Semua Bab Terjerat di Hati yang Salah: Bab 11 - Bab 20
53 Bab
Depresi
“Jangan ambil! Buang! Buang aja hapenya. Aku udah muak! Aku gak mau liat dia lagi!" teriak Mentari histeris. Vas bunga yang terbuat dari keramik, dilemparkan oleh Mentari ke arah Rani. Beruntung lemparannya meleset, mengenai ujung tembok. Rani kesal, “Kamu udah gila, ya!? Kalau bikin sakit hati, ya, jangan diliat. Kamu bodoh apa gimana?" Rani membuang ponsel Mentari ke tong sampah. “Udah, mulai sekarang, kamu gak usah hubungi dia lagi. Jangan mau tau keadaan atau apa pun yang dia lakuin. Jangan menyiksa diri! Kamu juga tahu kalau dia itu perempuan yang gak tau malu. Gak akan punya efek jera sebelum kena karma!" Rani berteriak penuh amarah. Mentari menangis, kemudian Rani menghampiri dan memeluknya. “Aku gak bisa Ran, delapan tahun bukan waktu yang sebentar!" “Aku paham perasaan kamu, tapi masa kamu mau kaya gini terus selamanya? Enggak kan? Udah besok aku antar kamu suatu tempat." “Ke mana?" “Besok juga kamu tahu. Sekarang kamu makan dulu. Kamu gak mau, ‘kan, dia bisa sebaha
Baca selengkapnya
Terbelenggu lara
Sayang, ini Ibu, Nak. Ayo kita pulang. Ayah dan Ibu datang untuk menjemputmu. Buka pintunya ... keluarlah, Mentari." Tidak ada jawaban. Berkali-kali membujuk, tetapi hasilnya nihil. Mentari diam seribu bahasa, duduk dengan memeluk kakinya sendiri dengan erat. Pikirannya kosong, matanya tak lepas memandangi layar ponsel yang tak pernah jauh dari tangannya. Entah sudah berpuluh bahkan beratus pesan ia kirimkan pada Adiaz, meskipun hasilnya hanya ceklis satu dan tak pernah menjadi dua apalagi biru. Meskipun Rani telah mengganti ponsel Mentari dan hanya memasukkan nomor-nomor tertentu saja, tetapi nomor Adiaz sudah terekam kuat dalam ingatan Mentari. Beribu kali pun nomor itu dihapus, Mentari selalu dapat mengingatnya. Tanpa ia ketahui, Adiaz pun kini telah mengganti nomor ponselnya.Tidak peduli seberapa dalam luka yang Adiaz buat di hatinya, gadis itu tetap setia menunggu kabar dari lelaki yang kini sudah melupakannya. Nafsu makannya hampir tak pernah ada jika saja Rani tidak memaksa
Baca selengkapnya
Nestapa Cinta
Mona merasa kasihan. Dia menarik suami dan anaknya pergi dari situ. Tidak mau membuat Mentari bertambah hancur. “Lho, Mama kenapa, sih? Tadi padahal semangat sekali, mau kasih dia pelajaran. Kita harus bawa dia ke kantor polisi, sekarang juga. Biar dia kapok." Mona membekap paksa mulut suaminya. “Sstt, Pa. Coba lihat tangannya, perhatikan baik-baik." Dua … tiga … lima … goresan luka, yang sengaja dibuat di pergelangan tangan Mentari. “Maaf … aku janji tidak akan membuatmu marah lagi. Aku janji akan pura-pura tidak tahu kamu bermain di belakangku. Aku janji .…" ceracau Mentari tak karuan membuat Mona semakin merasa iba. “Pa. Sudahlah, kita pergi saja dari sini." “Kenapa, Ma? Anak kita berdarah, lho––“ Belum selesai suaminya berkata, tangannya sudah ditarik paksa.Saat Mona dan suaminya sudah tidak ada, Mentari masuk kamar dan menangis. Terkadang ingatannya sadar terkadang juga tak dapat terkontrol. Hari itu … dia akan bunuh diri. Dalam keadaan hancur dan sakit ….Bukannya ini
Baca selengkapnya
Anggela Kembali Berulah
Johan––laki-laki tua itu mampu membuat Angela terbuai, ternyata Johan adalah seorang bandar besar.Menjelang pagi, mereka baru menyudahi semuanya. Angela pun pulang dengan perasaan bahagia. Wanita itu menang banyak malam tadi, selain mendapatkan uang yang lumayan jumlahnya ia juga puas mengonsumsi barang haram yang selama ini ia kenalkan pada Adiaz. Bedanya, biasanya ia menikmati barang haram itu harus dengan mengeluarkan uang yang nominalnya tidak sedikit, tetapi kali ini ia bisa sepuasnya tanpa harus mengeluarkan uang sepeser pun. Satu lagi yang membuat Angela merasa di atas angin, Johan sangat puas dengan pelayanan yang ia berikan dan berjanji akan selalu mendatanginya. Sebagai bentuk keseriusan, Johan membekali Angela satu buah kartu debit miliknya untuk dipergunakan Angela sepuasnya. “Aaahh ... akhirnya, dewa keberuntungan berpihak padaku.” Angela berkata sendiri seraya menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidur.“Eh, tunggu ... tadi Johan bilang akan sesering mungkin mengunjung
Baca selengkapnya
Ada Apa Dengan Mentari?
