All Chapters of SUAMIKU BUKAN SUAMIMU: Chapter 31 - Chapter 40
116 Chapters
Bab 21a
Di balkon kamar hotel, aku berdiri. Menatap bulan sepotong yang menggantung di atas sana. Sementara di sekelilingnya, bintang-bintang nampak gemerlapan. Angin malam yang berembus, sesekali menelusup hingga terasa menembus ke tulang. Membuatku lebih mengeratkan jaket yang dikenakan. Aku menghela napas pelan. Lalu melemp4rkan pandangan ke bawah. Di mana terlihat kendaraan yang berduyun-duyun dengan ukuran kecil. Lampu-lampu yang menyorot dari kendaraan itu, membuat pemandangan malam nampak begitu indah. Ponsel yang disimpan di meja kecil di belakangku terdengar berdering. Aku menoleh, lalu menatap layar itu sambil duduk di kursi balkon. "Halo, Far, kenapa?" tanyaku pada Fara. "Barusan ada Mas Hilman datang ke sini sama ibunya," jawab Fara pelan. "Sudah Mbak duga, Mas Hilman akan mencariku ke rumah. Terus dia bilang apa?" "Gak bilang apa-apa. Cuma bilang mau cari Mbak Zara. Dia juga sempat ngajak Ilham untuk pulang bareng, untung Ilham-nya gak mau. Malah nangis," jawab Fara sambil
Read more
Bab 21b
Jarum jam bergerak terasa cepat. Bahkan kini malam sudah merangkak larut. Tapi kedua mataku tak jua mau terpejam. Bayangan Mas Hilman dan Anita yang bergvmul membuatku dadaku kian sesak. Mas Hilman memang tidak mengiyakan saat aku bertanya kemarin. Tapi aku berani bertaruh, dia memang sudah melakukannya hingga bertekad untuk menikahi Anita. Dia sudah mengkhianati janji suci pernikahan kami. Dia mengotori sakralnya ikatan kami. Tanpa sadar, aku merem4s seprai bewarna putih itu kuat-kuat. Menyalurkan rasa sakit yang begitu mengh4ntam dada. Tak akan ada lagi kata maaf untuknya. Semuanya berakhir. Semuanya sudah berakhir. ***Cahaya matahari pagi menerobos lewat celah gorden yang sedikit terbuka. Aku membuka mata pelan, dan langsung terperanjat saat melihat jam dinding sudah hampir pukul enam pagi. "Astaghfirullah. Aku belum solat subuh. Ini semua gara-gara aku tidur larut malam. Jadinya terlambat bangun." Aku terus menggerutu sambil berjalan menuju kamar mandi. Lalu mengambil air w
Read more
Bab 22a
Sambil sedikit mengangkat rok panjang yang ia kenakan, ibu langsung menghampiri Hanan yang baru saja turun dari motornya dan sedang melepas helm. Saat Hanan mengulurkan tangannya untuk menyalami ibu, wanita yang sudah melahirkanku itu malah menep1snya k4sar."Alah ... gak usah sok-sokan pura-pura sopan segala. Katakan, mau apa ke sini? Apa kakakmu itu gak ada keberanian buat datang ke sini sendiri sampai-sampai harus mengutus adiknya? Nyakitin anak orang berani, tapi mengembalikan baik-baik ke orang tuanya gak berani. Dasar pengecvt. Bilangin sana sama kakakmu yang gat4l itu!" Ibu terus saja nyerocos tanpa memberikan kesempatan kepada Hanan untuk membela diri."Bu, sudah, Bu. Ibu salah paham. Hanan gak ada hubungannya sama sekali dengan masalah yang terjadi pada rumah tanggaku." Aku sedikit menarik tangan itu agar menjauh dari Hanan yang masih menunduk."Salah paham gimana? Orang dia ini adiknya si Hilman itu. Pasti dia mau belain kakaknya." Ibu kembali berbicara sambil menatap t4jam
Read more
Bab 22b
