All Chapters of Anakku Tak Diakui Ayahnya : Chapter 51 - Chapter 60
96 Chapters
BAB 48
“Permisi,” ucapku lirih sambil tersenyum hangat pada wanita pemilik mata bening itu. Sebaris senyuman disunggingkan penuh ketulusan padaku. Aku saja yang seorang wanita diam-diam mengagumi wanita di depanku ini. Apalagi Satya…“Maaf menganggu waktunya, Mbak,” ucapnya lembut. Tak hanya cantik wajahnya saja, bahkan sikapnya pun jauh dari kata urakan. Ah…pantas saja Satya…Kenapa tiba-tiba ada yang berdenyut nyeri di dalam dadaku? Kutatap lekat-lekat wajah yang seratus persen kuyakini semua laki-laki yang melihatnya akan terkagum dengan ciptaan Tuhan ini. “Saya mencari Mas Satya, tetapi sepertinya dia belum datang. Atau mungkin tak datang karena tahu aku di sini,” ujar lirih wanita itu. Seketika wajahnya menunduk, entah apa yang tengah disembunyikannya. Kutahan bibirku untuk bertanya mengapa wanita itu mengucap kalimat bernada putus asa seperti itu. Kutarik napas dalam-dalam sambil menunggunya menyelesaikan kalimat yang seolah menggantung tanpa kejelasan. “Nama saya Andira. Saya…” “
Read more
BAB 49
Kepergian Satya Bintang memeluk tubuhku erat. Hari ini sengaja aku datang menjemputnya. Aku butuh senyumannya untuk menenangkan hatiku yang merasa tak nyaman. Keringat yang tersisa di tubuhnya memberi aroma khas anak-anak. Apalagi tadi memang jadwal dia melaksanakan pelajaran olahraga. Kucium rambutnya yang agak basah itu. Setelahnya kuhadiahi sebuah cubitan gemas pada pipinya yang sedikit gembul. “Asem sekali anak Mama,” ucapku sebelum melepaskan pelukanku. Beberapa orangtua yang menjemput anaknya pun nampak hilir mudik di halaman sekolah yang luas itu. Aku menggenggam tangan mungilnya dan mengajaknya berjalan ke arah mobil yang terparkir agak jauh dari lokasiku berdiri. “Hari ini kita Bintang jadi pak dokter. Om dokter teman Mama yang ngasih contoh.” Deg. Hatiku seolah teraliri arus listrik kecil. Om Dokter? Dahiku berlipat. Namun aku masih membawanya berjalan demi secepatnya sampai di kendaraan kami. Cuaca sedang panas-panasnya. Kepalaku mulai berdenyut saat panas matahari mem
Read more
BAB 50
“Bu, ada Pak Satya,” ucap Mbak Tini saat aku tengah menemani anakku tidur. Sepulang sekolah tak banyak kata yang keluar dari mulut anakku. Nampaknya dia benar-benar kecewa karena keinginannya bertemu Satya belum juga terpenuhi. Aku segera mengambil posisi duduk. Ada gelenyar aneh saat tahu lelaki yang tengah dirindukan oleh Bintang kini ada di bawah. Sayangnya Bintang sudah terlelap. Dengkuran halus terdengar dari bibirnya. Mbak Tini seolah paham dengan kesusahan yang tengah kurasakan. Sebagai pengasuh Bintang pasti dia tahu anakku itu tengah merindukan Om kesayangannya. Sayang sekali laki-laki itu datang di saat yang tak tepat. Padahal tawa riang akan mudah sekali tercipta saat keduanya itu bertemu. Kuraih kerudung instan warna mint dan memakaikannya di kepalaku. Kuturuni anak tangga dengan perasaan yang tak menentu. Entah apa yang akan dilakukan Satya jika tahu Bintang sudah terlelap dibuai mimpi. “Ndu,” panggil Satya. Wajah yang biasa penuh senyum ini pun terlihat kaku, atau m
Read more
BAB 51
