All Chapters of DIKHIANATI ADIK DAN CALON SUAMI: Chapter 41 - Chapter 50
58 Chapters
NASIB ELA
Tak lama, Lelaki yang kusebut namanya menyembul dari baik pintu. Tanpa basa basi aku mendorongnya kasar hingga dia terhuyung hampir jatuh. “Apa maksudmu memperlakukan Ela seperti ini? Kamu bilang dia lagi shopping, tapi nyatanya enggak!” teriakku sembari menatap nyalang pada Rizal. Sama sekali aku tak bisa bersikap sopan pada mantan kekasih yang kini menjadi adik iparku itu. Kesalahannya teramat fatal, karena telah menjadikan Ela sebagai sapi perah. Lelaki itu wajahnya berubah pias. Pandangan tertunduk. Namun, tak terdengar dia menyahut. “Jawab, Zal!” Aku kembali membentak. Sebagai sesama perempuan, aku tak rela adikku diperlakukan seperti ini. Bukankah kewajiban mencari nafkah ada pada suami? Rizal sedikit mengangkat wajah meski masih tak berani menatapku. “Maaf, Ve! Ini terpaksa,” Apa? Terpaksa? Apa enggak salah dengar? Bagaimana bisa dia bilang terpaksa? “Terpaksa bagaimana? Jangan mengada-ngada kamu!” Sama sekali aku tak memberi ruang pada Rizal untuk berkilah. Mungkin ma
Read more
GADIS GENIT
Mobil yang kami kendarai berhenti di depan sebuah bangunan dengan pagar tembok yang menjuang. Seorang satpam membuka pintu gerbang dan mempersilakan kami masuk. Mungkin tadi Bapak sudah memberitahu kalau kami akan datang, atau memang si satpam hafal mobil Mas Farhan. Perlahan, Mas Farhan kembali melajukan mobil, dan berhenti di halaman rumah. Kami semua turun, lalu bersama-sama mendekati pintu. Sebelum sempat mengetuk pintu, seorang lelaki yang wajahnya mirip denganku menyembul, kemudian melempar senyum ke arahku dan Mas Farhan, lalu berganti menatap tak suka pada Rizal dan Ela. “Langsung masuk, Ve! Ibu sudah nunggu kamu,” ajak Bapak lalu berbalik dan melangkah.Lalu, aku mengajak rombongan kami mengekori pak Herman. Kami melintasi ruang tamu dan masuk semakin dalam. Sampai akhirnya berhenti di depan sebuah kamar. Pak Herman membuka pintu dan mempersilakan kami masuk. Pandanganku langsung tertuju pada Bu Lili yang terbaring lemah. Buru-buru aku menghampiri dan langsung meraih tang
Read more
CEMBURU
Sejenak aku dan Hana saling tatap. Dia semakin memperlihatkan rasa tidak sukanya terhadapku. Entah apa yang jadi alasannya, tapi yang jelas, dia seperti membenciku. Sebentar kemudian Bu Lili berdehem. Sepertinya dia mencium aroma pertengkaran antara aku dan keponakannya. “Ve, istirahat dulu sana. Kamarmu masih yang biasa. Ajak adikmu juga. Setelah itu ada yang mau Ibu bicarakan,” ucap Bu Lili. Aku mengangguk. Lalu mengajak semuanya beranjak, meninggalkan Hana dan Bu Lili. Langkah kami terhenti di depan sebuah kamar. Bapak membuka pintu lalu menoleh pada Ela dan Rizal. “Ini kamar kalian,” ucap Bapak. “Terima kasih, Pak! Maaf merepotkan,” sahut Ela. Meski terlihat sungkan, Akhirnya Ela dan Rizal masuk ke kamar, sedangkan kami menuju kamar sebelah. “Istirahat dulu, Ve. Satu jam lagi kami tunggu di ruang tengah,” ucap Bapak. Aku mengernyit sembari menerka apa yang ingin mereka bicarakan. Namun, sama sekali tak terlintas apa pun di pikiranku. “Memangnya bicara apa, Pak?” tanyaku
Read more
SURPRISE
