All Chapters of Pemilik Hati Tuan Mafia: Chapter 31 - Chapter 40
66 Chapters
Part (31)
Albara dan pengawalnya bergegas pergi terlebih dahulu.Meninggalkan Khaira yang sedang berdebat dengan kedua orang tuanya.Belle menatap ke arah Albara, “Sekarang aku tahu berapa banyak uang tuan,” lirih Belle.“Benarkah? Sebanyak apa?” “Sangat banyak! Apa saham sekolah mahal?” Belle mengulangi jawaban Albara hari itu, membuat pria di sebelahnya tersenyum tipis.“Tidak juga,” tidak sebanyak yang ia keluarkan untuk putrinya waktu itu. “Terima kasih, aku tidak tahu harus apa jika tidak ada tuan.” ungkap Belle.Benar, ia akan sangat terpuruk dan sekarang Elvan juga membencinya.Mereka tak langsung pulang ke rumah, Albara menuruti keinginan Belle untuk pergi berbelanja. Meskipun sebenarnya ia tak suka pergi ke mall. Melihat wajah Belle, Albara tak bisa menolaknya.“Apa bagus?” Belle menunjukkan sebuah gaun kepadanya.Albara hanya mengangguk, ia tak terlalu tahu tentang semua ini. Mungkin Belle sangat cocok dengan putrinya.Di sisi lain, tepatnya di rumah megah dengan gaya modern Khaira
Read more
Part (32)
Beberapa minggu telah berlalu, kejadian itu juga hanya menyisahkan kenangan belaka. Para murid yang lain juga menghabiskan waktu Khaira diskors dengan tenang. Khaira menahan amarahnya kala melihat Belle yang sudah terlebih dahulu sampai di kelas, ia sangat ingin mengganggu gadis itu demi memuaskan kekesalannya. “Jangan melakukan apapun, sementara biarkan saja. Posisi kita masih tidak aman,” ucap Angel menenangkan sembari memegangi tangan Khaira.Di antara yang lain, Khaira lebih mendengarkan ucapannya. Mereka duduk di bangku melewati Belle begitu saja, akan tetapi sorot mata itu tetap memancarkan permusuhan yang tak dapat dihindari lagi. “Aku ingin tahu, kenapa dia sangat membenciku?” tanya Belle dalam hatinya. Bahkan setelah beberapa tahun, tetap tidak ada habisnya. Ia selalu penasaran tentang kesalahan apa yang menyebabkan semua ini terjadi.Tak berselang lama, Dahlia juga datang sembari menggandeng tangan Elvan. Tak malu menunjukkan kemesraan mereka di depan umum, hubungan ke
Read more
Part (33)
Belle menundukkan kepalanya sendu, tangan yang semula memegang pulpen kini melepaskannya. Keputusan guru bahwa ia melakukan wawancara bersama Dahlia membuatnya resah. “Aku harap dia tidak mengajak Elvan,” rapal Belle membereskan bukunya dan bergegas ke kantin. Di sana sudah ramai dengan murid yang mengantri panjang, Belle memperhatikan sekeliling mencari kios yang tidak ramai. Kemudian, datang memesan dan duduk di bangku yang tersedia.Sejenak, Belle berusaha menenangkan pikirannya disaat tempat itu menjadi semakin bising. Tak memikirkan apapun dikala banyaknya suara yang beradu bersama. “Belle!” panggil seseorang dari belakang. “Astaga, aku baru saja makan!” erangnya meletakkan sendok itu ke mangkok dan menoleh ke arah suara yang memanggil namanya.“Nanti kita bertemu di mana?” tanya Dahlia duduk di sebelah Belle.Gadis itu ingat bahwa sepersekian menit sebelumnya sedang bersama Elvan dan kini ada di dekatnya.Belle melanjutkan makannya, “Tidak tahu, kenapa kau terburu-buru?”“Ay
Read more
Part (34)
