Semua Bab SUAMIKU BUKAN SUAMIMU: Bab 21 - Bab 30
116 Bab
Bab 16a
Bab 16Dulu, saat aku duduk di bangku SMA, Fara masih duduk di bangku kelas enam SD. Saat teman-temanku termasuk Hanan main ke rumah, Fara masih anak perempuan dengan rambut dikuncir dua. Dari semua teman-temanku, Hanan lah yang bisa mendekati Fara. Karena Hanan sering membawakan sekedar coklat atau snack buat adikku itu. Berbeda dengan teman-temanku yang lain yang kadang abai dan cuek pada keberadaan Fara. Rumahku yang tak terlalu jauh letaknya dari sekolah, memang kerapkali dijadikan tempat untuk mengerjakan tugas bersama-sama atau diskusi kelompok. Dan yang paling getol berkunjung, yaitu Hanan dan Rima. Kami bertiga memang sudah akrab sejak awal masuk SMA. Entah kenapa saat itu kami bertiga langsung nyambung saat bergaul. Suara dari arah dapur terdengar riuh. Sepertinya Ilham dan Hanan sudah selesai memancing. Aku pun berjalan untuk menghampiri anakku itu. Nampak penampilan Ilham begitu kotor. Sebagian baju dan tubuhnya terkena lumpur. "Ya Allah Ilham. Kok kotor-kotoran, Sayang!
Baca selengkapnya
Bab 16b
Aku berbalik dan menatap orang itu. Ryan. Dia sudah berdiri di hadapanku. "Eh, Mas Ryan. Ada apa, ya?" tanyaku sopan. "Aku mau ngembaliin ini!" Ryan mengulurkan nampan yang tadi siang dibawanya. "Lho, kok, ada isinya?" Aku menatap sekotak martabak yang berada di atas nampan itu. "Gak apa-apa. Itung-itung sebagai ucapan terima kasih," jawabnya. "Oh, iya. Makasih kalau gitu." Aku menerima nampan itu. Wangi martabak coklat langsung menguar terendus oleh hidungku. "Sama-sama," jawabnya. "Kalau gitu, aku permisi," tambahnya sambil berbalik dan berjalan kembali menuju rumahnya. Sementara aku langsung masuk ke dalam rumah. "Dari siapa, Ra?" tanya ibu saat aku meletakkan martabak itu di atas meja. "Dari tetangga baru. Sambil ngembaliin nampan," jawabku. "Kayaknya tetangga baru itu baik, ya. Ganteng lagi," sambar Fara. "Di matamu semua cowok ganteng. Hanan ganteng, Ryan ganteng, tukang bakso yang biasa lewat juga ganteng," ledekku."Ih ... gak gitu juga kali, Mbak!" protes Fara. Ak
Baca selengkapnya
Bab 17a
Sebelum Mas Hilman pulang dari liburannya, aku memutuskan untuk pulang lebih awal ke rumah. Beruntung aku bertemu dengan Ryan yang sepertinya sudah bersiap untuk menjemput rezeki sebagai driver online di depan rumahnya."Mas, aku pelanggan pertama, ya," tuturku sambil menghampirinya sambil tersenyum."Wah. Beneran nih. Mau ke mana, Mbak?" tanyanya dengan mata berbinar."Jangan panggil Mbak. Panggil Zara aja," pintaku. "Siap, Mbak, eh, Zara. Mari masuk," timpalnya sambil membuka pintu mobil. "Lekas aku masuk dan duduk di kursi belakang. Sesaat kemudian, Ryan pun masuk dan duduk di balik kemudi."Ke alamat yang kemarin, ya," ujarku mengingatkan."Oke," jawabnya singkat sambil mulai melajukan mobilnya."Sudah lama jadi driver online?" tanyaku untuk memecah keheningan."Belum, Ra. Ini sampingan aja sambil nunggu panggilan kerja," jawabnya. "Kamu sendiri, kerja atau—?" Dia tak melanjutkan ucapannya."Enggak. Aku cuma ibu rumah tangga," jawabku."Kok cuma? Ibu rumah tangga itu paling cape
Baca selengkapnya
Bab 17b
