All Chapters of Tipu Muslihat Suami Jahat: Chapter 11 - Chapter 17
17 Chapters
Bab 11 Jus mangga pembuka pintu masa lalu.
Adhisty berpura-pura jika dirinya sudah puas dan berterima kasih kepada Nendra karena sudah dipertemukan dengan Anton. Adhisty tahu betul jika laki-laki yang baru saja bertemu dengannya adalah seorang aktor sewaan Nendra. Demi terus mengumpulkan bukti untuk menyudutkan Nendra, ia rela menahan semua emosi yang sudah terkumpul di dadanya. Rasanya begitu sesak hingga ia seringkali kesulitan bernapas. Adhisty memang meminta suaminya agar menikah lagi, namun ia tidak menyangka jika lelakinya justru memanipulasi keadaan seolah-olah pertemuannya dengan Dhafina adalah hal yang tidak disengaja. Memikirkan hal itu rasanya sangat menyebalkan sekaligus menyedihkan. Ia merasa telah gagal menjadi seorang istri. Adhisty sebisa mungkin mencoba untuk tegar menerima semua konsekuensi dari apa yang menjadi keputusannya dahulu. Namun ia juga tidak munafik, ia masih sering cemburu ketika melihat kedekatan Nendra dan Dhafina walau setitik kebencian mulai hinggap di hatinya. Andai saja dulu pamannya tid
Read more
Bab 12 Menghampiri Bram
Langkah Adhisty semakin dekat ke arah pria yang semula dilihatnya, dengan segenap rasa ragu yang menyelimuti, Adhisty memberanikan diri berjalan menuju meja yang akan ia tuju. “Jika benar dia adalah Bram, oh sungguh aku akan jadi gila. Bram yang kukenal dulu kumal dan miskin, bagaimana bisa Bram berubah menjadi tampan dan begitu keren seperti saat ini? Bahkan aura kekayaan terpancar di wajahnya,” gumam Adhisty seraya terus melangkahkan kakinya.Adhisty terus berjalan seperti seorang penguntit tanpa sadar jika ada dua orang penjaga memperhatikannya. Sedikit lagi Adhisty tiba di meja itu, namun sang penjaga dengan sigap mencegah Adhisty untuk berjalan lebih jauh lagi.“Stop!” ucap salah satu pria berbadan tinggi dan bertubuh bongsor, peringainya sangat seram jika dilihat dari dekat.“Astaga!” Adhisty terkejut ketika langkahnya diketahui oleh pria besar tadi.“Ibu mau ke mana? Ibu penggemar salah satu pria tampan yang ada di meja itu, ya? Saya sudah banyak ketemu wanita modelan Ibu gini,
Read more
Bab 13 Dhafina mabuk
“Apa Pak Bram mengingat sesuatu tentang camilan itu? Apa Pak Bram pernah memakan camilannya?” tanya Gamal yang menyadari jika Bram terlihat sedang memikirkan sesuatu. Peter tiba-tiba menoyor kepala Gamal yang dianggapnya sok tahu itu sambil berkata, “Semua orang di kota ini pasti pernah makan Charty Snack. Dari zaman gue SD juga snack itu udah ada, bambang!” ucap Peter sangat kesal. “Eh nama gue Gamal, bukan Bambang, ya.” “Serah dah!” Bukan rahasia umum jika perusahaan Charty Snack begitu terkenal. Selain terkenal, perusahaan makanan ringan ini pun sudah sangat eksis dari puluhan tahun lalu. Konsistensi terhadap rasa dari setiap camilannya membuat pelanggan mereka tetap setia dan tidak ingin berpaling ke camilan kompetitor. Namun bukan itu yang sedang dipikirkan oleh Bram, begitu mendengar nama Charty, ia seakan pernah mendengar nama itu di masa lalunya, tetapi Bram masih ragu apakah Charty dalam ingatannya ha
Read more
Bab 14 Tunggu tanggal mainnya, ya, Fin.
