All Chapters of Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....: Chapter 11 - Chapter 20
274 Chapters
Bab 11
Setelah berkenalan dengan anak-anak Papa dan Mama, beserta anak istrinya, kini aku disuruh istirahat. Perjalanan jauh membuat kepalaku sakit dan tubuhku terasa pegal. Aku masuk ke dalam kamar. Lagi, aku dibuat takjub dengan ruangan pribadi suamiku ini. Kamarnya luas sekali dengan kasur besar yang di atasnya sudah ditaburi bunga mawar merah. "Happy wedding My Brother!" Aku membaca tulisan yang menempel pada dinding dengan hiasan bunga-bunga cantik."Ini pasti dari saudara Mas Raffi," ucapku mengambil satu kelopak bunga mawar, dan menciumnya."Wangi," ucapku lagi. "Suka dengan kamarnya?" "Eh." Aku sedikit kaget saat kedua tangan Mas Raffi melingkar di pinggangku. Dagunya menempel di pundak dengan pipi yang menyentuh pipiku.Jangan tanyakan di mana jantungku, dia sedang jingkrak-jingkrak di atas ranjang. Eh."Nanti, kamu boleh mengubah kamar ini dengan selera kamu. Bebas, mau dengan tema apa, warna apa, dan barang-barang yang seperti apa." Mas Raffi berucap seraya mengeratkan peluk
Read more
Bab 12
Hatiku terusik setelah membaca tulisan pada kertas putih tadi. Siapa sekiranya yang memberikan kado dengan tulisan tersebut?Menantu Mama dan Papa ada empat, lima denganku. Menantu laki-laki, atau menantu perempuan yang memberikan hadiah ini untukku?Huft! Baru juga datang, aku sudah mendapatkan ancaman. Mungkin benar kata orang-orang. Kalau si miskin, tidak akan berteman dengan si kaya. Apalah aku yang hanya orang kampung yang kebetulan dinikahi orang kota? Tidak seperti mereka yang sudah terlahir dari keluarga kaya raya."Kenapa, Ra? Kadonya jelek?" tanya Mas Raffi.Ia menghampiri dan duduk di sampingku. Menatap kado yang tadi sudah aku buka. Buru-buru aku meremas kertas tadi dan memasukkannya ke dalam saku rok. Mas Raffi tidak boleh tahu tentang ini. Aku tidak mau nanti dia akan salah paham dan bertengkar dengan saudaranya."Bagus, bagus banget malah. Aku suka," ucapku memperlihatkan senyum termanisku."Wah, lagi buka-buka kado, ya?" Mama datang dan langsung ikut nimbrung dengan
Read more
Bab 13
Untuk ke sekian kalinya, aku kaget luar biasa. Jadi, Mas Raffi adalah anak dari seorang dokter? Kalau Papa dokter, besar kemungkinan jika suamiku pun sama. Aku sudah tidak bisa menahannya lagi. Mas Raffi, harus mengatakan semuanya padaku. Bicara jujur, tentang keluarganya. Buru-buru aku pergi meninggalkan Bibi menuju kamarku dan Mas Raffi. Membuka pintu dengan cepat, dan langsung duduk di depan Mas Raffi yang tengah fokus pada ponsel."Ada apa? Kenapa wajah kamu panik kayak gitu? Apa ada yang terjadi di bawah?" tanyanya menelisik setiap inti wajahku."Mas, tolong jangan buat aku seperti orang bodoh di rumah ini. Tadi, ada orang yang mengantarkan jas putih ke sini. Aku bengong, Mas. Aku gak tahu, kalau Papa itu seorang dokter. Coba, kalau tadi Bibi tidak datang, mungkin aku sudah mengusir wanita tadi dengan mengatakan salah alamat. Ayo, dong Mas. Jujur sama aku, aku tuh bingung dengan semua ini!" Mas Raffi menyimpan ponselnya. Ia memegang tanganku seraya menggeser tubuhnya menjadi l
Read more
Bab 14
