetar. Gemeletuk giginya pun tak mampu dia cegah. "Ma," ucap Rafa lirih. Matanya mulai terasa panas. "Sebentar, Sayang. Mama cari kunci." Arini hampir memekik senang saat benda yang dia cari akhirnya tersentuh tangannya. Rafa dengan sigap membantu sang Ibu membuka pintu dan menyalakan lampu ruangan itu. Rafa den
Read more
BAB 13 SKAKMAT YUDA
SKAKMAT YUDAYuda berjongkok tepat di hadapan anak laki-lakinya. Diangsurkannya benda itu ke tangan sang anak secara langsung. Rafa tak bisa menolaknya. Aroma itu amat menggiurkan. Entah kapan terakhir kali Arini membawa makanan enak pada anak-anaknya. Segala keterbatasan wanita itu membuat anak-anaknya mulai merasa terbiasa dengan keprihatinan. "Makanlah, Sayang. Kau pasti lapar," ucap Yuda sambil membelai rambut anaknya lembut. Arini mengalihkan pandangannya ke arah lain. Wanita itu menyadari kecerobohan dirinya. Benar sekali, Rafa belum makan dari siang. Hanya roti yang sudah tak berbentuk jatah dari swalayan yang dia bawa untuk anaknya. Pun anak lelaki itu tak berkeluh tentang rasa laparnya. Arini benar-benar merasa tertampar mendapati kenyataan itu. Selain itu pula, kesibukan mengurus administrasi kepulangan Naya membuat Arini lupa mencarikan makanan untuk sulungnya."Terima kasih. Lekas pulanglah, Mas. Tak enak dilihat tetangga." Arini berkata sambil menengok ke arah lain. D
Read more
BAB 14 PEMBERIAN YUDA
Pemberian YudaArini memejamkan mata. Karena terbakar emosi, dia tidak sadar telah bertengkar di depan kedua anak mereka. Melalui ujung mata, dia dapat melihat Rafa yang memeluk Naya. Kayak beradik itu terlihat ketakutan karena keributan yang mereka sebabkan.“Pergilah, Mas.” Arini berkata lirih. Fisiknya lelah, batinnya lemah. Wanita itu benar-benar sedang penat lahir dan batin. Emosinya seperti sedang dipermainkan. Setelah menghadapi kekhawatiran akan kondisi kesehatan Naya beberapa hari terakhir, kini dia harus berhadapan dengan Yuda lagi yang mau tidak mau membuat luka lama itu berdarah kembali.“Maafkan aku, Rin.” Yuda ikut memelankan suara setelah ikut menyadari Rafa dan Naya menatap mereka dengan sorot mata ketakutan. Hatinya mencelos melihat kedua anak itu tumbuh dengan baik walau serba terbatas.Rafa dan Naya tumbuh dengan tubuh berisi walau tidak gemuk. Setidaknya, dia dapat melihat dua anak itu tidak kekurangan makan. Baju Rafa dan Naya juga bersih dan rapi. Walau warnanya
Read more
BAB 15 MELABRAK ARINI
MELABRAK ARINI“Mama! Ayo, sini makan, ini enak banget. Ayamnya kriuk kriuk, nasinya masih hangat. Supnya juga enak. Makan ini badan jadi tidak dingin lagi.”Arini tertawa mendengar ucapan Rafa. Dia mengangguk dan langsung bergabung dengan dua anaknya setelah menyimpan uang dari Yuda. Entah kapan terakhir kali dia mencicipi makanan cepat saji ini. Rasa-rasanya sudah lama sekali.“Pelan-pelan makannya, Nay. Ini masih banyak, kok. Abang Rafa tidak akan sanggup menghabiskan.” Arini tersenyum sambil merapikan makanan Naya yang sedikit berantakan. Balita itu makan dengan tergesa, takut kehabisan.Sementara Arini menikmati makan sambil bercanda dengan Rafa dan Naya, di sini, Yuda baru saja memasuki halaman rumah. Lelaki itu bergegas berlari setelah keluar dari mobil karena hujan turun semakin deras.“Mas.”Yuda hanya tersenyum tipis melihat Diandra yang sedang ngobrol dengan ibunya di ruang tamu. Lelaki itu melirik jam di dinding. Sudah cukup malam. Sepertinya Diandra memang sengaja menungg
Read more
BAB 16 DIANDRA MEMBUAT KERIBUTAN
Diandra Membuat KeributanArini yang kalah sigap terpaksa mundur beberapa langkah akibat dorongan dari Diandra. Pintu rumah petak itu akhirnya terbuka sempurna, menampilkan seluruh kondisi ruangan yang amat sederhana. "Wanita munafik, tak tahu diri, gatal, apalagi yang pantas kusematkan pada dirimu?" Diandra menatap Arini seolah dia musuh bebuyutan yang lagi-lagi harus bertempur di tengah-tengah Medan laga. Diandra mencekal lengan Arini hingga membuat kedua anak wanita itu tersudut di kasur lu;suhnya. Anak-anak itu harus melihat sang Ibu diperlakukan buruk oleh orang yang baru mereka lihat. "Apakah kau tak ingat pernah mengatakan meminta calon suamiku itu pergi dari hidupmu?" Diandra mengeratkan cengkraman di tangan Arini. Matanya bengis melihat Arini yang sedang berusaha mengontrol emosinya. "Lalu kenapa kau sekarang bertingkah seperti parasit yang menggerogoti Mas Yuda tanpa rasa malu? Kau sedang menjilat ludahmu sendiri?" Arini menarik tangannya kasar hingga cengkeraman Diand