“Bukan siapa-siapa, Mas. Mas tidur lagi aja, masih malam lho, ini.” Adhisty langsung membalikan layar ponselnya karena khawatir Nendra melihat apa yang sedang ia sembunyikan.Adhisty sengaja menyimpan bukti tersebut untuk digunakan pada saat keadaan mendesak. Ia pikir sekarang bukan saatnya untuk menjadikan foto itu sebagai senjata. Masih banyak hari esok seraya mengumpulkan bukti-bukti lain.Keesokan harinya, Dhafina terbangun dengan kondisi badan yang payah. Berulang kali ia pergi ke kamar mandi memuntahkan sisa-sisa mabuknya semalam. Seisi kamarnya bau alkohol. Namun Nendra belum mengetahui hal itu karena ia masih tertidur.Pukul 05.30, Adhisty menuju dapur untuk menyiapkan sarapan karena dengan kondisi Dhafina yang seperti itu mustahil baginya bisa menyiapkan sarapan seperti biasa. Maka Adhisty berinsiatif untuk memasak sendiri hari ini.Karena aroma masakan yang begitu kuat, Nendra akhirnya terbangun dan langsung menuju ruang makan untuk sarapan. Dengan mata yang masih menahan
Read more
15. Rasa yang pernah ada
Dhafina tergesa-gesa menuju alamat yang tertera pada kartu nama yang sempat diberikan Dion kepadanya. Di alamat itu tercantum nama ‘Dion Sparepart “Rupanya impian kamu terwujud juga, ya, Yon,” gumam Dhafina seraya menatap terus kartu nama yang digenggamnya. Setelah 5 menit memesan mobil online lewat ponsel, tak lama sang supir pun sudah tiba di depan rumah. Dhafina bergegas keluar lalu menghampiri supir itu. “Siang, Pak,” sapanya dengan lembut. “Siang, Mbak. Ke Dion Sparepart, ya?” tanya sang supir. “Iya, Pak. Agak cepat, ya!” “Baik, Mbak.” Tidak butuh waktu lama, mobil itu kini sudah berhenti di depan toko Dion. Begitu ia turun dari mobil, gedung 6 tingkat di depannya menyuguhkan pemandangan yang sangat mengagumkan. Begitu besar dan mewah. 2 orang satpam terlihat sedang berjaga di depan pintu utama yang seluruhnya terbuat dari kaca. Dhafina tidak berhenti mengagumi keindahan setiap detil bangunan yang sedang ia
Read more
16. Dhafina berhenti kerja
Langit pekat mulai terlihat, cerahnya siang segera berganti malam. Saatnya Adhisty dan Nendra pulang ke rumah. Kegiatan yang sama terus berulang. Pergi pagi hari pulang malam hari dengan berbagai kesibukan yang berbeda. Santapan makan malam sudah tersedia di meja makan. Tentu saja Dhafina telah menyiapkan semuanya. Begitu Adhisty dan Nendra pulang, mereka langsung menuju meja makan setelah mencium aroma wangi masakan yang memaksa masuk ke indera penciuman mereka. “Fin, tumben sekali menyiapkan makan malam,” ujar Adihsty seraya mendaratkan bokongnya di kursi. “Udah lah, Dek, tinggal makan aja repot,” bela Nendra kepada istri keduanya itu yang turut mendaratkan bokongnya juga. “Iya tapi nggak biasanya aja, Mas.” “Aku kan hari ini nggak kerja, Mbak. Jadi mending masak aja buat kalian. Kalian pasti capek kan seharian habis kerja?” tanya Dhafina bersimpati. “Iya, makasih, Fin.” Adhisty berucap malas. Merek
Read more
17 Apartemen Dion 
“Apa nggak apa-apa kalau aku ma…” Dion menghentikan ucapan Dhafina dengan sengaja menariknya lalu menutup pintu. Dhafina yang belum bersiap itu sudah berada dalam dekapan Dion. Aroma tubuh Dion menyeruak memasuki setiap rongga hidung Dhafina. Dada telanjangnya mampu membangkitkan gairah Dhafina. “Astaga! apa yang sedang aku pikirkan. Padahal aku sudah bersuami,” gumam Dhafina yang masih tetap dalam dekapan dada telanjang Dion. “Mikirin apa sih, Sayang?” tanya Dion menggoda. Ketika Dion berucap, tentu saja bibirnya sangat dekat dengan bibir Dhafina, hawa panas mulai terasa menyelimuti Dhafina yang seakan-akan enggan melepaskan tubuhnya dari Dion. “Nggak kok, tapi aku takut, Yon,” ujar Dhafina. “Nggak usah takut. Selama kamu ada di samping aku semuanya aman,” goda Dion. “Tapi lepasin dulu pelukannya, Yon! Aku engap,” titah Dhafina yang langsung dituruti Dion. Dion perlahan melepaskan pelukannya dari Dhafina, namun tidak disangka sesuatu terjadi. Handuk yang semula melilit pada tu
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status