Sepertinya Mas Hilman belum menyadari kalau kebersamaan mereka di-posting Anita ke laman media sosialnya. Mas Hilman memang termasuk orang yang jarang sering membuka medsos apalagi FB. "Sudahlah, Mas, gak perlu ditutupi lagi. Semua orang juga tahu kalau kamu dan Anita habis liburan ke pantai. Pakai dipamerin ke media sosial segala. Apa coba maksudnya?" timpalku lagi. "Siapa yang pamerin. Kamu ini ngomong apa?" Mas Hilman masih terlihat bingung. "Tanya aja sama sahabat, Mas, itu!" Aku menunjuk ke arah Anita dengan daguku. Mas Hilman langsung menoleh ke arah Anita. "Apa benar?" "Maaf, Mas. Aku cuma mau mengabadikan momen kebersamaan kita," tutur Anita pada Mas Hilman. "Ya ampun, Nit. Kenapa kamu lakukan itu? Kalau sampai atasan di tempat kerjaku tahu gimana? Padahal aku sudah beralasan sakit, makanya membatalkan kunjungan ke luar kota," timpal Mas Hilman terlihat kesal. "Ya, mana aku tahu. Orang kamu gak bilang. Aku pikir kamu libur panjang, makanya mau nemenin aku liburan," sahu
Baca selengkapnya
Bab 18a
Bab 18 - POV HilmanBrakAku mendengar suara pintu ditutup dengan keras. Sepertinya Zara memang marah besar dan masuk ke dalam kamar Ilham setelah mendengar aku akan menikahi Anita. Aku mengacak rambut kasar. Frustasi sekali rasanya dengan keadaan seperti ini. Aku sudah meminta baik-baik pada Zara untuk bisa menikahi Anita. Ya, meskipun aku tahu, tidak akan ada wanita yang ingin diduakan di dunia ini. Tapi aku juga bingung harus berbuat apa. Di satu satu sisi, aku mencinta Anita sejak dulu. Cinta yang selama belasan tahun ini terpendam. Sementara aku juga menyayangi Zara, istriku. Zara adalah wanita yang baik, lembut, penyabar, dan sederhana. Meski terkadang aku bersikap kasar padanya, tapi dia tidak pernah membalasnya. Kecuali akhir-akhir ini. Sikapnya begitu berubah drastis. Menjadi pemarah dan pembangkang. Hingga tanpa sadar, aku sampai kelepasan menampar pipinya. Padahal, seumur-umur pernikahan, belum pernah aku menyakitinya secara fisik. Meskipun hatinya mungkin sering tersakit
Baca selengkapnya
Bab 18b
Saat itu, aku berniat untuk mengutarakan perasaan cinta yang sudah mulai tumbuh sejak duduk di bangku SMA. Aku menghirup napas dalam-dalam, mulai mengatur debaran jantung yang tak karuan. Hingga ucapan Anita, membuatku mengurungkan niatku itu. "Tau gak cita-citaku setelah ini? Aku ingin menikah dengan laki-laki kaya raya dan hidup dengan tenang dan normal. Aku tidak mau terpuruk lagi. Pokoknya aku mau bahagia," ucapnya menggebu-gebu. Keinginan untuk mengutarakan perasaan cinta luntur detik itu juga. Karena aku tahu diri, aku bukanlah laki-laki kaya raya yang dia impikan. Aku takut tidak bisa membahagiakannya. Hingga akhirnya, aku memilih memendam cinta itu dalam-dalam. Bersembunyi di balik kata persahabatan agar tetap terjaga sampai kapanpun.Selang setahun kemudian, akhirnya Anita mendapatkan apa yang diinginkannya. Bos di tempatnya bekerja jatuh cinta padanya dan menikahinya. Hatiku hancur saat itu, tapi sekaligus bahagia karena cita-cita Anita akhirnya terwujud. Aku hanya bisa me
Baca selengkapnya
Bab 19a
HilmanAku terdiam sejenak. Tawaran yang dilontarkan Anita membuatku sulit untuk berkata-kata. Tanpa menunggu tanggapan dariku, kepala Anita sudah terlanjur bersandar di pundakku. Matanya menatap lurus pada hamparan pantai di depan sana. Angin yang berhembus kencang, menyebabkan rambut-rambut Anita berterbangan persis menyapu hidungku. Hingga wangi shampoo begitu memanjakan indera penciumanku."Sejak aku bertemu denganmu di SMA dulu, aku tak dapat lagi merasakan kenyamanan selain berada di sisimu. Kamu orang yang paling mengerti aku. Kamu selalu berusaha menjagaku. Bagiku, kamu layaknya pelindungku. Bahkan, mantan suamiku pun tak bisa menjadi sepertimu." Anita menarik kepalanya dari pundakku, kemudian mengunci tatapannya pada mataku. Hingga menyebabkan kami saling pandang dalam waktu cukup lama. Kepalanya bahkan bergerak maju perlahan, hingga wajah kami hampir habis terkikis. Aku segera memalingkan wajah. Melemparkan pandangan ke arah ombak yang semakin kuat menerjang karang. Sekuat