"Isshh ... bukan. Aku memilih untuk mundur saja. Aku gak siap diduakan," jawabku. "Memang benar itu, Ra. Ngapain mempertahankan laki-laki model gitu. Kayak gak ada laki-laki lain aja," timpal ibu dengan ketvs. "Bu, gak perlu memperkeruh suasana. Zara itu sudah dewasa. Biarkan dia menentukan sendiri arah hidupnya akan seperti apa. Sebagai orang tua, kita hanya perlu selalu mendukung dan mendampinginya," tutur bapak bijak. Kata-kata bapak itu selalu lembut dan menentramkan. "Maaf, Pa. Tapi ibu masih kesel," balas itu mulai melemah. "Hanan, apa yang terjadi pada Zara dan Hilman, jangan sampai merusak hubungan kekeluargaan kalian. Tugasmu menegur sudah benar, tapi tidak perlu ikut campur terlalu jauh. Meski bagaimana pun, dia itu tetap abangmu. Orang yang harus kamu hormati. Terlepas apapun kesalahannya." Bapak berganti menatap Hanan dan menasehatinya. "Iya, Pak. Tapi sepertinya, sekarang Bang Hilman masih marah. Mungkin, saya akan mencari kontrakan saja untuk sementara waktu. Sampai
Read more
Bab 23a
Rasa panas langsung menjalari seluruh tubuh saat melihat tangan keduanya yang tak mau dilepas. Mas Hilman dan Anita seolah ingin membuktikan bahwa mereka tidak akan terpisahkan. "Apa kalian tidak malu, belum ada ikatan tapi sudah bertingkah seperti ini?" tanyaku sambil melipat kedua tangan di dada. "Gak usah banyak bacot. Sekarang balikin kunci rumah sama uang hasil jual mobil Mas Hilman," hardik Anita. Dasar tak tahu diri. Rasanya aku ingin tertawa sekencang mungkin. "Tunggu tunggu. Apa hak kamu menanyakan rumah dan mobil yang jelas-jelas milik istri sah dan anak kandung Mas Hilman?" tanyaku sambil tersenyum miring. "Karena itu hasil kerja keras Mas Hilman, bukan kamu. Setiap hari cuma ongkang-ongkang kaki di rumah aja sok-sokan mau nguasain harta suami," timpal Anita. "Oh ... cuma ongkang-ongkang kaki doang, ya? Apa rumah bisa bersih sendiri? Apa makanan bisa matang sendiri? Apa baju bisa bersih dan rapi sendiri? Lagian, itu harta suamiku, bukan suamimu. Sebagai istri sah, aku
Read more
Bab 23b
"Sepertinya itu Mas Ryan. Ngapain merhatiin ke arah sini, ya," gumamku dalam hati. Aku pun menutup pintu seiring Mas Ryan yang juga kembali berjalan menuju rumahnya. Tak ingin berprasangka yang aneh-aneh. Mungkin saja dia hanya kebetulan lewat. Ada rasa nyeri di ulu hati saat menatap Ilham yang sudah terlelap di depan TV. Bahkan, Mas Hilman tak menanyakan tentang anaknya itu. "Sudah pulang, Ra?" tanya ibu membuat mataku yang hampir memanas menjadi urung. "Sudah, Bu," jawabku sambil duduk di samping tubuh Ilham, lalu mengelus kepalanya lembut. "Harusnya kamu biarin aja ibu maki-maki si Hilman dan ceweknya itu. Biar ibu kasih pelajaran sekalian. Seenaknya aja nyakitin perempuan. Emang ibunya bukan perempuan? Emang dia gak punya saudara perempuan? Gak mikir apa, gimana kalau yang disakitin itu ibunya, saudaranya, atau mungkin anak perempuannya." Ibu terus saja menggerutu dengan nada kesal."Sabar, Bu. Zara aja tenang-tenang saja, kok." Bapak mengingatkan. "Ibu gak bisa tenang. Sebe
Read more
Bab 24a
Hanan meletakkan piring yang isinya sudah berpindah ke perut. Kemudian meneguk sisa es jeruk yang tinggal setengah. "Sekarang mending kamu tenangkan diri dulu. Daripada kerja juga gak konsen," tutur Hanan. "Kamu beneran mau pisah kan sama Bang Hilman?" tanya Hanan lagi "Iyalah. Apalagi yang mau dipertahankan. Bagiku, apa yang dilakukan Mas Hilman itu sudah fatal. Dia berbuat z1na saat masih berstatus sebagai suamiku. Dan itu tidak akan pernah aku maafkan. Ya, meskipun jujur aku sedih. Sedih karena sudah gagal mempertahankan rumah tanggaku. Sedih karena Ilham harus kehilangan kasih sayang ayahnya di usianya yang masih begitu kecil." "Jangan sedih. Selama ada aku, Ilham gak akan kekurangan kasih sayang. Percaya, deh." Hanan tersenyum memperlihatkan lesung pipinya yang tipis. "Iya. Aku percaya. Solat dulu, gih. Nanti lanjutin lagi. Aku bantuin, deh. Bersihin lantainya. Tuh, banyak tetesan cat gitu." Aku menunjuk tetesan cat yang tersebar di lantai. "Gak usah. Gak enak ngerepotin. Ma