Melawan Ego “Kenapa kau selalu seperti ini? Tak bisakah kau pura-pura bersedih atas kepergianku? Aku tak bisa memastikan berapa lama aku akan berada di Singapura. Apakah kau tak merasa kehilanganku?”Tawaku meledak. “Pergilah jika memang itu akan membuatmu aman dari kejaran polisi.” Kalimat yang berhasil membuat lelaki itu mematung, seolah geram dengan reaksi main-main yang kutampilkan. Lagi pula mengapa harus seserius ini? Bukankah datang dan pergi adalah suatu keniscayaan? Hidupku sudah terlalu pelik, mengapa harus terlalu larut dengan kehidupan yang serba tak pasti ini? Aku bergumam, menertawakan kehidupanku sendiri. Satya tetap duduk dengan mengarahkan mata elangnya yang entah kapan lagi akan kutemui. Entah bagaimana aku akan menjawab pertanyaan Bintang yang pasti akan merindukan sosok pria di depannya. Entah kepada siapa lagi Bintang akan merajuk saat menginginkan sepotong layangan miliknya diterbangkan. Entah pada siapa Bintang akan meminta gendong karena ibunya ini sudah ke
Read more
BAB 52
Malam ini Bintang panas. Dia menggigil hebat di balik selimut. Aku yang tadi masih di restoran tiba-tiba mendapat panggilan dari Mbak Tini yang mengabarkan bahwa kondisi Bintang memburuk. Aku sedikit menyesal mengapa hanya meminta pengasuh putraku itu untuk memberikan obat penurun panas saat siang tadi wanita itu memberi kabar untuk pertama kali. Aku egois. Terlalu sibuk dengan proyek pembukaan kafe yang tinggal menghitung hari membuatku bekerja bagai kuda tak kenal lelah. Jika saja fisikku mampu mengerjakan, aku lupa bahwa ada anak yang harus tetap menjadi prioritasku. Aku langsung meminta izin Pak Rama untuk pulang terlebih dahulu. Beruntung lelaki itu mengerti kondisiku. Sedikit banyak Pak Rama sudah paham mengenai statusku. Mungkin Satya yang sudah memberitahunya. Tidak mungkin Giandra yang memberitahunya. Lelaki itu tak mungkin menggali kuburannya sendiri dengan menceritakan kisahku dengannya di masa lalu. Dan lihatlah kini. Aku harus menerima kabar yang membuatku lemas baga
Read more
BAB 53
Kuajukan SyaratKubiarkan lelaki itu mengemudikan mobilku. Biarlah kali ini aku melawan ego. Bintang harus cepat ditangani di rumah sakit terdekat. Meski artinya aku akan membiarkan ayah kandungnya itu akan berseliweran di sekitar kami. Biar urusanku dengannya kuselesaikan setelah pengobatan Bintang sudah diberikan. Berkali-kali aku menggoyangkan tubuh anakku agar dia kembali terjaga. Sayangnya semua yang kulakukan nampak tak membuahkan hasil. Bahkan hingga tanpa sadar aku meneriaki anakku yang masih terkulai lemah di pangkuanku sampai-sampai suara Giandra mengingatkanku terdengar. “Berhenti panik. Ambil napas dalam-dalam. Kau harus tetap tenang,” ucap lelaki itu sambil melihat kaca di atas kemudi. Aku tak menyahut. Rasanya kepalaku hampir meledak melihat kondisi Bintang. “Tenang saja, nanti akan ditangani. Sudah kuhubungi petugas jaga di IGD untuk mempersiapkan semuanya.” Aku masih diam tak menyahut meski dalam hati sedikit mensyukuri kesigapan lelaki itu. Pengalamannya sebagai se
Read more
BAB 54
“Berhenti. Aku bukan sedang meminta belas kasihan dari siapapun. Jangan menunjukkan rasa bersalahmu padaku. Itu tak akan berguna sama sekali. Terima kasih sudah membantuku membawa Bintang. Kau bisa pulang ,” ujarku datar.“Izinkan aku…”“Tidak!” Aku menunjukkan penolakan dengan gerakan tanganku. Kulayangkan pandangan penuh ancaman pada lelaki yang mulai mencari celah di tengah-tengah peristiwa buruk yang menimpaku.“Berhenti membuat ulah. Aku sudah mulai hidup tenang. Masalah Bintang pun akan kuselesaikan sendiri. Dia akan baik-baik saja. Pergilah. Dan kumohon, jangan mencoba berpikir untuk menyusup ke dalam hidupku dan Bintang. Cukuplah di masa lalu kau membuatku menjadi wanita paling menyedihkan di dunia ini. Aku sudah bangkit, hidup dengan sangat baik dengan anak yang tak pernah mendapat pengakuan ayahnya.”“Kumohon. Maafkan aku. Kita mulai lagi dari awal!”“Giandra Prihandono! Jangan membuatku berteriak dengan tingkah kurang ajarmu! Apakah kau tak mengindahkan nama baikmu sebagai