Baca selengkapnya
Bab 19b
***Dering telepon yang berbunyi membuat lamunanku tentang peristiwa yang dialami beberapa hari terakhir hilang dari ingatan. Lekas aku mengambil ponsel dan menatap layarnya. Nama Anita langsung terpampang di layar ponsel. "Halo, Nit. Kenapa?" tanyaku saat mengangkatnya. "Sudah bilang sama Zara kalau kita akan menikah?" tanya Anita to the point. "Sudah. Tapi dia gak mau. Dia malah minta cerai. Pusing aku," jawabku sambil memijit pelipis yang berdenyut nyeri. "Ya tinggal ceraikan saja, sih. Repot amat," timpal Anita enteng. "Gak segampang itu, Nit. Banyak pertimbangan lain juga. Salah satunya Ilham," balasku. "Terserah kamulah. Pokoknya aku gak mau tahu. Kamu harus segera nikahi aku. Apalagi setelah apa yang kita lakukan di Bali. Aku gak mau, ya, tiba-tiba hamil tapi gak ada bapaknya," tutur Anita tegas. Ia pun langsung mengakhiri panggilan tanpa menunggu tanggapan dariku. Aku melempar ponsel itu kasar ke atas tempat tidur, lalu menjambak rambut pelan. Kenapa harus seperti ini,
Baca selengkapnya
Bab 20a
HilmanAku masih hilir mudik di halaman rumah. Mencoba menelpon Zara meski hanya suara operator yang terdengar. Tak jua tersambung, akhirnya aku mengirim pesan padanya. [Zara, kamu di mana? Apa-apaan ini? Kenapa baju-bajuku ada di luar?] kirim. Sialnya, pesan itu pun hanya centang satu. Membuatku semakin kebingungan di sore hari yang semakin gelap ini. "Assalamu'alaikum." Aku menoleh ke sumber suara. Ternyata Pak RT sudah berdiri di belakangku ditemani istrinya. "Wa'alaikum salam Pak RT," jawabku ramah. "Ada apa ya?" lanjutku lagi sambil menatap Pak RT dan istrinya bergantian. "Begini, kami ke sini mau mengambil mobil yang dibeli dari Bu Zara siang tadi. Bu Zara bilang bisa dibawa kalau Pak Hilman sudah pulang," timpal Pak RT membuat mataku membelalak. "Mobil? Dijual? Mobil siapa ya?" tanyaku tak mengerti. "Ya mobil Pak Hilman. Mobil siapa lagi. Tadi siang Bu Zara datang ke rumah untuk menawarkan mobil. Kebetulan kemarin istri saya memang sempat menanyakan di WA grup komplek in
Baca selengkapnya
Bab 20b
Lekas aku bangkit dari kursi dan berjalan cepat menghampiri Anita yang baru saja turun dari mobilnya. Tak lupa koper berisi bajuku diseret di belakang."Kok rumahnya gelap, Mas?" tanya Anita. "Mobil kamu mana?" lanjutnya lagi sambil celingukan. "Iya. Ceritanya nanti aja di jalan. Sekarang tolong anterin aku ke rumah ibu," pintaku sambil memasukkan koper ke bagasi mobil Anita. "Pake bawa koper segala." Anita bersuara lagi. Aku tak menanggapi. Langsung saja aku masuk ke dalam mobil dan duduk di jok sebelah kemudi. Sesaat kemudian, Anita pun ikut masuk dengan mimik wajah penuh tanda tanya. "Ini sebenarnya ada apa, sih, Mas?" Anita yang sedang menyetir menoleh sekilas ke arahku. Aku pun menceritakan semuanya pada sahabatku itu. Mulai dari rumah, mobil, dan juga tabungan. Tiba-tiba saja mobil yang dikendarai Anita mengerem mendadak hingga kepalaku hampir saja terpentok dashboard mobil."Nit, kamu kenapa?" tanyaku dengan tatapan sedikit kesal. "Kamu yang apa-apaan, Mas? Bisa-bisanya d
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status