All Chapters of Setiap Momen adalah Kamu: Chapter 21 - Chapter 30
40 Chapters
Bab 21
Suasana sejenak hening. Indah seperti kehabisan kalimat atas ucapan Intan. Ingin rasanya jujur, menolak. Namun lagi, Indah tetap bersama penghormatannya. “Dua tahun terasa begitu panjang ya, Dik. Kamu tidak berubah,” sambung Intan. “Bagaimana kabar ibu, Mbak?” sahut Indah. Argh, kenapa aku malah bertanya tentang ibunya? sesalnya. “Alhamdulillah beliau cukup sehat. Walaupun setahun ini, beliau sering bolak-balik rumah sakit,” ucap Intan. “Sakit apa, Mbak?” “Beliau menjalani cuci darah, Dik.” “Astagfirullah. Saya turut berduka Mbak. Semoga penyembuhan ibu dimudahkan.” “Amin.” Kembali, hening. Indah memesan kembali segelas americano. Obrolan yang panjang, membuatnya membutuhkan lebih dari segelas kopi siang ini. “Kamu peminum kopi, ya?” “Iya Mbak.” “Sejak kapan?” “Sejak sibuk di perusahaan, saya jadi kecanduan kopi. Kalau gak minum kopi, saya sulit fokus.” “
Read more
Bab 22
Saat yang dinanti tiba. Makan malam Asti bersama orangtua Aditya, akhirnya terwujud. Pertemuan yang tak sepenuhnya berjalan mulus. Hubungan Aditya dan orangtuanya yang belum membaik, juga turut memengaruhi suasana makan malam yang berlalu tanpa banyak obrolan berarti. Suasana berkendara terasa dingin. Asti diam. Sorot matanya tidak menggambarkan sedikit pun bahagia, meninggalkan kediaman orangtua Aditya. “Kamu gak apa-apa?” Aditya memecah keheningan. “Aku baik, Mas.” “Aku mohon maaf, atas sikap dingin orangtuaku. Kondisi hubungan kami sudah seperti itu sejak dahulu. Apa saja yang menjadi pilihanku, selalu direspons seperti itu oleh mereka.” Aditya mencoba meluruskan suasana makan malam tadi yang jauh dari harapannya. Asti menghela napas. “Aku merasa, akan lebih baik, jika Mas Aditya mencoba memahami keinginan orangtua, Mas.” “Maksud kamu?” “Mereka jelas menginginkan Mas bersama orang lain. Bagaimana bisa aku tidak merasa se
Read more
Bab 23
Pagi tiba, Rakha tampak lebih bugar. Dokter sudah mengizinkannya meninggalkan rumah sakit. “Alexa, Aditya?” Rakha tersentak dengan kehadiran ke dua sahabatnya itu. Entah mengapa perasaan Rakha seketika sendu, saat matanya melihat kehadiran Alexa. Teringat semua sikap kasarnya selama ini pada wanita itu. Wanita yang selalu setia ada untuknya, selalu hadir di segala kondisinya. “Kamu udah baikan?” tanya Alexa. Rakha terjaga. “Iya, udah lebih baik.” Aditya menarik kursi dan memberikan pada Alexa. “Kalian janjian ke sini?” sambung Rakha. “Iya,” jawab Aditya, singkat. Rakha terpaku pada sebuah kertas tebal yang ada di tangan Alexa. “Kok, kalian malah diam? Ada apa?” tanya Rakha, mendapati ke dua orang di hadapannya justru mencipta hening. Alexa tertunduk. Menunggu beberapa detik, tampak bulir-bulir air menetes pelan di pipinya. “Kamu baik-baik saja, Lexa?” tanya Rakha, pelan. “Aku mau mengantarkan ini, Kha. Aku berhara
Read more
Bab 24
