All Chapters of Pemilik Hati Tuan Mafia: Chapter 41 - Chapter 50
66 Chapters
Part (41)
Pria itu tertatih menaiki anak tangga satu persatu dengan Belle yang sedang digendongnya. Gadis itu masih tak kunjung membuka matanya meskipun Albara mendengus kesal beberapa kali. “Menyebalkan!” lirih Albara tiba-tiba merasa pusing. Tubuhnya hampir goyah dan hendak jatuh, namun cepat-cepat ia menahannya agar tak tersungkur bersama Belle. ‘Bruk!’ tubuh itu dilempar ke ranjang hingga membuatnya terbangun. “Awh! Punggungku sakit!” ungkap Belle membuka mata perlahan. Yang pertama ia lihat adalah Albara yang mengatur nafasnya perlahan-lahan dan kemudian duduk di sofa. “Astaga, apa aku melakukan sesuatu yang buruk saat tidur? Dia terlihat tidak baik,” batin Belle. Membelakangi Albara yang kini menatapnya dalam-dalam, Belle merapihkan pakaiannya agar tak memancing kesalahpahaman di antara mereka, sementara Albara terus memijat keningnya gusar.“Jangan melirik seperti itu!” tegas Albara yang menyadari tatapan Belle.Gadis itu kian berjalan dan duduk di sebelah Albara dengan kedua tang
Read more
Part (42)
Gadis itu menggeleng, menahan tubuh Albara agar tak terlalu mendekapnya. Elvan yang menyaksikan kian berpaling, setelah bersama Dahlia tak membuatnya bisa melupakan Belle. “Baiklah, kita pulang.” pinta Belle berdiri bersama Albara, “aku pulang dulu,” Setelah berpamitan dengan Elvan dan Dahlia Belle pergi dari sana mengikuti Albara yang berjalan cepat.Suhu malam yang dingin menusuk tubuh Belle, membuat gadis itu harus memeluk dirinya sendiri. “Naik,” titah Albara kala mobilnya sampai di dekat Belle. Pria itu mengemudikan mobilnya dengan kencang menyalip beberapa mobil di depan, Belle berpegangan pada sabuk pengamannya sembari menutup mata. “Aku tidak ingin kecelakaan, besok masih harus sekolah!” tegasnya. Albara tertawa renyah mendengarnya, namun ia tak menurunkan kecepatan mobilnya sedikitpun. Telinganya terus menerima ocehan dari Belle. Sampai di sebuah mall mereka berhenti dan masuk ke sana. “Untuk apa datang ke sini? Kenapa tidak langsung pulang?” tanya Belle menjejeri Al
Read more
Part (43)
Setelah sampai, Belle keluar dari mobil dan masuk ke sekolahnya karna jam masuk sudah hampir lewat. Saat akan masuk ke dalam kelas, ia mendapat tatapan tajam dari Khaira yang duduk di bangku belakang.Semua orang sudah di tempatnya masing-masing, mereka menatap kehadiran guru yang berada di belakang Belle. Gadis itu cepat-cepat duduk di bangkunya yang sudah ada Dahlia di sana. “Kenapa duduk di sini?” tanya Belle heran. “Aku tidak terlalu bisa melihat papan tulis jika di belakang, apa aku tidak boleh duduk di sini?” balas Dahlia. “B-bukan seperti itu, aku tidak masalah.” tepisnya meletakkan tas dan segera mengeluarkan buku. “Aku sudah mengumpulkan tugasnya tadi,” ungkap Dahlia. “Terima kasih,” balas Belle. Keduanya mendengarkan dengan cermat materi yang dijelaskan. Saat jam istirahat, Dahlia juga bersama dengan Belle pergi ke kantin bersama. Sejenak mereka kembali seperti dahulu kala sebelum akhirnya berseteru. “Bukan seperti itu, kau harus menghitungnya terlebih dahulu sebe
Read more
Part (44)
