Semua Bab KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN: Bab 11 - Bab 20
61 Bab
Bab 11
Alarm handphone berbunyi tepat di samping kepala. Kukucek mata perlahan lalu mematikan alarm yang begitu berisik di telinga. Setelahnya menata selimut dan bantal kemudian bergegas keluar kamar. Kulihat Mas Gilang tidur di sofa tanpa bantal dan selimut. Entah mengapa, aku sebenarnya nggak tega melihatnya seperti itu. Tapi ... rasa sebal dan cemburu itu masih saja merajai otakku.Aku masih setengah menerima, setengah menolak pernikahan keduanya! Kadang kuberpikir, apakah Mas Gilang sudah tak mencintaiku lagi? Apakah aku sudah tak semenarik dulu? Apakah keturunan itu hanya sebagai alibi karena kebosanannya padaku? Apakah aku pernah membuatnya kecewa, hingga dia sengaja membalasnya dengan mengirimkaku seorang adik madu? Kuhembuskan napas kasar. Aku bergeming. Memandang wajah Mas Gilang yang begitu nyenyak terlelap. Dia terlihat tenang dan damai, meski gurat beban masih tampak jelas di wajah tampannya. Aku tak tahu kenapa dia bisa setenang itu. Padahal biasanya dia tak bisa terlelap ta
Baca selengkapnya
Bab 12
Adzan Subuh berkumandang. Mas Gilang, mengenakan koko dan sarungnya, bersiap untuk ke masjid. Aku beranjak masuk kamar mandi, mengguyur tubuh dengan air yang dingin. Perlahan, kurasakan kesegarannya. Hatipun terasa lebih tenang saat berada di bawah guyuran shower. Selesai membersihkan badan dan mengenakan daster kesayangan, aku mematut diri sebentar di depan kaca. Mengamati wajahku yang mungkin mulai menua. Kuhela napas panjang lalu mengambil mukena di lemari. Tak ada tempat berbagi selain DIA Sang Pembolak-balik hati. Gegas kujalankan salat subuh dan berdoa agar bisa lebih ikhlas menjalani takdirNya. Usai menjalankan kewajiban, aku keluar kamar. Hening. Tak ada suara apapun di rumah ini selain denting jam dan gesekan kakiku dengan lantai saat melangkah. Ibu dan Maya sepertinya belum juga terjaga. Kubiarkan sesukanya. Aku tak peduli dengan apapun yang mereka lakukan. Kuseduh dua cangkir teh dan memanggang roti dengan selai kacang kesukaanku, sedangkan Mas Gilang lebih senang dengan
Baca selengkapnya
Bab 13
Kulihat Mas Gilang keluar kamar. Dia sudah cukup rapi dengan memakai kaos kerah berwarna putih polos dan celana levis panjang hitam ditambah jam tangan silver di pergelangan tangan kirinya. Laki-laki itu menyugar rambutnya pelan, lalu melangkah perlahan menghampiriku."Lin, aku mau ke rumah Mas Vino dulu sebelum ke bengkel. Kemarin dia nggak masuk kerja. Istrinya melahirkan katanya. Ini mau kasih sedikit 'uang shampoo'. Sekalian tanya soal kontrakan buat Maya," pamit Mas Gilang padaku. Aku yang masih sibuk memakaikan bros ke hijab. "Aku nggak ikut ke rumah Mas Vino nggak apa-apa, kan, Mas?" tanyaku padanya. Menghentikan aktivitasku sejenak. Kutatap wajah tampan Mas Gilang sesaat lalu kembali mematut di depan cermin, membenarkan hijabku yang masih sedikit berantakan."Nggak apa-apa. Lagipula kamu sudah mau berangkat juga, kan?" Tak membalas sepatah katapun, aku hanya mengangguk sembari tersenyum tipis.Hari ini ada test harian untuk anak kelas lima, jadi aku sengaja berangkat agak pa
Baca selengkapnya
Bab 14
