Semua Bab WANITA YANG KAU HINAKAN: Bab 41 - Bab 50
213 Bab
BAB 41. Sindiran untuk Mas Danu.
“Aamiin ...” sahut Mas Danu.“Kamu rupanya sudah misah, Ta?” tanya Mbak Nur, kakakku nomor dua.“Alhamdulillah sudah, Mbak. Belajar ceker sendiri ini,” jawabku.“Kok, Mbak Nur tahu sih, kalau Ita sudah misah?” tanya Mbak Susi penasaran.“Tahulah, Sus. Lihat saja itu background rumah Ita geribik sama papan kalau dia masih di rumah mertuanya kan, bagus temboknya warna hijau,” jawab Mbak Nur sambil tergelak disambut Mbak Susi dan Mbak Ning yang juga ikut tertawa. Entah mengapa aku tersentil dengan ucapan Mbak Nur. Kulihat senyum ibu juga langsung pudar.“Eh, iya, Ibu masak apa?” tanya Mbak Ning.“Ibu enggak masak, Nak, tadi dapat punjungan dua rantang,” jawab ibu sambil membenarkan posisi duduknya.“Banyak amat, Bu. Lempar sini satu,” pinta Mbak Nur.“Mau untuk apa, Mbak? Ujung-ujungnya juga enggak kamu makan mubazir aja, mending kasih ke Ita aja dia pasti hari ini masak daun singkong,” timpal Mbak Susi.“He, iya sudah macam kambing saja, ya? Subur nanti kamu Ta,” timpal Mbak Susi. Kem
Baca selengkapnya
BAB 42. Tingkah Wak Tono.
“Mas, maaf ya, tadi saudara-saudaraku kelewatan,” ucapku pada Mas Danu dan aku berusaha untuk tersenyum semanis mungkin, aku tahu rasanya dikucilkan karena aku pun merasakannya.“Sudah biasa, Dik. Kamu enggak usah merasa tidak enak begitu ini kan, bukan salahmu? Sini peluk Mas dulu.” Aku tahu meski bibir Mas Danu berucap demikian, tapi tidak dengan hatinya.Dipeluk kekasih halalku rasanya nyaman sekali, tidak mengapa aku miskin harta asalkan kami saling sayang dan melengkapi semoga suatu hari nanti aku bisa seperti mereka kaya harta.“Woi, asyik sekali siang-siang sayang-sayangan. Kerja Dan, usaha tuh, gimana caranya biar kakimu sembuh terus kerja dapat duit banyak. Ingat hutangmu sama kami masih ada,” ucap Wak Toni tiba-tiba dia sudah di ambang pintu depan.Aku dan Mas Danu saling berpandangan tak mengerti kapan kami berhutang.“Maaf Wak, kalau masuk rumah apa lagi rumah orang lain sebaiknya salam terlebih dahulu biar setannya enggak ikut masuk,” kataku kesal sekali.“Beh, sudah bera
Baca selengkapnya
BAB 43. Tegas!
“Dik ... bangun sudah azan asar,” panggilan Mas Danu samar kudengar, tapi entah kenapa badanku susah sekali untuk bangun.Mataku susah terbuka padahal aku sudah berusaha untuk melek, tangisan Kia juga terdengar. Perasaanku ada yang memegangi tangan dan kakiku dadaku juga sesak berasa ditindih beban berat puluhan kilo sampai sesak nafasku.Sekelebat bayangan hitam terbang dari pintu tengah ke pintu depan kemudian terbang lagi ke arahku. Lalu hilang. Kakiku seketika seperti ada yang menyayat sakit sekali.Sekali lagi mendengar panggilan Mas Danu, tapi aku tidak bisa terbangun aku sudah berusaha minta tolong sama Mas Danu, tapi tenggorokanku tercekat.Aku pasrah jika harus pergi, tapi tangisan Kia menyadarkanku. Allah ... Allah. Perlahan rasa sesak di dada berkurang.Allah ... Allah. Aku tidak bisa mengucapkan kata-kata lain selain Allah lalu kubaca ayat kursi dalam hati, sampai kalimat ... wasi’akurshiyuhussamawati walarldi ... sakit di sekujur tubuhmu makin terasa. Aku ulangi sampai t
Baca selengkapnya
BAB 44. Kejadian aneh.