Tiba di kafe, Mentari mengirimkan pesan pada Adiaz, menanyakan keberadaannya. Namun, sama sekali tidak ada balasan walaupun terkirim. Ternyata, Angela senang menikmati kebodohan Mentari. Tidak berputus asa, Mentari menunggu di salah satu sudut kafe. Sudah dua jam berlalu, tidak ada tanda-tanda kemunculan Adiaz. Sampai akhirnya, waktu sudah semakin beranjak naik, saat ini waktu sudah hampir tengah malam.“Maaf, Kak. Kami sudah mau tutup.”“Lho? kenapa cepat sekali tutupnya? Bisa kasih saya waktu sebentar? Calon suami saya sebentar lagi tiba." “Maaf, Kak. Gak bisa. Ini sudah waktunya kafe kami tutup, Kak." “Tapi … saya sedang menunggu tunangan saya datang ke sini!" Mentari menunjukkan foto Adiaz.Pelayan kafe saling memberikan tatapan penuh tanda tanya. “Maaf, Kak. Kami sama sekali tidak melihat. Yang lain juga begitu." Terpaksa Mentari keluar dari kafe dengan hati hampa. Halusinasinya, mengenai pertemuan indah yang akan dia dapatkan, malah berubah menjadi luka hati yang dalam
Baca selengkapnya
Awal Mula
Adiaz segera pamit untuk pergi ke toilet. Dia tidak nyaman melihat pemandangan itu. Baginya, cukuplah Mentari wanita yang bersamanya. Wanita-wanita seperti yang di dalam itu sama sekali bukan seleranya. Lelaki itu tidak pergi ke toilet, ia hanya berpindah tempat untuk sesaat ke salah satu sudut ruangan yang tak begitu ramai. Sedikit lebih tenang, setidaknya ia bisa menghindari muncikari tadi yang sudah dipastikan akan menawarkan ‘dagangannya' secara paksa. Gadis-gadis tadi akan dengan sangat agresif melayani luar dalam para lelaki yang mencari ‘kesenangan' di tempat ini. “Ehm, sendiri? Boleh kutemani?” Tiba-tiba seorang wanita dengan penampilan sama dengan tiga gadis yang Adiaz hindari, sudah berdiri di depannya. Adiaz tak menjawab, ia hanya melirik sebentar lalu kembali membuang muka. “Aku tidak butuh teman, apalagi wanita sepertimu,” jawab Adiaz ketus. “Hahaha ... kamu yakin?” Wanita itu tertawa kecil. Adiaz menatap jijik ke arah wanita yang sedang mengepulkan asap rokoknya.