Setelah beberapa saat, Albara membawa sepiring makanan ke kamar Belle, karna gadis itu tak kunjung turun untuk makan. Ia meletakkan piringnya di laci dekat ranjang, kemudian menurunkan selimut yang menutupi tubuh Belle. “Tidak mau makan lagi?” tanyanya lirih. “Umh ... masih kenyang,” jawab Belle.Perlahan mulai membuka matanya menatap Albara. “Makan saja sedikit, saya sudah bawa ke sini.” ajak Albara membantu Belle memperbaiki posisinya. Gadis itu mengambil piring yang sedang dipegang Albara, lalu memakannya. “Tadi mengatakan ingin memberitahu,” ungkit Belle. Hendak menagih janji Albara saat berada di dalam mobil.“Benarkah mau mendengarnya?” tanyanya sebelum akhirnya Belle mengangguk. “Ulah mereka, bahkan temanmu sendiri yang sendiri yang mencampur obat.” terang Albara menunjukkan video rekaman.Belle hampir tak bisa menelan makanannya, apa yang dilihatnya terasa begitu menyakitkan. Di saat ia mengira bahwa Dahlia sudah berubah, namun itu adalah kehancurannya. “Jangan menang
Read more
Part (45)
Khaira berlari keluar gerbang menyeborot para murid yang sedang berjalan pelan. Jam sekolah telah usai dan Khaira ingin cepat-cepat pergi dari sana. Ia tak tahan dengan ocehan teman-temannya yang berpihak kepada Belle. “Pulang sekarang,” titah Khaira. Supir langsung menyalakan mobil dan meninggalkan sekolah itu. Setelah mengantar Dahlia, Elvan menyusul ke rumah Khaira yang ternyata sudah ada Angel di sana. Khaira tengah berlatih memanah di halaman rumahnya berusaha untuk tenang. “Bagaimana Dahlia?” tanya Angel kala Elvan duduk di sebelahnya. “Tidak apa-apa, hanya saja dia ketakutan.” ungkap Elvan meletakkan tas di meja depannya. Angel menghela nafas perlahan, meletakkan gelas yang sedari tadi dipegangnya. “Aku ingin Khaira hidup dengan tenang, tanpa dendam, dan juga ambisi.” ungkap Angel menatap sendu kepada Elvan. Sontak pria itu terdiam, kemudian bertopang dagu menyelam ke masa lalu. Hatinya sangat sakit kala melihat Belle bersama Albara, terlebih lagi tentang bagaimana Alb
Read more
Part (46)
“Aku tidak mau! Ayah ... tolong aku!” teriak Khaira.Ketika hakim menyatakan dirinya sebagai pengguna barang terlarang dan harus menerima hukuman penjara selama lima bulan. Kakeknya telah datang, seorang konglomerat yang memiliki hubungan baik dengan sang hakim. Meskipun tak bisa bebas, Khaira mendapatkan hukuman yang lebih ringan. “Khaira ... Khaira! Tidak lepaskan dia!” seru Ibunya mengguncang tangan polisi yang membawa Khaira. Albara dan Belle berada di sana menyaksikan dramatisnya sebuah keluarga saat putri kesayangan mereka harus mendekam di penjara. “Bagaimana ini bisa terjadi? Dari bukti yang tuan berikan dia seharusnya dikagorikan pengedar bukan?” tanya Belle menatap Albara dengan heran. Pria itu mengangguk, “Benar, dia bisa dihukum mati. Tapi, kakeknya itu berhasil membalikkan keadaan dan mengurangi masa hukuman.”Mata itu menatap Belle dengan tajam, buliran jernih kian keluar dari sana. Pandangan terakhir Khaira di ruangan persidangan adalah Belle. “Kau bajingan kuran
Read more
Part (47)
Acara itu dimulai dengan megah, pasangan yang berbahagia juga tampil memukau dengan balutan keindahan yang menyertai. Semua orang bertepuk tangan menyambut mereka. “Keluarga mereka, sepertinya sangat bahagia.” pikir Belle ikut bertepuk tangan bersama yang lain. Pelupuk matanya mulai mengeluarkan air mata, rasa sakit kala mengingat kehancuran keluarganya membuat Belle ingin berteriak keras. “Apa ada sesuatu yang membuatmu tidak nyaman?” tanya Albara menempatkan tangannya merangkul Belle. “Ya, semua membuatku tidak nyaman. Aku dikelilingi banyak rahasia dan aku merasa muak!” tegas Belle menyeka air matanya. Albara menurunkan tangannya, ia paham betul dengan arah pembicaraan Belle. “Menyebalkan bukan?” sambung Belle menatap Albara sepenuhnya. “Jangan mencari sesuatu yang tidak bisa kau ketahui sekarang, karna itu hanya akan membuang waktu dan menyakiti mentalmu,” terangnya. Belle berjalan beberapa langkah menjauh dari Albara, ucapan itu seakan memaksanya untuk tak mencaritahu.“