Rapat Direksi terlihat lebih serius. Sebuah berita di koran hari ini, kembali menarik perhatian seluruh pimpinan Departemen di Big Land. Namun, ekspresi Indah tampak kebingungan. Dia merasa asing dengan topik pembicaraan yang sedang dibahas oleh Direksi. “Angkasa Group?” ucapnya, tampak berpikir. “Salah satu ahli waris dari korban kebakaran tiga puluh tahun, menggugat Big Land,” ujar salah satu aggota Direksi. “Saat itu Big Land tergabung dalam konsersium bersama Angkasa Group. Salah satu mega proyek yang dikerjakan bersama adalah pembangunan Dream Mega Mall,” sambung anggota lainnya. Kebakaran? pikir Indah. Salah satu anggota Direksi menatap sikap Indah yang tidak seperti biasa. “Ibu Indah belum mendengar masalah ini sebelumnya?” tanya salah satu anggota Direksi. “Iya, Pak. Saya merasa asing dengan pembahasan ini,” jelas Indah. “Di tahun 1991, sebuah musibah besar melanda perkampungan bawah. Big Land serta Angkasa Group di
Read more
Bab 25
Rapat Direksi terlihat lebih serius. Sebuah berita di koran hari ini, kembali menarik perhatian seluruh pimpinan Departemen di Big Land. Namun, ekspresi Indah tampak kebingungan. Dia merasa asing dengan topik pembicaraan yang sedang dibahas oleh Direksi. “Angkasa Group?” ucapnya, tampak berpikir. “Salah satu ahli waris dari korban kebakaran tiga puluh tahun, menggugat Big Land,” ujar salah satu aggota Direksi. “Saat itu Big Land tergabung dalam konsersium bersama Angkasa Group. Salah satu mega proyek yang dikerjakan bersama adalah pembangunan Dream Mega Mall,” sambung anggota lainnya. Kebakaran? pikir Indah. Salah satu anggota Direksi menatap sikap Indah yang tidak seperti biasa. “Ibu Indah belum mendengar masalah ini sebelumnya?” tanya salah satu anggota Direksi. “Iya, Pak. Saya merasa asing dengan pembahasan ini,” jelas Indah. “Di tahun 1991, sebuah musibah besar melanda perkampungan bawah. Big Land serta Angkasa Group di
Read more
Bab 26
Dadanya tiba-tiba sesak. Duduk di hadapan Rizal, Indah merasa sulit fokus. Dia takut mendengar kenyataan. “Aku sudah mendapatkan seluruh informasi yang kamu butuhkan,” ujar Rizal memulai percakapan. Indah menghela napas panjang. “Dream Mega Mall milik Big Land dan Angkasa Group, lokasi perkampungan bawah yang terbakar tiga puluh tahun lalu, Indah.” Indah menutup mata. Ucapan Rizal benar-benar kalimat yang tidak ingin didengarnya. Air mata itu tak lagi bisa dibendungnya. “Indah, kamu baik-baik saja?” Indah berusaha menenangkan diri. “Kak Rizal lanjutkan saja,” ucap Indah, terbata-bata. “Konsersium Big Land dan Angkasa Group ditengarai menjadi penyebab kebakaran itu. Namun pengusutan kasusnya tiba-tiba terhenti, tanpa kejelasan di tahun yang sama.” “Indikasi keterlibatan Big Land di mana, Kak?” “Tiga bulan sebelum kebakaran itu, seluruh masyarakat melakukan penolakan terbuka atas penawaran pembelian lahan
Read more
Bab 27
Pertemuannya dengan Dewi, terus menjadi beban di hati Asti. Bagaimana dia harus menjauh dari seseorang yang juga sangat dicintainya. Ketika restu menjadi sebuah jarak, haruskah perlawanan menjadi sebuah pilihan. Ataukah bakti menjadi kata terakhir jejak semua cinta. Pukul lima sore, Asti tiba di rumah. Lebih cepat dari biasanya. Kondisi ibundanya yang beberapa hari ini yang kurang sehat, membuatnya berusaha menyelesaikan semua pekerjaannya lebih cepat. Saat membuka pintu, Asti tersentak di ambang pintu. Ibunya tergeletak di lantai. Tak jauh dari kamar tidurnya. Panik! Asti menjatuhkan semua barang yang dibawanya. Fokus pada kondisi wanita yang sangat disayanginya. Wajahnya pucat. “Ibu….” Terus membangunkan sang bunda. Namun tak ada respons. Segera, Asti menelepon taksi. Butuh sekitar sepuluh menit, taksi tiba di halaman rumah. Sopir taksi sigap membantu Asti memindahkan ibundanya ke dalam mobil bercat biru itu. Ta