“Ada apa ini di kamar mandi teriak-teriak tidak jelas!” bentak ibu.“Ini Bu, bajuku basah. Gara-gara menantu Ibu yang bod*h ini. Dia mau numpang mandi tidak mau ngisi bak Ibu dengan alasan kita ada sanyo,” jawab Mbak Lili menuding-nuding wajahku.“Makin hari bukannya makin bener malah gini kamu, Ta! Kalau numpang itu tahu diri!” bentak ibu padaku. Gayung yang dipegang Mbak Lili direbut lalu dipukulkan ke pundakku. Sakit sekali.“Cukup! Aku bukan boneka yang bisa kalian perintah seenak sendiri. Ibu, aku bisa saja membalas pukulan Ibu, tapi aku masih punya otak yang waras. Jadi, aku tidak ada waktu untuk meladi orang enggak waras seperti kalian berdua,” teriakku tak kalah kencang dengan teriakan Mbak Lili tadi.“Pergi sana! Pergi! Jangan kamu pakai sumur ini lagi!” Usir ibu.“Aku tidak akan pergi dari sini, Bu. Sumur ini yang buat bapaknya Mas Danu dulu. Aku menantu beliau jadi aku berhak untuk memakai sumur ini,” jawabku tegas. Ibu gelagapan lalu menarik tangan Mbak Lili untuk pergi d
Baca selengkapnya
BAB 45. Sikap aneh Wak Tono.
"Emmp! Emmp!" Napasku sesak sekali, aku sudah berontak, tapi kalah tenaga. Badanku sudah diseret mendekati pintu keluar. Aku mulai nangis bayangan yang tidak-tidak sudah memenuhi isi kepalaku."Emmp! Kubuka mulut lalu kugigit telapak tangannya kuat-kuat. Berhasil tangan yang menekan leherku sedikit longgar. Dengan gerakan cepat aku menyikut perutnya. Dia mengerang kesakitan dan melemparku ke tanah. Aku terlepas."Mas Danu!" teriakku sekuat tenaga.Mendengarku berteriak orang ini panik dan hendak kabur. Aku yang terjatuh tepat di bawah kakinya tidak menyia-nyiakan kesempatan segera kutendang selakangannya dan tepat sasaran mengenai benda pusakanya.Dia terjatuh meringkuk memegangi senjatanya."Mas Danu!" teriakku lagi."Tolong!""Iya, Dik, ada apa!" sahut Mas Danu.Orang itu mengeluarkan pisau kecil dari sakunya dan mengancamku sambil tertatih dia berdiri lalu kabur lewat pintu dapurTergopoh-gopoh Mas Danu menghampiriku. Dia heran melihatku menangis duduk di tanah."Kamu kenapa, Dik?
Baca selengkapnya
Bab 46. Mungkinkah dia orangnya?
Kita juga harus punya bukti, Dik. Kita selidiki dulu. Jika memang benar maka tidak segan-segan aku akan patahkan kakinya," jawab Mas Danu."Iya, Mas, betul kita harus selidiki dulu. Dia orang yang pandai bersilat lidah. Meski kita ada di pihak yang benar tetap saja kita kalah," kataku kesal dan mengingat kembali saat aku mau minta uang jimpitan bukannya memberi malah masih menganggap kami punya hutang."Sabar ya, sayang, nanti setelah kebun karet Kakek laku kita akan merubah hidup kita. Oh, iya tadi Kia bangun sudah Mas kasih makan dan minum tajin, dia tidur lagi. Mungkin karena semalam dia sangat rewel.""Iya, Mas. Kasihan ya, Kia. Mas, apa sebaiknya kita pindah saja dari sini," usulku."Iya, nanti kita pindah kalau kebun karet Kakek yang kita jual laku. Mas, juga sudah tidak betah berlama-lama di sini. Berharap hidup berdampingan dengan keluarga akan mudah dan saling bantu malah jadinya begini." Mas Danu seperti menerawang jauh matanya berkaca-kaca. Kasihan suamiku dia dari dulu sud
Baca selengkapnya
BAB 47. Ibu minta duit.
"Wah, bagus yaa, rapih banget anyamannya. Harganya berapa, Mbak Ita?""Ikut harga pasaran saja Mbak, karena Mbak Siti adalah pelanggan pertama kami maka kami kasih harga separuh saja." Mbak Siti tampak berbinar senang. Dia memberiku uang 100 ribu rupiah."Ini susuknya, Mbak?""Enggak usah, sudah simpan saja untuk beli jajan Dedek Kia," tolaknya halus. Terjadilah adegan tidak saling mau menerima kembalian uang itu."Kalau Mbak Ita enggak mau, besok-besok aku enggak mau lagi beli di sini." Ancamnya. Akhirnya aku terima uangnya. Alhamdulillah, bisa untuk makan lima harian."Oh, iya ini Mbak Ita, aku bawain pecel sekalian icip-icip, ya, kasih tahu aku kurangnya apa biar nanti aku perbaiki lagi bumbunya." Aku mengiyakan. Rasanya malu sekali masih sering mengeluh padahal masih ada orang yang baik dan sayang pada kami. Mbak Siti pamit pulang aku mengantarnya sampai depan."Mbak Ita, itu Mbak Asih, kan?" tanyanya saat melihat ibu dan Mbak Asih ada di pintu dapur mereka."Iya, benar. Apa Mbak
Baca selengkapnya
BAB 48. Yang dilihat Mak Manurung.