Rupanya di ruang tengah, Bapak, Ibu dan Hana sudah berkumpul. Entah apa yang ingin Ibu bicarakan sampai harus kumpul begini segala. “Duduk, Ve!” Ibu melempar senyum. Aku menurut. Gegas kuletakkan bokong di atas sofa berseberangan dengan mereka bertiga. Sedangkan Mas Farhan duduk di sebelahku.Sebentar aku mengedarkan pandangan pada mereka bertiga. Lalu menatap vas bunga yang tergeletak di atas meja. “Kamu tahu kenapa Ibu mengajakmu bicara?” tanya Bu Lili. Aku menoleh lalu menggeleng pelan. “Enggak, Bu! Memangnya ada apa?” Perempuan yang wajahnya masih pucat itu kembali melempar senyum. Sebenarnya aku kasihan, sepertinya dia memaksakan diri duduk di sini, padahal jika sekedar ingin bicara kan bisa sambil berbaring di ranjang. “Begini, Ve!” Ibu menarik nafas dalam-dalam lalu mengembuskan perlahan, “Ibu sudah tua dan sering sakit-sakitan. Sepertinya repot kalau harus mengurus semua usaha. Ibu ingin tenang saja menikmati masa tua.” Aku mengernyit sembari menatap lekat pada wajah pe
Read more
Bibit Pelakor
“Jadi bagaimana, Ve?” tanya Bu Lili. Aku menoleh pada Mas Farhan yang duduk di sebelahku, berharap dia yang memberi jawaban. Namun, suamiku malah seperti melamun. “Bagaimana, Mas?” Aku menepuk lutut Mas Farhan. Dia tergagap, seperti kaget oleh suaraku. Entah apa yang sedang dia pikirkan. Di sini kita sedang bicara serius, malah Mas Farhan melamun. “Ve ..., Han, kalian mau kan meneruskan usaha kami?” Bu Lili mengulang pertanyaan. Mas Farhan menarik nafas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan. Sepertinya dia tengah memikirkan beban yang berat. “Bagaimana ya, Bu. Kami juga sedang merintis usaha. Jadi agak susah kalau meneruskan usaha Bapak dan Ibu,” sahut Mas Farhan lirih. Sama sekali tak terlihat Mas Farhan berambisi dengan tawaran mereka. Aku benar-benar bangga memiliki suami seperti dia. Di saat yang lain saling berebut warisan, dia justru seperti enggan. “Jadi kalian menolak?” Bu Lili memasang wajah sedih. “Bukan begitu, Bu! Hanya saja kami sedang merintis usaha, jadi kh
Read more
Masih sama
Setelah insiden dengan Hana, aku masih berdiam diri di kamar. Pun Mas Farhan yang juga menemani. Dia terus membujuk agar aku tak terbaka cemburu. “Perempuan mana yang tak cemburu jika ada yang berusaha mendekati suaminya?” Aku menengadahkan wajah, menatap sedih pada Mas Farhan yang duduk di sebelahku. “Yang penting kan aku enggak meladeni,” kilah Mas Farhan. Benar. Hari ini memang belum. Tapi bagaimana jika suatu saat nanti Hana berhasil merebut hati Mas Farhan?“Kamu yakin enggak tertarik dengan Hana?” tanyaku. Dia tersenyum. “Jangankan gadis memalukan seperti Hana. Bidadari saja tak sanggup menggantikan posisimu di hatiku.” Jika saja suasana hati sedang baik, sudah pasti kalimatnya akan membuat jiwa melambung tinggi. Sayangnya, ketakutan tengah mendera. Aku khawatir Mas Farhan khilaf, seperti halnya Rizal yang luluh oleh adikku sendiri.“Tapi aku benar-benar takut kamu tergoda, Mas!” lirihku. Entah kenapa bayangan saat Rizal mengkhianati kembali menoreh luka. Aku tak ingin kec
Read more
ORANG-ORANG TAK WARAS
Selepas dhuhur Mas Farhan mengajakku kembali ke rumah Bu Lili. Mungkin dia tak nyaman berada di sini, di antara orang-orang yang tak jelas. Ya. keluarga ini memang memiliki masa lalu yang tak baik. Semua pernah melakukan kesalahan yang menurutku fatal. Namun, sama sekali aku tak menyimpan dendam. Biar bagaimanapun mereka berhak mendapat kesempatan untuk berubah. “Aku balik dulu, La!” Aku bangkit berdiri lalu menyalami adikku yang kecantikannya memudar terimpit beban. “Kenapa enggak menginap di sini saja?” tanyanya. “Enggak, La! Kasihan Bu Lili. Dia masih sakit, jadi harus ada yang mengurus,” jelasku. Lalu, aku membuka dompet, mengambil beberapa lembar uang merah dan meletakkan di tangan Ela. “Ini buat apa, Mbak?” Ela mengernyit. “Buat pegangan kamu, La. Sekalian beli baju ganti. Kan kamu enggak bawa apa-apa,” jelasku. Kristal bening mulai menggenang di mata Ela, tapi tak sampai jatuh. Mungkin dia terharu oleh sikapku yang masih tetap baik padanya. “Terima kasih, Mbak!” ucap E