Read more
Bab 28
Liebe Box Dona terpaku melihat kedatangan Indah. Wajah sahabatnya itu, kini tak banyak senyum. Beratnya langkah, tergambar jelas dalam setiap langkahnya. Indah duduk di sudut ruangan. Seperti biasa, menatap ke luar jendela, pojok Liebe Box. Membuang pandangan jauh, menyaksikan kendaraan yang lalu lalang tanpa jeda. Dona mendekat dengan secangkir kopi kesukaan sahabatnya itu. Dona bergabung, duduk di hadapan Indah. “Gimana acara Asti?” kata Dona, memulai. “Lancar,” sahut Indah, singkat. Pandangannya masih saja menjauh. Kehadiran Dona, belum juga membuatnya mengalihkan perhatiannya. “Indah, aku mau ngomong tentang Rizal,” sambung Dona. “Aku perhatikan, kalian semakin dekat. Apa kamu benar-benar kembali pada pria itu?” Indah tidak menjawab. “Beberapa hari lalu, mas Yusuf ke sini. Tepat, saat kamu dan Rizal meninggalkan Liebe Box. Mas Yusuf ternyata mengenal Rizal,” ungkap Dona. Indah menghela napas panjang.
Read more
Bab 29
Big Land Indah datang lebih pagi hari ini. Asti mengambil cuti sepanjang mungkin untuk menjaga ibundanya yang masih tidak sadarkan diri di rumah sakit. Indah tampak sibuk. Dia menyusun semua dokumen-dokumen penting ke dalam lemari kaca di ruangannya. Mejanya bersih. Dia menatap semua barang-barang yang ada di ruangannya. Matanya berkaca-kaca. Setelah memastikan ruangannya telah benar-benar rapi, dia memasukkan notebooknya ke dalam tas dan meninggalkan ruangannya. Langkahnya terlihat menuju ruangan Direktur Utama. Suasana yang tercipta tak lagi sama. Jika biasanya komunikasi di antara keduanya begitu cair dan hangat, kini berganti suasana mencekam. Dimas yang selalu tampak berwibawa dan penuh kasih sayang pada Indah, kini menampakkan kegelisahan dan ketidakpercayaan diri. “Saya mohon maaf sebelumnya, Pak, atas kelancangan saya ini. Akhir-akhir ini, saya mendengar begitu banyak cerita, begitu banyak berita, yang mem
Read more
Bab 30
Rumah Sakit Suasana hening masih menghiasi kamar ibunda Asti. Tampak Asti mulai terjaga, matanya terbuka, perlahan. Aditya menunggu sesaat. Sampai sang istri benar-benar sadar. “Mas, masih di sini?” tanya Asti, mendapati suaminya masih ada di dekatnya. “Aku menunggu sampai kamu bangun dulu,” ucapnya, bersama senyuman penuh cinta. Asti memeluk sang suami. Perlahan kedukaan akan kondisi ibunya yang belum membaik, tergantikan dengan kehadiran pria yang begitu mencintainya. “Sayang, aku ke rumah mama dulu, ya. Gak apa-apa, kan?” tanya Aditya, setelah mendapati Asti sudah terbangun dari tidur singkatnya. “Iya, Mas.” Lagi, Aditya mengecup mesra puncak kepala sang istri. Kasih sayang itu, sangat nyata. “Aku sangat mencintaimu. Aku akan melakukan apa pun demi kebahagianmu dan ibu,” kata Aditya, mengenggam tangan istrinya. Asti melepas tangannya, dan memegang ke dua pipi sang suami. “Aku pun, sangat men
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status