Rapat Direksi terlihat lebih serius. Sebuah berita di koran hari ini, kembali menarik perhatian seluruh pimpinan Departemen di Big Land.
Namun, ekspresi Indah tampak kebingungan. Dia merasa asing dengan topik pembicaraan yang sedang dibahas oleh Direksi.“Angkasa Group?” ucapnya, tampak berpikir. “Salah satu ahli waris dari korban kebakaran tiga puluh tahun, menggugat Big Land,” ujar salah satu aggota Direksi.“Saat itu Big Land tergabung dalam konsersium bersama Angkasa Group. Salah satu mega proyek yang dikerjakan bersama adalah pembangunan Dream Mega Mall,” sambung anggota lainnya.Kebakaran? pikir Indah.Salah satu anggota Direksi menatap sikap Indah yang tidak seperti biasa. “Ibu Indah belum mendengar masalah ini sebelumnya?” tanya salah satu anggota Direksi.“Iya, Pak. Saya merasa asing dengan pembahasan ini,” jelas Indah. “Di tahun 1991, sebuah musibah besar melanda perkampungan bawah. Big Land serta Angkasa Group diRapat Direksi terlihat lebih serius. Sebuah berita di koran hari ini, kembali menarik perhatian seluruh pimpinan Departemen di Big Land. Namun, ekspresi Indah tampak kebingungan. Dia merasa asing dengan topik pembicaraan yang sedang dibahas oleh Direksi. “Angkasa Group?” ucapnya, tampak berpikir. “Salah satu ahli waris dari korban kebakaran tiga puluh tahun, menggugat Big Land,” ujar salah satu aggota Direksi. “Saat itu Big Land tergabung dalam konsersium bersama Angkasa Group. Salah satu mega proyek yang dikerjakan bersama adalah pembangunan Dream Mega Mall,” sambung anggota lainnya. Kebakaran? pikir Indah. Salah satu anggota Direksi menatap sikap Indah yang tidak seperti biasa. “Ibu Indah belum mendengar masalah ini sebelumnya?” tanya salah satu anggota Direksi. “Iya, Pak. Saya merasa asing dengan pembahasan ini,” jelas Indah. “Di tahun 1991, sebuah musibah besar melanda perkampungan bawah. Big Land serta Angkasa Group di
Dadanya tiba-tiba sesak. Duduk di hadapan Rizal, Indah merasa sulit fokus. Dia takut mendengar kenyataan. “Aku sudah mendapatkan seluruh informasi yang kamu butuhkan,” ujar Rizal memulai percakapan. Indah menghela napas panjang. “Dream Mega Mall milik Big Land dan Angkasa Group, lokasi perkampungan bawah yang terbakar tiga puluh tahun lalu, Indah.” Indah menutup mata. Ucapan Rizal benar-benar kalimat yang tidak ingin didengarnya. Air mata itu tak lagi bisa dibendungnya. “Indah, kamu baik-baik saja?” Indah berusaha menenangkan diri. “Kak Rizal lanjutkan saja,” ucap Indah, terbata-bata. “Konsersium Big Land dan Angkasa Group ditengarai menjadi penyebab kebakaran itu. Namun pengusutan kasusnya tiba-tiba terhenti, tanpa kejelasan di tahun yang sama.” “Indikasi keterlibatan Big Land di mana, Kak?” “Tiga bulan sebelum kebakaran itu, seluruh masyarakat melakukan penolakan terbuka atas penawaran pembelian lahan
Pertemuannya dengan Dewi, terus menjadi beban di hati Asti. Bagaimana dia harus menjauh dari seseorang yang juga sangat dicintainya. Ketika restu menjadi sebuah jarak, haruskah perlawanan menjadi sebuah pilihan. Ataukah bakti menjadi kata terakhir jejak semua cinta. Pukul lima sore, Asti tiba di rumah. Lebih cepat dari biasanya. Kondisi ibundanya yang beberapa hari ini yang kurang sehat, membuatnya berusaha menyelesaikan semua pekerjaannya lebih cepat. Saat membuka pintu, Asti tersentak di ambang pintu. Ibunya tergeletak di lantai. Tak jauh dari kamar tidurnya. Panik! Asti menjatuhkan semua barang yang dibawanya. Fokus pada kondisi wanita yang sangat disayanginya. Wajahnya pucat. “Ibu….” Terus membangunkan sang bunda. Namun tak ada respons. Segera, Asti menelepon taksi. Butuh sekitar sepuluh menit, taksi tiba di halaman rumah. Sopir taksi sigap membantu Asti memindahkan ibundanya ke dalam mobil bercat biru itu. Ta
Liebe Box Dona terpaku melihat kedatangan Indah. Wajah sahabatnya itu, kini tak banyak senyum. Beratnya langkah, tergambar jelas dalam setiap langkahnya. Indah duduk di sudut ruangan. Seperti biasa, menatap ke luar jendela, pojok Liebe Box. Membuang pandangan jauh, menyaksikan kendaraan yang lalu lalang tanpa jeda. Dona mendekat dengan secangkir kopi kesukaan sahabatnya itu. Dona bergabung, duduk di hadapan Indah. “Gimana acara Asti?” kata Dona, memulai. “Lancar,” sahut Indah, singkat. Pandangannya masih saja menjauh. Kehadiran Dona, belum juga membuatnya mengalihkan perhatiannya. “Indah, aku mau ngomong tentang Rizal,” sambung Dona. “Aku perhatikan, kalian semakin dekat. Apa kamu benar-benar kembali pada pria itu?” Indah tidak menjawab. “Beberapa hari lalu, mas Yusuf ke sini. Tepat, saat kamu dan Rizal meninggalkan Liebe Box. Mas Yusuf ternyata mengenal Rizal,” ungkap Dona. Indah menghela napas panjang.