Mereka sampai di kediaman Albara, saat Elvan sedang memparkirkan mobil Dahlia tertuju pada kediaman yang sudah seperti istana itu. Kemudian, mereka masuk dan duduk di ruang tengah sementara Albara menuju ke ruang kerjanya. “Sudah berapa lama kau tinggal bersamanya?” tanya Dahlia disela-sela perbincangan mereka.“Hari saat adikku meninggal, malamnya aku datang ke sini. Semuanya terjadi begitu saja, aku masih tak mengerti.” Belle teringat akan kondisi Livia saat terakhir kali menemuinya, tubuhnya kurus dengan rambut acak-acakan. Saat Belle mengajak Dahlia ke kamarnya untuk membersihkan diri, Albara datang dan duduk di sofa tak jauh dari keberadaan Elvan. Menarik atensi itu menyadari kehadirannya, setelah mengambil satu Albara mengarahkan sebuah bungkus bertuliskan cigarettes kepada Elvan. “Seusiamu sudah merokok?” pertanyaannya terdengar menantang bagi Elvan yang kemudian mengambil satu beserta pemantik yang ada di dekatnya. Asap rokok keluar dari mulut kedua pria itu yang saling b
Read more
Part (35)
‘Ceklik’ pintu kamar Belle terbuka dengan seorang pria yang masuk ke dalamnya.Menghampiri Belle yang tertidur di sana menampakkan lekukan tubuh indahnya, rok itu sedikit terangkat kendati demikian Albara berusaha tak melihatnya. “Belle, Bel!” panggilnya dengan menepuk pundak gadis itu yang malah memutar posisi tubuhnya. “Astaga gadis ini menyebalkan sekali, tuan Eleird haruskan anakmu ini disiram air?” Albara mendongak ke atas meskipun yang dilihatnya memang langit kamar, namun hatinya merasa terhubung dengan Eleird. “Tidak bangun sekarang maka jangan makan malam!” seru Albara mendekatkan wajahnya ke telinga Belle yang langsung menutup telinganya dan bangun.“Akh, telingaku sakit! Kenapa harus berteriak seperti itu?” gusarnya tak terima dan baru menyadari jika yang membangunkannya adalah Albara.Pria itu menatap tajam seakan ingin memakannya hidup-hidup, Belle menundukkan kepalanya takut.“Maaf, tapi ini memang sakit.” ucapnya dengan nada rendah. “Saya lapar, cepat turun dan maka
Read more
Part (36)
Mereka berjalan bersama menuju sebuah ruangan yang tak jauh dari kamarnya, setelah pelayan mengukur ukuran bajunya Belle beranjak dari sana hendak menghampiri Albara. “Astaga, malam-malam seperti ini.” ucap Belle kala melihat Albara sedang berenang di sana. “Jika dilihat-lihat, tubuhnya cukup bagus.” puji Belle saat mendekat dan duduk di bangku tak jauh dari kolam. Selang beberapa saat, pria itu naik dari kolam meraih handuk yang dibawakan pelayan dan duduk di sebelah Belle.Tangan itu mengambil segelas minuman yang berada di meja, kemudian meminumnya dalam satu kali tenggukan.“Malam-malam seperti ini berenang apa tidak dingin?” tanya Belle menatap Albara.Pria itu hanya menggeleng, pikirannya seakan fokus pada hal lain dan tak memperhatikan Belle. FlashbackSetelah selesai makan, Albara menuju ruang kerjanya hendak memeriksa berkas untuk meeting esok hari.Namun, sebuah pesan menghentikan langkahnya untuk sampai di sana.Tangannya beralih menghubungi seseorang dan langsung terhu
Read more
Part (37)
Belle meletakkan tas kecil yang ia bawa di sampingnya, sementara Dahlia meminum air di botol yang sedari tadi dipegangnya.“Kau pasti menang,” ungkap Belle. Dahlia menghembuskan nafas pelan, “Aku tidak yakin, lawan kali ini sangat tangguh.” Mereka segera berbaris mengikuti yang lain kala kepala sekolah datang bersama para guru di belakangnya. “Baik, apa semua peserta lomba sudah berkumpul?” tanya kepala sekolah memperhatikan sekeliling. “Sudah,” mereka menjawab. Dahlia harus bergabung dengan peserta yang lain dan meninggalkan Belle.Belle hanya menatapnya gusar, terbesit sebuah keinginan untuk memaafkan Dahlia sepenuhnya dan melupakan semua yang terjadi. Mereka mendengarkan intruksi kepala sekolah dengan cermat, kemudian bersama-sama menuju lapangan. Belle duduk di bangku yang disediakan menatap ke arah Elvan dan Dahlia yang tengah melakukan pemanasan bersama-sama.Bibir itu terulas dengan sempurna kala membenarkan tangan Dahlia agar melakukan pemanasan dengan benar. “Mereka pa