Read more
Part (48)
Tangan itu mulai mendorong tubuh Geston yang langsung menabrak Inspektur, tak lupa Albara mengebas-ebaskan tangannya. ‘Dor! Dor!’ suara tembakan sengaja ditargetkan untuk Albara dan pasukannya yang tengah lengah. Inspektur terlebih dahulu mengamankan Geston dengan membawanya pergi dari tempat kejadian. Albara berusaha memfokuskan penglihatannya dikala debu tanah yang berterbangan menghalangi pandangannya. “Satu!”“Dua!”“Tiga!”Seseorang sedang menyerang Albara beberapa kali, namun pria itu dengan tanggap menangkisnya. Akan tetapi, dirinya tak bisa menghindar dari racun yang diberikan. “Kau akan mati, seperti Eleird!” teriaknya kemudian berlari sekencang mungkin meninggalkan Albara. “Apa ini? Shhk!” deruh Albara perlahan mulai merasa linglung. Tubuhnya ambruk tak sadarkan diri setelah itu. Albara segera dibawa menuju rumah sakit pangkalannya, dalam perjalanan pria itu seakan terlihat sudah tak bernyawa. Saat sampai di rumah sakit, prosedur pemeriksaan menyeluruh mulai dilaku
Read more
Part (49)
Perkataan itu membuat Albara sadar, dia yang ditugaskan untuk menjaga Belle malah memperlakukannya seperti orang lain.“Maaf,” jawabnya.“Tuan sulit untuk dimengerti,” ungkap Belle. Dirinya yang selalu mencoba memahami Albara selalu gagal, pria itu memiliki lebih banyak rahasia di luar prediksinya. Malam itu, mereka habiskan dengan mengobrol satu sama lain. Saat mentari mulai naik, Albara terlebih dahulu bangun dengan Belle yang tidur di sofa. Dirinya ingin beranjak untuk sekedar melihat Belle dari dekat.“Kenapa ... kenapa seperti ini?” lirih Albara. Sejak pertama kali bertemu, ada perasaan di ujung hati yang terus membelenggunya. Seakan menolak cinta, Albara berusaha menutupinya dengan erat hingga tak sengaja melukai hati Belle. Dengan tekad untuk terus melindungi Belle, Albara menjalani perawatan yang memakan waktu hingga berbulan-bulan. Akan tetapi, kali ini ia tak sendiri untuk bangkit. Melainkan ada tangan yang selalu menggandengnya ketika dunia sangat buruk. “Aku akan
Read more
Part (50)
Khaira yang kembali lagi ke tempat itu sangat terkejut kala melihat kondisi gudang. Bangunan itu sudah penuh dengan warna hitam dan hancur lebur, saat gadis itu menerobos masuk sudah tak ada siapapun di sana. “Tidak! Bagaimana dia bisa selamat?” pekik Khaira murka. Menelusuri setiap titik untuk setidaknya menemukan bukti bahwa Belle sudah tiada. Hatinya sangat sulit menerima hal ini.“Akh! Sialan!” teriak Khaira tak bisa mengendalikan kekesalannya. Penyiksaan yang ia dapatkan selama berada di penjara membuat mentalnya sangat cepat terpuruk. Kegagalan seakan memaksanya untuk semakin melakukan lebih. Khaira beranjak dari sana dengan dendam yang semakin membara. “Kakek, dia bebas!” adu Khaira menghadap kakeknya yang sedang bersantai di taman. “Khaira, setidaknya biarkan kakekmu meminum tehnya!” bentak sang Ibu.“Sudahlah, jangan memarahi cucuku. Duduklah sini, Nak. Katakan kepada kakek apa lagi yang terjadi?” ajak kakeknya meletakkan secangkir teh di meja. Perbedaan generasi san
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status