Read more
BAB 17 DIANDRA MEMBUAT KERIBUTAN 2
Diandra Membuat Keributan (2)“Wid, sudah.” Arini menahan Widya yang mulai merangsek maju ke depan ingin menyerang Diandra. Dia mengerti kenapa tetangganya itu sangat emosi. Widya menjadi saksi hidup perjuangannya selama ini.“Biarin, Mbak! Biar wanita pongah ini tahu kalau dia akan menikahi lelaki tak berakhlak. Biar dia hati-hati, jangan sampai nanti mengalami nasib yang sama, ditelantarkan juga.”“Jaga mulut kamu! Dasar miskin! Aneh sekali mewajarkan perselingkuhan. Disogok berapa kamu sama wanita sialan ini sehingga membelanya mati-matian, hah?!” Diandra maju dan mendorong Widya.Widya yang tidak terima langsung menjambak rambut lurus Diandra yang terurai. dengan kencang dia menarik dan memutarnya hingga wanita itu menjerit kesakita. Saat akhirnya berhasil dilerai, di tangan Widya masih tertinggal segumpal rambut Diandra. Dia tersenyum puas melihat penampilan Diandra menjadi berantakan.“Pergilah, Di. Jangan membuat keributan disini. Aku dan Mas Yuda tidak ada hubungan apa-apa. Ka
Read more
BAB 18 KEMARAHAN PENGUNJUNG
KEMARAHAN PENGUNJUNG Benturan keras pada tubuh Arini membuat wanita itu mengaduh dan memegangi bahunya. Arini hampir terjungkal saat tubuh Rista yang lebih berisi menabraknya dengan cukup keras. Arini menautkan kedua alisnya heran. Firasatnya mengatakan bahwa Rista sengaja menabrakkan tubuhnya, mengingat lorong penghubung antara gudang dengan bagian store cukup lebar apalagi hanya untuk berpapasan antara dua orang. "Kenapa?" Rista menatap wajah Arini tanpa permintaan maaf. Bahkan tak ada raut penyesalan dari wajahnya. Wajah putih milik Rista justru terlihat amat puas melihat Arini yang masih memegang pundaknya. "Manja? Mau ngadu? Bosen!" Arini makin tak mengerti dengan sikap Rista yang mulai kelewatan. Wanita itu menarik napas dalam-dalam yang mencoba mengabaikan Rista dan memilih berlalu dari hadapannya. Pikirannya tak karuan saat ini. Bayangannya saat berpamitan dengan Naya yang masih lemah tergolek di atas kasur membuatnya sulit sekali berkonsentrasi. Hal itu pula yang mungki
Read more
BAB 19 PEMBUAT MASALAH SEBENARNYA
PEMBUAT MASALAH SEBENARNYA "Saya mohon maaf atas kesalahpahaman ini. Mudah-mudahan Ibu berkenan memaafkan keteledoran kami. Jujur saja, hal ini baru pertama kali terjadi di swalayan kami. Mudah-mudahan menjadi pembelajaran yang membuat kami terus berbenah," ucap Umi Hasyim pada wanita yang diketahui bernama Rumi. Wanita itu membulatkan mata tak terima. "Maksud Anda, apakah ini artinya karyawan yang berbuat kesalahan ini lolos tanpa sangsi apapun?" Wulandari, Arini dan security bernama Riki tersengal. Mereka bertiga tak menyangka wanita itu tak kunjung memberikan maaf dan melupakan masalah itu. Dia malah menginginkan hal yang teramat krusial bagi mereka yang masih membutuhkan pekerjaan dari tempat ini. "Mohon maaf, itu masalah intern kami sebagai pemilik tempat ini. Biar saya dan manajemen yang akan mengambil tindakan atas masalah ini," jawab Umi dengan wajah tetap tenang. Hal itu tentu saja membuat ketiga karyawannnya bisa bernapas lega. "Saya akan memberikan ulasan buruk untuk t
Read more
BAB 20 FITNAH
Fitnah“Mbak Rista, dipanggil Umi.” Dengan napas tersengal Riki akhirnya berhasil mengejar Rista yang sudah hampir menyalakan sepeda motornya. “Dipanggil Umi sebentar.” Riki menunjuk ke dalam. Lelaki itu mengulangi ucapan karena Rista menatapnya tidak mengerti.“Ada apa?”“Entah.” Riki mengangkat bahu. Dia sengaja tidak memberitahu alasannya karena wajah Rista terlihat sedikit panik.Setelah agak lama berpikir, Rista akhirnya mengikuti Riki. Terlihat sekali wanita itu berat hati memenuhi panggilan pemilik swalayan itu. Namun, bagaimana lagi? Tidak ada alasan dia menolak walau jam kerjanya sudah selesai.“Kamu kenal Bu Rumi?” Umi Hasyim langsung bertanya saat Rista baru saja duduk. “Pembeli yang tadi marah-marah hingga membuat keributan.” Bu Rumi menunjuk layar yang sedang menampilkan adegan Rumi memarahi Wulandari.“Tidak, Bu.” Rista menjawab setelah terdiam sebentar. Dari ujung mata, dia melirik pada Arini dan Wulandari yang duduk di sampingnya. Wanita itu menarik napas panjang. Dia
Read more
PREV
123456
...
20
DMCA.com Protection Status