Read more
Part (38)
Belle meneteskan air mata, hanya bisa memandang sendu kepada Angel.“Apa yang aku perbuat? Kalian selalu menyalahkanku, tapi tidak memberitahu letak kesalahanku.” gumamnya masih memancarkan senyuman yang indah. “Apa kau tahu? Kau adalah orang terbodoh yang pernah aku kenal!” makinya juga mengeluarkan air mata. Angel terikat janji dengan Khaira untuk tidak memberitahu rahasianya, kini gadis itu hanya bisa terduduk dan menangis dengan meneluk lututnya. “Aku tahu kau peduli dengan Khaira, tapi dia memang tidak tahu apa-apa.” papar Elvan menenangkan Angel. “Khaira sudah tidak apa-apa 'kan? Tenangkan dirimu, jangan sampai Khaira tahu kau menangis.” lanjutnya.Belle beranjak dari sana tak ingin semakin memanaskan suasana, dalam langkah kakinya ia berusaha mengingat kesalahan apa yang pernah dibuat sampai menimbulkan keadaan ini.“Kita pulang saja,” ujar Belle kepada supir sesaat setelah masuk ke dalam mobil.“Tuan sudah pulang dan meminta nona pergi ke perusahannya sepulang sekolah.” un
Read more
Part (39)
Setelah Albara selesai makan, Belle membawa piring itu ke dapur dan segera mencucinya. Kemudian kembali dan duduk di sebelah Albara yang menonton berita di televisi. “Apa mereka sudah tidak membullymu?” tanya Albara saat keheningan menyertai keduanya.“Tidak lagi, tapi tatapan mereka seakan membenciku.” ungkap Belle mengingat hal di rumah sakit tadi. “Biarkan saja, hanya ditunjukkan bukan dilampiaskan.” ucap pria itu yang masih lekat menatap layar.Tak berselang lama, Belle pergi terlebih dahulu dari sana. Ia sangat mengantuk dan ingin segera tidur. Hanya menonton perlombaan seharian dan tak melakukan apa-apa membuatnya bosan.‘Dring-dring’ Belle meraih ponsel yang berada tak jauh dari posisinya.“Kenapa dia menelponku?” tanya Belle kala membaca nama sang pemanggil.“Besok setelah final apa kita bisa mengerjakan tugasnya?” ajak Dahlia.“Boleh saja, apa kau tidak lelah? Juga bagaimana kondisi Khaira?” tanya Belle sembari merebahkan tubuhnya di ranjang.“Sudah tidak apa-apa, besok di
Read more
Part (40)
Saat Belle pulang ke rumah, ia melihat para pelayan tengah sibuk membersihkan. Padahal hari sudah akan menjelang sore, dan mereka tidak pernah seperti ini sebelumnya. “Ada apa ini? Kenapa sangat ribut?” tanya Belle pada salah satu pelayan. “Nona muda akan pulang dalam lusa, rumah harus benar-benar bersih atau dia akan marah.” terangnya kemudian pergi melanjutkan pekerjaan. Belle menuju ke kamarnya dengan perasaan heran, padahal besok masih ada hari. Namun, para pelayan itu seperti ketakutan.Saat akan masuk ke kamar ia berpapasan dengan Albara.“Hanya pergi ke sekolah apa sangat lelah?” tanyanya berada di depan Belle saat ini.“Lapangan sangat panas, aku merasa bosan seharian.” terang Belle menenteng tasnya. Albara mengangguk beberapa kali sembari menyender ke dinding, matanya memperhatikan wajah Belle. “Saya bosan, nanti malam mau keluar menemani?” Belle mendongakkan kepalanya menatap Albara, “Ke mana?”“Jalan-jalan,” kemudian berlalu pergi dari sana. Belle segera masuk dan me
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status