"Astaghfirullahaladzim," lirihku seraya berjongkok memungut pecahan gelas yang berserakan."Ya Allah, Mbak. Sini, biar Bibi bantuin." "Kamu gak apa-apa, Ra? Ada yang luka?" Mas Raffi ikut berjongkok melihat kedua tangan dan kakiku yang tertutup rok plisket. Aku hanya mampu menggeleng. Mendongak sekilas, melihat pria yang berdiri memperhatikanku."Ke kamar aja, ya?" ujar Mas Raffi lagi.Kali ini aku mengangguk, meninggalkan mereka di ruang tamu dan naik ke lantai dua.Sesempit inikah Kota Jakarta, hingga aku harus bertemu dengan orang di masa lalu? Orang yang aku hindari untuk dilihat. Pria yang menjadi alasan aku menerima pinangan Mas Raffi. Agar aku bisa pergi jauh dari tempat di mana ada kenanganku dan dia didalamnya. Kujatuhkan bokong pada ujung ranjang. Meremas seprai dengan sangat kuat. "Kenapa harus bertemu lagi." Aku berujar seraya mengeratkan gigi.***"Ra, nanti kalau aku sudah jadi dokter, aku akan menikahi kamu. Mengajakmu ke kota, untuk menemani aku bekerja di sana. Ka
Read more
Bab 15
"Fi, Mama minta tolong, nanti kamu ambilkan seragam kita di butik Tante Andin, ya. Mama harus lihat katering. Takutnya nanti ada yang tidak sesuai selera kita.""Iya, Ma. Boleh," jawab Mas Raffi singkat.Saat ini kami sedang berada di meja makan. Sarapan pagi, sebelum melakukan aktivitas di luar rumah."Oh iya, itu di ruang tamu ada jas hujan, siapa yang nganterin?" tanya Papa. "Arga. Semalam dia datang ke sini."Dadaku tiba-tiba terasa sesak saat mendengar nama Arga disebut. Wajah Mas Raffi pun tiba-tiba kembali datar seperti semalam."Oh ... anak itu. Padahal, Papa sudah bilang tidak usah dikembalikan, masih aja tetap dibalikin." Papa kembali bersuara."Arga yang mana, sih, Pah? Kok, Mama kayak baru dengar nama itu?""Anak baru, Mah. Dokter magang. Dia mau pulang malam-malam, hujan. Papa kasih jas hujan yang selalu ada di mobil. Udah Papa ikhlasin, eh malah tetep dibalikin."Kulirik Mas Raffi semakin menunduk. Saat ia akan melihat ke arahku, buru-buru aku menunduk dengan menyuapkan
Read more
Bab 16
"Mas, ibu-ibu tadi tidak bilang apa-apa, 'kan?" tanyaku pada Mas Raffi.Saat ini, aku dan suamiku sudah berada di dalam mobil setelah tadi mengambil baju dari butik Tante Andin."Ibu-ibu yang mana?" tanya Aldi."Yang pake gamis bling-bling itu, lho.""Oh, Mamanya Arga? Tidak, dia tidak bilang apa-apa. Kenapa, gitu?" Aku terdiam dengan meneguk ludah. "Dari mana, Mas tahu kalau itu Mamanya Arga?" "Saat kita nikah, dia memperkenalkan diri sebagai mantan calon mertua dari pengantinku. Tapi, saat itu aku tidak tahu Arga itu yang mana. Semalam, aku baru tahu. Ternyata, dia ganteng, ya?" ujarnya seraya melirikku sekilas. Kemudian, dia kembali fokus pada jalanan yang mulai ramai.Aku jadi menyesal telah bertanya soal Mamanya Arga pada Mas Raffi. Takut jika kejadian tadi pagi terulang lagi."Kenapa diam? Inget mantan?" "Enak aja. Aku inget air mawarku yang tinggal sedikit. Padahal, ya sewaktu aku bawa dari rumah Ibu, isinya masih banyak sekali. Masih penuh, tapi pas tadi aku lihat, sedikit
Read more
Bab 17
Aku diam kembali. Jadi, kedatangan kedua Mas Raffi ke restoran waktu itu, memang sengaja untuk meminta nomor ponselku? Dan dia tidak pernah patah hati oleh wanita lain? Pria berkemeja biru dongker itu terkikik melihatku yang bengong dengan ekspresi tidak percaya. Sepertinya, aku memang dibohongi. Eh, bukan dibohongi, lebih tepatnya Mas Raffi yang beralibi."Ra, pulang, yuk!" Suara Mas Raffi membuatku menoleh. Pria dengan kaus panjang warna hitam itu tersenyum manis padaku.Aku mengangguk. Setelah berpamitan pada Mas Bayu, aku pun masuk ke dalam mobil bersama suamiku."Ciee ... yang bohong, cieee ...!" "Mas Raffi melihatku yang menunjuk dirinya seraya meledek."Bohong? Siapa?" tanyanya mengerutkan kening."Tadi itu, ada yang laporan tahu. Katanya, ada seorang pria yang jatuh cinta pada pandangan pertama, tapi malah beralibi sedang patah hati. Sok-sokan minta nomor telepon buat curhat, padahal mah buat pendekatan. Ck ck ck." Kulihat sebelah wajah Mas Raffi mulai memerah. Hidungnya ke