Big Land Indah datang lebih pagi hari ini. Asti mengambil cuti sepanjang mungkin untuk menjaga ibundanya yang masih tidak sadarkan diri di rumah sakit. Indah tampak sibuk. Dia menyusun semua dokumen-dokumen penting ke dalam lemari kaca di ruangannya. Mejanya bersih. Dia menatap semua barang-barang yang ada di ruangannya. Matanya berkaca-kaca. Setelah memastikan ruangannya telah benar-benar rapi, dia memasukkan notebooknya ke dalam tas dan meninggalkan ruangannya. Langkahnya terlihat menuju ruangan Direktur Utama. Suasana yang tercipta tak lagi sama. Jika biasanya komunikasi di antara keduanya begitu cair dan hangat, kini berganti suasana mencekam. Dimas yang selalu tampak berwibawa dan penuh kasih sayang pada Indah, kini menampakkan kegelisahan dan ketidakpercayaan diri. “Saya mohon maaf sebelumnya, Pak, atas kelancangan saya ini. Akhir-akhir ini, saya mendengar begitu banyak cerita, begitu banyak berita, yang mem
Rumah Sakit Suasana hening masih menghiasi kamar ibunda Asti. Tampak Asti mulai terjaga, matanya terbuka, perlahan. Aditya menunggu sesaat. Sampai sang istri benar-benar sadar. “Mas, masih di sini?” tanya Asti, mendapati suaminya masih ada di dekatnya. “Aku menunggu sampai kamu bangun dulu,” ucapnya, bersama senyuman penuh cinta. Asti memeluk sang suami. Perlahan kedukaan akan kondisi ibunya yang belum membaik, tergantikan dengan kehadiran pria yang begitu mencintainya. “Sayang, aku ke rumah mama dulu, ya. Gak apa-apa, kan?” tanya Aditya, setelah mendapati Asti sudah terbangun dari tidur singkatnya. “Iya, Mas.” Lagi, Aditya mengecup mesra puncak kepala sang istri. Kasih sayang itu, sangat nyata. “Aku sangat mencintaimu. Aku akan melakukan apa pun demi kebahagianmu dan ibu,” kata Aditya, mengenggam tangan istrinya. Asti melepas tangannya, dan memegang ke dua pipi sang suami. “Aku pun, sangat men
Dona tampak hadir di kediaman Asti. Dia turut menguatkan Asti. Saat Asti kehilangan seluruh kekuatannya. Dia hanya terduduk terus dalam pengawasan Indah. “Adikku, apakah kamu tidak ingin memberikan penghormatan terakhir pada ibu dengan senyuman terbaikmu? Ibu sudah beristirahat sekarang. Ibu akan hidup di tempat terbaik di sisi-Nya. Ibu ingin melihat senyumanmu, melepasnya, Dik,” tutur Indah, lembut, membelai kepala Asti. Asti menguatkan diri, menghela napas panjang. “Iya, Mbak.” Dia mencoba berdiri perlahan dengan sisa tenaganya. Dia mengecup kening sang bunda. Ibu yang menjadi tujuan hidupnya. Wanita kuat yang terus bersamanya dalam berbagai ujian hidup. Wanita yang selalu menguatkan dan terus bersama senyumannya, bahkan di akhir hayatnya. “Asti sangat mencintai ibu. Asti b-bahagia…. I-ibu sudah beristirahat, sekarang. Asti percaya, Allah telah menyiapkan tempat terbaik untuk I-ibu, di surga-Nya….” Dona dan Indah juga tak mampu men
Beberapa hari setelah meninggalkan Big Land, Indah kembali menghabiskan banyak waktunya di Liebe Box. Dona yang mendapati sahabatnya itu hanya banyak diam, tak bisa banyak bicara. “Semalam, kamu jadi makan malam di rumah Rizal?” ucap Dona, mendekati Indah di balkon. “Iya.” “Kamu sempat ke rumah Rizal tapi gak ke rumah nengok ibu?!” ketus Dona. Indah tidak merespons. “Aku tidak yakin, kamu mau mendengarkan ini. Tapi, sebagai sahabat, aku merasa, kamu bukan lagi Indah yang kukenal.” Indah tersentak. Dia menoleh dengan tatapan serius pada Dona. “Aku mengagumi kasih sayangmu pada keluarga. Tapi ternyata, pandanganku, keliru!” Indah bergeming. “Indah. Tidakkah kamu coba melihat dari sudut pandang yang berbeda dan lebih luas. Semua tentang masa lalumu?” Lagi, tidak ada jawaban. “Kamu bisa bertahan dan tumbuh baik, sempurna dengan segala pencapaianmu hari ini, karena siapa? Itu kar