🌸🌸🌸Sejak kejadian adegan aku melempari pintu dapur ibu, mereka kompak mendiamkanku. Syukurlah ini jauh lebih baik dari pada mereka bertingkah bar-bar.Malam ini aku berkutat dengan adonan donat dan bolu pisang ditemani Mas Danu. Dia takut akan terjadi kejadian seperti kemarin malam.Saat sedang menggoreng donat menjelang azan subuh tubuhku rasanya panas sekali padahal aku menggoreng pakai kompor bukan tungku.Brugh!Suara seperti benda jatuh sangat jelas terdengar dari arah belakang rumah."Ita! Danu!" Terdengar panggilan Mak Manurung dari pintu depan sampai beliau menggedor-gedor."Sabar, Mak. Ada apa Mak, sampai ngos-ngosan begitu subuh-subuh. Ayo masuk dulu," ajakku pada Mak Manurung. Beliau mengikuti langkah kakiku."Mak, kayak habis nyangkul sawah sehektar subuh-subuh minum air putih sekali teguk gitu langsung habis," godaku."Ini bukan sekedar lari jauh puluhan kilometer, Ta, lebih dari itu karena jantung juga rasanya mau copot.""Memang ada apa, Mak?" tanya Mas Danu."Emak,
Baca selengkapnya
BAB 49. Melawan ibu.
"Eeh, enggak usah masuk! Di luar aja!" pekik Mba Lili. Saat kaki ini hendak melangkah masuk ke dalam."Ada apa, Dan? Apa kamu sudah menyerah tinggal sendiri tumben banget ke sini pagi-pagi begini," ucap ibu."Enak aja! Di sini sudah enggak ada tempat untuk benalu macam mereka, Bu," sahut Mas Roni. Astaghfirullah ini laki-laki mulutnya lemes banget."Cepat bilang ada apa? Kami sibuk!" timpal Mbak Asih."Ibu, begini aku mau minta sertifikat kebun karet milikku yang dikasih Kakek dulu, Aku berniat untuk menjual kebun itu. Selama ini kan, hasilnya sudah Ibu nikmati. Jadi kurasa ini waktu yang tepat untuk kujual," terang Mas Danu.Ibu kaget mendengar penuturan Mas Danu, lalu terlihat sangat gelisah sedang yang lain diam mematung."Besok saja ya, Dan. Ibu sibuk mau berangkat kondangan," jawab ibu lalu hendak menutup pintu. Dengan cepat aku menahan pintu itu."Sekarang saja, Bu. Kan, gampang tinggal ngambil aja lalu Ibu kasihkan pada kami," kataku menimpali."Eh, kamu siapa ikut-ikutan ngom
Baca selengkapnya
BAB 50. Bicara dengan Mas Eko.
Aku mengambil Kia dari gendongannya."Orang macam mereka ini jangan diladeni bisa sama gilanya, Ta. Ada apa rupanya sampai kau itu seperti kesetanan?" tanyanya.Mas Danu akhirnya menceritakan semuanya bahwa dia mau mengambil sertifikat kebun karet miliknya. Bukan dikasih malah sudah dijual."Gila kau memang! Hak orang main ambil. Begini saja Dan, kamu panggil RT atau pamong desa buat beresin masalah ini." usulnya.Mas Danu mengiyakan dan akan membawa masalah ini ke jalur hukum."Jangan, Dan. Ibu berjanji akan menggantinya, sebentar." Susah payah ibu berjalan ke kamarnya tidak lama kemudian memberikan map coklat setelah kami periksa itu sertifikat kebun karet milik ibu."Baik aku terima ini, Bu, meski ukurannya masih kalah jauh dengan milikku. Aku akan minta pada Wak Tono sisanya." Ibu melongo saja mungkin dia sangat menyesal sudah menjual miliki orang lain tanpa sepengetahuan pemiliknya."Kami permisi," ucapku. Mereka tidak menyahut. Baru saja melangkah ke luar pintu langsung dibantin
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
22
DMCA.com Protection Status