Aku masih sibuk menyapu di halaman saat tante Deby-- Mamanya Mas Adam, berhenti di depan rumah. Tiba-tiba dia melongok lewat kaca mobilnya, memanggilku. "Lin ... ayo, main ke rumah. Dicariin si kembar tuh. Kangen, katanya," ucap tante Deby dengan senyum khasnya. Si kembar yang dia maksud adalah anak Mas Bimo, anak pertama tante Deby. Rumahnya di kota sebelah, mungkin saat ini liburan ke rumah neneknya. Anaknya lucu-lucu, cantik, nggemesin. Alana dan Aluna, namanya. Nama yang cantik, secantik orangnya. "Lin ... ayo." Tante Deby keluar dari mobil lalu menghampiriku. Detik ini aku benar-benar tak enak hati jika menolak ajakannya. Sejak menikah, aku memang sudah membatasi diri untuk main ke rumahnya. Padahal dulu, nyaris setiap hari aku ke sana. Tante Deby sudah kuanggap seperti ibu keduaku sendiri. Selain bertetangga, ibu dan tante juga sekolah menengah dan kuliah di kampus yang sama. Mereka bersahabat sejak bangku menengah pertama. Mungkin karena itulah, ibu dan Tante Deby sempat m
Baca selengkapnya
Bab 15
Aku masih di sini. Rumah yang dulu selalu menjadi tempat kongkow favorit dengan teman putih abu-abuku. Teman dan sahabat yang sekarang mencar ke mana-mana. Bahkan sudah jarang sekali bertemu. Hanya sering ngobrol dan seru-seruan di grup alumni. Itu pun aku jarang nimbrung, karena mereka selalu saja iseng. Sering meledek jika tak sengaja aku dan Mas Adam ikut nongol bersamaan.Takut jika dibaca oleh Mas Gilang, makanya aku jarang ikut ngobrol di grup. Aku hanya membaca obrolan-obrolan mereka di kala senggang. Bahkan, nyaris tak pernah ikut jika mereka mengadakan reuni kecil-kecilan. "Makan dulu, ya. Sudah lama nggak makan bareng sama Lina nih." Mas Bimo dan Tante Deby muncul dari arah dapur. Mas Bimo memang suka masak. Dulu, dia sering banget bantuin Tante Deby berdapur ria. Beda banget sama Mas Adam, karena dia lebih suka baca dan bikin komik. Meski begitu, sekarang justru dia yang menekuni usaha kuliner di negara seberang itu. Kabar yang kudengar, usahanya berkembang pesat di sana
Baca selengkapnya
Bab 16
Benda pipih di saku gamisku bergetar. Kuusap layar pelan untuk membaca pesan yang terkirim di sana. Pesan dari Mas Gilang.[Lin, kamu di mana? Kata ibu kamu keluar, tapi motor kok ada di rumah?]Sepertinya dia sudah pulang dan mencari keberadaanku melalui ibu. Padahal tadi aku sudah pamit ke rumah tante Deby. Apa ibu lupa atau sengaja tak memberi tahu Mas Gilang agar dia berpikir macam-macam? Ah, pikiranku mulai ngelantur.Tak ingin menambah kecurigaan Mas Gilang, aku segera pamit pulang. Si kembar masih asyik ngobrol dengan Mas Adam via video call. Aku tak berani bicara banyak dengan laki-laki itu. Hanya sekedar tanya kabar saja. Cukup. Tak lebih dari itu."Biar diantar Bang Jay, Lin," ucap Mas Bimo sembari keluar rumah memanggil Bang Jay di pos satpam. "Nggak usah, Mas. Jalan kaki aja nggak masalah loh, kayak jauh aja," jawabku lagi. Bersalaman dengan Mbak Isma dan si kembar. Tante Deby masih sibuk ngobrol dengan tamunya. "Tante Lina mau pulang tuh, Oommm."Suara nyaring si kembar
Baca selengkapnya
Bab 17
Pagi-pagi sekali aku sudah bangun untuk membuat sarapan. Seperti yang sering kulakukan, sekadar membuat nasi goreng spesial dan menyeduh kopi. Sepertinya Mas Gilang juga baru selesai mandi. Dia duduk di sebelahku sambil menikmati nasi goreng dan kopi yang kusuguhkan. "Cuma bikin dua cangkir, Lin?" tanya ibu tiba-tiba. Wanita paruh baya itu ikut duduk di samping anak lelakinya."Iya, Bu. Ibu nggak boleh minum kopi, kan?" tanyaku pelan, lebih tepatnya sedikit mengingatkan. "Bukan buat ibu, tapi buat Maya." Ibu menoleh ke arahku lagi. Mungkin berharap aku peka lalu membuatkan secangkir lagi untuk menantu kesayangannya. Oh, No!Apa ibu pikir aku babu di rumahku sendiri? Sudah beruntung aku izinkan perempuan itu tinggal di sini. Masa iya aku harus ikut sibuk melayaninya? Dia maduku, yang harusnya tak memiliki tempat di sini. Di rumah warisan kedua orang tuaku sendiri. "Suruh bikin sendirilah, Bu. Jangan seperti ratu, apa-apa minta dilayani. Aku bukan babu di sini." Ibu pergi meninggalk