Read more
Bab 24b
"Emangnya kenapa kalau dibuka?" tantangnya. Dan dia benar-benar melepaskan kaos yang sudah basah oleh keringat itu. Terlihat dari sela-sela jari saat aku mengintipnya. Aku menghela napas lega saat melihat dia yang mengenakan kaos dalam. Padahal, aku sudah siap-siap untuk berlari meninggalkannya. "Pede banget sih, aku mau mengobral d4da bidang sembarangan," tuturnya sambil terkekeh pelan. "Issshh ... mana tau, kan, tiba-tiba dibuka gitu aja," timpalku mend3lik. "Gak akan. Apa yang tersembunyi, hanya untuk istriku kelak. Cie cie. Wit wiw." Dia bersuit, heboh sendirian. "Apaan, sih. Gak jelas banget," timpalku sambil berbalik dan berjalan menuju rumah. "Ra, jangan lupa. Kan mau ngepel. Aku udah capek nih. Gak kuat lagi." Aku masih bisa mendengar perkataan Hanan. Namun, aku tak menanggapi. Aku langsung masuk ke dalam rumah hendak melaksanakan solat asar. Masuk ke dalam kamar, ternyata Ilham sudah bangun. Dia sedang duduk sambil memegang ponsel dan berbicara dengan seseorang. "Iya.
Read more
Bab 25a
"Ini kenapa berantakan gini, Mbak?" tanya Fara yang baru saja masuk menyusulku dan Hanan. "Ini pasti kelakuan Mas Hilman dan Anita. Mereka masih mencoba untuk bisa nguasain rumah ini dengan cara nyari sertifikat rumah. Untungnya Mbak sudah amankan duluan," jawabku sambil merapikan kembali kamar itu. Memunguti baju-baju yang berserakan dan merapikannya. "Astaghfirullah. Mereka memang nekad, ya. Kalau mau kawin tinggal kawin aja padahal," timpal Fara yang juga membantuku membereskan kamar. Hanan juga merapikan laci-laci yang terbuka dan barang-barang yang jatuh dari meja rias. "Aku lumayan tahu Anita sejak lama. Ya, sejak bersahabat dengan Bang Hilman. Dan dari pengamatanku, dia itu tipe yang ambisius. Kalau menginginkan sesuatu, harus dapat bagaimanapun caranya," tutur Hanan."Ih, ngeri, ya, berurusan dengan orang model gitu." Fara menggidikan bahunya. "Ya, begitulah. Makanya dari dulu aku sempat ragu, saat tahu Zara menerima pinangan Bang Hilman. Karena aku takut hal ini akan ter
Read more
Bab 25b
Mata Ilham semakin berbinar saat melihat kolam renang lengkap dengan perosotan berbagai bentuk di area tersebut. "Turun sekarang, Ham?" tanya Hanan pada Ilham yang memang sudah dipakaikan pakaian untuk renang dari rumah. "Iya, Om," jawab Ilham antusias. "Aku di sini saja, ya, lihatin," tuturku. "Ya, gak seru. Ayo dong Mbak, ikut renang. Biar Fara ada teman," paksa Fara. "Kamu aja. Mbak tungguin sini," timpalku. "Udah, Far. Gak perlu dipaksa. Zara emang anti air sejak dulu. Mungkin takut cantiknya ilang," ujar Hanan yang sudah mulai memasuki kolam. Hanan memang tau persis, kalau aku tidak suka berenang. Jangankan suka, bisa aja enggak. Kalaupun masuk kolam renang, hanya akan diam mematung. Tanpa berani ke tengah atau bermain-main di dalamnya. Gagal membujukku, akhirnya Fara turun menyusul Hanan dan Ilham. Dengan menggunakan ban, Ilham nampak antusias saat diajari berenang oleh Om-nya itu. Senyum kebahagiaan tak pernah luntur dari bibir mungilnya. Hingga kebahagiaan itu terasa b
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status