Read more
MUKA TEMBOK
Aku menarik nafas dalam-dalam berusaha mengontrol emosi. Mas Farhan benar. Tak ada gunanya meladeni mereka. Lalu, Mas Farhan menarikku masuk. Meski sebenarnya ingin membalas ucapan mereka, terpaksa kuikuti langkah suami. Kami menerobos mereka yang masih berdiri di depan pintu. Sampai di dalam, aku langsung masuk ke kamar Bu Lili. Rupanya dia sedang duduk di tepian ranjang sembari mengobrol dengan Bapak yang duduk di kursi tak jauh darinya. “Sudah pulang, Ve?” tanya Bu Lili sembari melempar senyum ke arah kami. “Sudah, Bu!” Aku balas senyum. Lalu, kami mendekat, meraih punggung tangannya dan mencium takdim bergantian. “Duduk sini!” Bu Lili menepuk tempat kosong di sebelahnya. Aku menurut. Duduk di sebelah Bu Lili sedangkan Mas Farhan di sofa bersebelahan dengan Bapak. “Itu yang bukain kamu pintu Ibunya Hana,” celetuk Bu Lili. “Iya, Bu!” jawabku malas. Mengingat perempuan itu, darahku kembali mendidih. Ucapannya masih membekas walau mungkin dia tak sadar telah membuatku marah.
Read more
godaan mantan
Sebenarnya enggan tinggal serumah dengan dua makhluk toxic, tapi karena Bu Lili masih belum sembuh benar, aku terpaksa masih di sini. Rasanya tak tega meninggalkan Ibu sambung dalam keadaan seperti ini. Apalagi dengan adanya Hana dan Ibunya bisa membuat Ibu kambuh. Seperti biasa, tiga hari ini tiap pagi aku berkutat di dapur. Menyiapkan sarapan untuk kami sekeluarga, juga dua makhluk tak tahu diri itu. Sudah numpang tapi tak mau bantu masak. Tahunya tinggal makan doang!“Ve, nanti Bapak mau ke toko. Farhan aku ajak ya,” pamit Bapak saat kami tengah sarapan. “Ikut dong!” sahutku. “Kamu di rumah saja. Temani Ibu,” tolak Bapak. Astaga! Aku sampai lupa kalau harus menjaga Bu Lili. Soalnya bawaannya ingin keluar rumah ketimbang melihat Hana dan Ibunya. “Biar Vera ikut saja, Mas! Aku sendiri enggak apa-apa kok. Lagian kan sudah sehat,” sela Bu Lili. Aku menoleh pada perempuan yang sedang memamerkan barisan giginya yang putih bersih. Terbersit bersalah karena berniat ikut bersama Bapak
Read more
fitnah
*** Aku membuka mata saat sayup terdengar deru mesin mobil berhenti di depan rumah. Rupanya tadi aku ketiduran. Buru-buru aku bangkit berdiri lalu beranjak ke luar. Benar dugaanku. Ternyata Bapak dan Mas Farhan telah kembali. Mereka berjalan beriringan sambil mengobrol. Keduanya mendekat ke arahku. Lalu, aku menyambut dengan mencium takdim punggung tangan mereka. Ini salah satu caraku menunjukkan bakti, baik pada orang tua ataupun suami. “Mau aku bikinkan kopi, Mas?” tawarku. “Boleh.” Mas Farhan melempar senyum. “Bapak mau juga?” “Enggak usah. Bapak mau istirahat dulu,” Kemudian, kami sama-sama masuk ke dalam rumah. Mas Farhan duduk di sofa ruang tamu, Bapak langsung beranjak ke kamar, sedangkan aku ke dapur. Tak lama, aku telah kembali dengan secangkir kopi di tangan. Kuletakkan di meja depan Mas Farhan lalu aku duduk di sebelahnya. “Ini, Mas!” ucapku.Sementara Mas Farhan menyeruput kopi, aku sibuk memandangi wajahnya. Bulir keringat yang masih menempel di pelipis membuat
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status