Baca selengkapnya
Bab 18
Aku ikut mengantar Maya ke kontrakannya. Rumah minimalis bercat abu muda itu akan menjadi tempat tinggalnya saat ini. Belum ada perabotan apapun di sana. Mungkin nanti atau besok akan datang. Kudengar Mas Gilang sudah memesan beberapa perabotan penting, seperti kulkas, tempat tidur, almari, meja rias, tivi dan peralatan masak. "Semoga nanti kamu cepat hamil ya, May. Biar ibu cepat nimang cucu," ucap ibu sambil menepuk lengan Maya pelan. Maya mengangguk sambil tersenyum menatap ibu mertuanya. Aku hanya melirik sekilas. "Jangan lupa May, jaga kesehatan, makan makanan yang bergizi, jangan suka begadang, jangan minum kopi kebanyakan." Nasehat ibu terdengar begitu panjang untuk menantu kesayangan. Seperhatian itu dia. Sama aku? Boro-boro! "Mas, ini kontrakan kenapa nggak ada isinya apa-apa?" tanya Maya cepat, Mas Gilang baru selesai mematikan obrolan di henfonnya."Sabar, May. Sebentar lagi juga datang. Baru dikirim," jawab Mas Gilang kemudian."Kok nggak ngajak aku sih pesennya, Mas?
Baca selengkapnya
Bab 19
Terdengar tawa renyah anak didikku saat salah seorang temannya tak bisa mengerjakan soal di papan tulis. Andi sebenarnya anak yang pintar, hanya saja dia sering kali ketiduran di kelas saat jam pelajaran. Tiap kutanyakan alasannya apa, dengan jujur dia bilang keasyikan main game semalaman.Sepertinya zaman sekarang memang banyak anak lain seperti Andi yang dibebaskan bermain handphone atau internet tanpa pengawasan orang tua, bahkan terkadang orang tua tak terlalu peduli dengan aktivitas dan pergaulan anaknya sendiri.Sering kali orang tua berpikir yang penting mereka diam dan tak mengganggu kegiatan orang tuanya. Padahal, seorang ibu dan bapak memiliki kewajiban untuk memberikan arahan mana yang pantas dan mana yang tak pantas menjadi tontonan anak-anaknya. "Makanya Di, jangan main game mulu," ucap Nola, temannya yang duduk tepat di depan meja guru. Andi hanya cengengesan sambil garuk-garuk kepala yang mungkin tak gatal. Dia melirikku lagi, salah tingkah. "Udah Bu, kasih hukuman j
Baca selengkapnya
Bab 20
Tiga hari sudah ibu dirawat di rumah sakit. Hari ini, Alhamdulillah sudah diperbolehkan pulang meski kulihat wajah ibu masih sedikit pucat. Namun, dokter bilang jika tensinya sudah normal. Mas Gilang dan dokter Lukman masih ngobrol soal kesehatan ibu. Beliau memberikan pengarahan tentang beberapa hal yang dianjurkan dan dipantang oleh penderita stroke ringan seperti ibu. Ibu harus banyak mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran seperti pir, jeruk, apel, melon, pisang, wortel, kentang. Untuk ikan bisa memilih tuna atau salmon.Mas Gilang tampak manggut-manggut mengerti. "Untuk makanan yang dipantang apa saja ya, Dok?" tanya Mas Gilang lagi. Dia begitu antusias mendengarkan nasehat dokter untuk kebaikan ibunya. "Makanan yang sebaiknya dihindari untuk stroke ringan seperti ibu, makanan yang tinggi gula dan tinggi garam, aneka makanan olahan seperti makanan kaleng, makanan kemasan atau cepat saji, daging merah juga nggak boleh ya, Pak. Untuk garam baiknya dikurangi, kalau bisa sehari ti
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status