Baca selengkapnya
Angela Berulah
Angela BerulahSetelah melewati beberapa jam di dalam ruang IGD, dokter akhirnya keluar. Dia membuka masker yang berlapis-lapis.“Bagaimana keadaan teman saya, Dokter? Apa dia baik-baik saja?" tanya Rani khawatir. Dokter tampak terdiam. Sepertinya sulit untuk mengatakan kebenarannya. “Maafkan saya. Karena hal ini akan menjadi berita buruk." “Apa maksud, Anda? Tolong jangan biarkan saya merasa–“ kata-kata Rani seperti nyangkut di tenggorokan karena tersedak tangisan. “Sekarang, keadaan pasien sangat kritis. Dia mengalami koma." Mendengar hal itu, Rani terduduk lemas. Mencoba untuk mencerna perkataan dokter. Benarkah Mentari koma? “Tapi, apakah dia bisa siuman lagi, Dokter?" Dokter itu menggeleng pelan. “Belum diketahui secara pasti. Tapi, dia masih memiliki kemungkinan untuk hidup." Rani bangkit dari posisinya. Dia mencengkeram tangan dokter sangat kuat. Lalu berkata dengan emosi, “Anda seorang dokter bukan? Kalau begitu, selamatkan dia! Jika tidak …." Ran
Baca selengkapnya
Adiaz Murka
Menjelang malam, Adiaz kembali ke apartemen tempat dirinya dan Angela tinggal selama ini. Sebenarnya, dia tidak mau mengajak Angela untuk tinggal bersamanya, karena merasa malu. Apa kata teman-temannya nanti, jika Adiaz berselingkuh dari Mentari, demi wanita malam seperti Angela. Namun, ia juga butuh Angela untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Dia juga enggan membelikan wanita itu rumah, di dalam hati kecil Adiaz, Angela tidak mendapatkan posisi lebih baik dari Mentari yang sampai saat ini tetap bertahta di hatinya. “Lho, kamu sudah pulang? Sejak kapan? Kok, aku gak tahu kamu datang?” tanya Angela kaget saat melihat Adiaz tiba-tiba saja sudah berada di ruang depan. “Aku ada masalah." “Masalah apa lagi, sih? Perusahaan? Repot ah! Kalau begitu terus, kapan bisa kembali normal, sih. Aku bosan begini terus. Mana janji kamu untuk membelikan aku rumah!?" desak Angela. Adiaz merasa kecewa. Sifat asli Angela mulai terlihat saat ini. “Bukan itu. Ini masalah lain. Kamu dengarkan dulu."
Baca selengkapnya
Halusinasi
HalusinasiTetesan darah membasahi area kasur. Seprei yang semula berwarna putih, kini sudah ternoda oleh warna merah darah yang pekat, juga berbau amis. Adiaz melihat laki-laki itu sempoyongan hingga mundur beberapa langkah, sepertinya pukulan yang dilayangkannya pada laki-laki itu cukup membuat dia kepayahan. Seketika tubuhnya ambruk menimpa meja rias yang penuh dengan alat-alat mekap Angela. Pecahan kaca melukai sebelah mata laki-laki itu, dia mengerang kesakitan membuat Adiaz panik, pendengarannya berdengung seperti ada ribuan lebah mengelilinginya. dan tanpa memedulikan teriakan dari Angela, ia terus berlari menyusuri jalanan sepi nan panjang. Adiaz tidak tahu dirinya berada di mana, yang dilakukannya hanya berlari dan terus berlari, langkahnya sungguh terasa ringan. Tak ada satu orang pun yang ia temui, semuanya lengang, sesekali pandangannya tertutup kabut hingga akhirnya dia melihat rumah yang sangat sederhana berada tepat di depannya. Adiaz men
Baca selengkapnya
Sesal
Hingga akhirnya langkah kaki Adiaz terhenti di tepi jurang yang curam, sedangkan di seberang jurang sana ia melihat telaga yang sangat indah dengan banyak sekali burung merpati beterbangan, bunga-bunga yang sangat indah, dan juga ... seorang gadis!Adiaz seperti mengenali siapa gadis yang duduk menyendiri di tepi telaga itu, ya, Adiaz sangat mengenalinya. Dia adalah ... Mentari! “Mentari! Sayang! Kau kah itu?” Adiaz berteriak di antara curamnya jurang dan semilir angin. Gadis di seberang sana tetap tenang dalam posisinya tanpa sedikit pun menoleh ke arah Adiaz yang terus-terusan memanggil nama Mentari. Adiaz hampir kehabisan suara karena terus berteriak, tetapi gadis itu seperti tak mendengar suatu apa pun. Perlahan gadis itu bangkit dari posisinya dan melangkah menjauhi tempat di mana Adiaz hanya bisa menatap tanpa bisa menyentuh. Satu ... dua ... tiga, tepat dalam hitungan ketiga, tiba-tiba langkah gadis itu terhenti dan menoleh ke arah Adiaz. Mentari. Ya, ternyata dia memang
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status