Read more
BAB 55
Tawaran LicikAku cukup terkejut saat mendapati Bu Pertiwi—ibunya Giandra, duduk di depan ranjang Bintang. Yang membuatku lebih tersentak saat kulihat dengan netraku Bintang Nampak tertawa lepas, bercanda ria dengan wanita asing di depannya. Aku yang semula hendak masuk mendadak kaku. Kakiku seolah menancap kuat di lantai, terpaku di atas tempatku berdiri saat ini.Ruangan VVIP yang sengaja kupilihkan untuk Bintang memang menawarkan suasana yang lumayan tenang. Aku menginginkan perawatan terbaik untuk anak itu.“Maaf, Bu. Saya tak bisa mencegah kedatangannya. Dia memaksa masuk, apalagi setelah dia memperlihatkan kartu khusus pengunjung pasien.” Mbak Tini mengagetkanku. Kulihat tangannya menjinjing makanan siap saji yang mungkin baru diambilnya dari kantin. Mungkin juga dia baru menggunakan jasa delivery order untuk menikmati makanan yang dia inginkan.Aku mendesah sambil menyenderkan punggungku yang teramat letih di dinding. Rasanya begitu lemah, bahkan hanya sekadar untuk menumpahkan
Read more
BAB 56
“Nenek Pertiwi yang menyuapi Bintang,” jawab anakku perlahan. Kulihat genggaman tangan anakku yang sedikit terbuka. Sebuah mainan mobil-mobilan kecil yang memang menjadi kegemarannya menyembul dari balik jemari tangannya yang mungil.Oh. Aku tahu.Nampaknya wanita culas di depanku itu pandai mengambil hati anakku dengan cara sesederhana ini. Kuhempaskan napasku cukup keras. Sesak, rasanya tak bisa membayangkan jika Bintang akan makin dekat dengan orang-orang yang menolaknya mati-matian di masa lalu.“Baiklah, Nenek pamit. Kalau Nenek ada waktu…”“Mari saya antar ke depan, Nenek Pertiwi.” Aku menajamkan mataku. Kubidik sepasang mata penuh muslihat di depanku ini dengan ancaman. Entah dimana rasa malunya diletakkan hingga berani berbuat sejauh ini terhadapku. Apakah mereka semua lupa dengan kejahatan yang sudah dilakukannya dahulu?Apakah mereka pikir aku semulia itu membiarkan mereka begitu saja?“Mari,” ucapku sambil mempersilahkan wanita itu dengan gerakan tanganku. Tak kuindahkan ta
Read more
BAB 57
AncamanSatya tak pernah memberi kabar apapun setelah kepergiannya. Jujur, sekali waktu aku sering menatap layar ponsel berlama-lama, membayangkan lelaki itu menelepon sekadar memberi kabar. Tetapi nyatanya semua itu hanya angan-angan. Yang membuatku sedikit sakit adalah saat momen pembukaan kafe justru dia hanya menghubungi Pak Rama. Tak hanya itu, dia yang meminta diperlihatkan suasana opening kafe tersebut melalui sambungan video call tak menyapaku sama sekali. Ada yang berdenyut nyeri di dalam dadaku. Tetapi aku sadar sekali tak berhak menuntut Satya untuk bertanggung jawab atas rasa kecewa yang menimpaku ini. Aroma wangi dari barista yang tengah meracik kopi membuatku tertarik untuk mendatangi lelaki yang usianya masih sangat muda. Dia yang tadinya bekerja di kafe ternama di Kota Jakarta memilih pulang kampung dan mencari pekerjaan di tempatnya berasal. Aku beruntung sekali bertemu dengannya. “Kopi gula aren dong satu,” ucapku pada Adrian yang mengenakan topi khasnya. “Biar
Read more
PREV
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status