Read more
Bab 18
Setelah pertanyaanku tidak mendapatkan jawaban, aku memilih pergi ke lantai atas. Masuk ke kamarku dengan wajah ditekuk."Di mana Mas Raffi?" tanyaku bicara sendiri.Namun, suara gemericik air dari dalam kamar mandi menjadi pertanda bahwa suamiku tengah berada di sana. Aku duduk di pinggir ranjang, mengambil ponsel dari dalam tas yang sedari tadi aku bawa, untuk menelepon Ibu. Rasanya sudah sangat lama aku tidak mengobrol sama Ibu. Padahal, baru dua hari ini."Assalamualaikum, Bu.""Waalaikumsalam, Ra. Kamu sehat, Nak?" tanya Ibu padaku."Sehat, Bu. Ibu, baik-baik saja, 'kan?" "Tentu saja Ibu baik-baik saja. Oh, iya Ra, uang yang waktu itu Nak Raffi kasih ke Ibu, Ibu gunakan untuk menyewa lahan sawah. Alhamdulilah, sudah bisa ditanami padi. Kamu jangan khawatir tentang keadaan Ibu, Ibu akan baik-baik saja. Insya Allah, Ibu akan tetap bisa makan."Aku bergeming mendengar ucapan Ibuku itu.Uang dari Mas Raffi? Uang yang mana?Jika menghitung uang hasil dari amplop pernikahan, itu tidak
Read more
Bab 19
Suasana gedung masih sepi, karena waktu dimulainya pesta pun masih lama. Aku dan Mas Raffi masuk ke dalam ruangan yang sudah disiapkan. Ternyata benar, di sini ada sepasang baju pesta yang begitu bagus dan cantik.Sebuah gaun berwarna biru langit dengan bagian bawah yang lebar dan berkilau. Lengkap juga dengan jilbab dan mahkota kecil yang bertengger pada kepala patung. Aku tersenyum sendiri seraya membayangkan betapa akan cantiknya aku saat memakai gaun mahal itu."Suka sama gaunnya, Ra?" Fokusku teralihkan pada wanita cantik yang baru saja datang."Tentu, Mah. Sangat suka. Terima kasih, ya untuk semua kebaikan Mama sama aku," ucapku seraya menyuguhkan senyum termanis.Wanita yang masih segar di usia enam puluh tahun itu, mengusap pipiku dengan lembut. Kemudian, ia menarik tubuhku untuk dipeluknya."Mama yang berterima kasih sama kamu, Sayang. Terima kasih, sudah menerima Raffi. Kamu tahu, dia spesial. Tapi, kamu masih mau menerima dia meskipun awalnya, dia mengaku sebagai orang bia
Read more
Bab 20
"Menantu? Siapa?" "Mbak Raya, adalah salah satu menantu dari Pak Pramono.""Hahahaha .... Aduh, kamu itu dibayar berapa sama si Raya, sampai mau-maunya mengakui dia sebagai menantu Dokter Pramono? Tidak mungkin seorang Dokter senior yang kaya raya, mau menjadikan gadis kampung seperti dia jadi menantunya. Jangan mimpi!"Aku dan pria di sampingku ini saling pandang. Bu Rahmi tidak percaya dan malah menuduhku menyuap pria yang menjadi keamanan di sini."Saya tidak dibayar, Mbak Raya memang—""Sudah, Pak. Tidak usah diperpanjang. Saya harus masuk, Bapak di sini saja, jangan biarkan Ibu ini mengikuti saya," ucapku saat melihat rombongan keluarga suamiku yang sudah pulang dari mesjid."Eh, songong sekali kamu, berani perintah-perintah orang!"Aku tidak meladeni ucapan Bu Rahmi lagi. Memilih cepat pergi sebelum Mas Raffi dan keluarganya melihatku yang sedang berdebat. Dari pintu masuk gedung, aku bisa melihat Bu Rahmi yang sedang ditahan satpam tadi. Sepertinya dia ingin menghampiri Papa
Read more
PREV
123456
...
28
DMCA.com Protection Status