All Chapters of Gairah Terlarang Calon Mertua: Chapter 91 - Chapter 100

Mata elang Denzel seketika itu menelusuri setiap sudut ruangan, mencari jejak penyusup lain, musuh yang mungkin bersembunyi di balik tirai atau di bawah ranjang.​Fiona, yang telah bersembunyi di balik tirai tebal, muncul dengan senyum yang terlalu lebar dan tenang. Ia menyilangkan tangan di dada, menghadapi kemarahan Denzel tanpa gentar.​“Selamat pagi, Pak Denzel!” sapa Fiona ceria, seolah-olah ia baru saja datang untuk minum kopi, bukan menyusup ke lokasi pernikahan rahasia yang dijaga ketat.​Denzel mengabaikan sapaan itu, matanya menyala dingin. Ia mendekati Fiona, auranya yang mengancam terasa begitu kuat hingga membuat suasana di kamar itu sedikit tegang.“Bagaimana kamu bisa ada di sini, Fiona?!” tanya Denzel dengan tatapan tajam dan dingin. “Maaf Pak Denzel, saya ikut Pak Aksa tadi. Saya tidak ingin melewatkan waktu bahagia Audrey.. Saya ingin melihatnya menikah..” jawab Fiona tetap berusaha tenang. ​“AKSA! CEPAT KE SINI!” perintah Denzel dengan suara berteriak, karena Aksa

​Johanes tersenyum sinis, menikmati kehancuran yang ia taburkan di altar suci itu. Ia melihat wajah panik Denzel dan keputusasaan yang melintas di mata Audrey.​“Ini…” kata Johanes, nadanya penuh kemenangan, matanya tertuju pada Denzel. “Kamu juga telah menandatangani surat perjanjian dengan Tuan Shaquille, Papa kamu… Kamu berjanji tidak akan menikah selain dengan Velove sebagai tanggung jawab mu atas kematian Trustin, kamu juga berjanji akan selalu menjadi suami Velove di mata dunia dan akan menjadi Papa Aiden. Selain itu kamu juga berjanji tidak akan membongkar aib keluarga di depan media! Apa kamu lupa?! Kalau kamu melakukannya, kamu akan kehilangan semua fasilitas dari Tuan Shaquille, semua perusahaan dan semua asetnya! Kamu akan keluar dari keluarga Shaquille!” kata Johanes dengan begitu tegas, ia menunjukkan dokumen yang telah Denzel tandatangani, selembar kertas yang mengancam untuk menghapus eksistensi Denzel.​Audrey langsung menoleh ke arah Denzel, seolah baru pertama kali m

​Denzel mengabaikan protes itu, ia membalikkan tubuh Audrey dengan cepat, memposisikan wanita itu menghadap ke bawah.​“Aku ingin melihatmu sepenuhnya, baby,” Denzel berbisik, suaranya serak karena gairah yang tak tertahankan.​Denzel kemudian memposisikan Audrey dalam posisi Doggy Style, lutut Audrey ditekuk, pinggulnya terangkat, sebuah pemandangan yang mematikan bagi Denzel. Ia merangkul pinggul Audrey dari belakang, membenamkan wajahnya di rambut Audrey.​“Posisi ini.. Ini adalah favoritku,” Denzel mendesis di telinga Audrey, membuat sensasi gemetar menjalar dari telinga hingga ke pangkal paha Audrey.​Tanpa basa-basi lagi, Denzel mendorong tubuhnya ke depan. Miliknya yang keras dan berotot langsung menemukan sarang Audrey yang hangat, basah, dan siap menerimanya.​“AARRGGHHH!” Denzel mengerang, sebuah suara kepuasan yang kasar, merasakan jepitan erat yang menyambutnya.​“Denzel! Ahhh! Pelan-pelan!” Audrey menjerit tertahan, mencengkram erat seprei tempat tidur. Sensasi penuh dan

​Tangan Denzel bergerak semakin berani, naik mendekati batas celana kain itu. Audrey harus mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mempertahankan ekspresi netral. Dia merasa panas, tegang, dan malu luar biasa.​“Denzel! Berhenti!” bisik Audrey melalui gigi yang terkatup, wajahnya mulai memerah.​“Kenapa, baby? Kamu tidak suka? Atau kamu takut suaramu akan terdengar oleh mereka?” tantang Denzel, sambil jarinya dengan nakal menemukan garis tengah antara kedua paha Audrey.“Sshhh.. Mmmpphhh..” Audrey menahan desahannya. ​Sensasi yang tiba-tiba dan mendesak itu membuat Audrey tanpa sadar melengkungkan punggungnya sedikit di kursi. Ia segera meraih tangan Denzel di bawah meja, mencoba menghentikan gerakan nakal itu.​“Tolong hentikan.. Ada Papa di sini..” cicit Audrey. ​Denzel mencium pipi Audrey secara tiba-tiba, sebuah sentuhan publik yang dimaksudkan untuk mengalihkan perhatian orang lain.​“Apa yang dikatakan Aksa tadi, Sayang? Aku tidak fokus,” kata Denzel dengan suara keras yang norm

​Denzel menyipitkan mata saat mendengar penjelasan Pak Melvin. Skema ini lebih dalam dari yang ia duga. Aiden menggunakan Papanya, Tuan Shaquille, untuk menekan Pak Melvin.​“Apa Aiden mengancammu?” tanya Denzel akhirnya, nadanya dingin dan terkontrol, berusaha mengendalikan amarahnya.​Pak Melvin mengangguk cepat, wajahnya dipenuhi keringat dingin. “Ya, dia mengatakan kalau aku tidak segera melunasi hutang, dia akan mengambil alih perusahaan atau… Mengambil Audrey.”​Mendengar nama Audrey, kendali Denzel langsung terlepas. Tangan Denzel mengepal kuat di sisi tubuhnya, urat di lehernya menegang. “Brengsek…! Kalau dia berani mengambil Audrey dari ku, artinya dia berani mati!” geram Denzel, matanya menyala penuh ancaman.​“Sekarang apa yang kamu inginkan, Melvin?” tuntut Denzel, kembali ke mode negosiator yang kejam.​Pak Melvin memohon. “Aku ingin kamu mengendalikan Aiden. Aku ingin kamu membayarkan hutangku pada Aiden, Denzel. Bukankah kamu sudah janji kalau aku bersedia jadi wali Aud