All Chapters of Istri Pura-Pura Direktur Kejam: Chapter 11 - Chapter 20
123 Chapters
Bab 11 - Dzaka Melamar?
Kirana memejamkan mata sebantar. Berusaha mengatur emosi yang mulai tak stabil. “Kalau begitu, kenapa aku harus terus menerus ikut terjerumus ke dalam sandiwaramu, Tuan?” Kirana menghela napas, lalu berjalan menghampiri Dzaka. Kemudian duduk di sofa lain tanpa dipersilakan. “Aku mungkin dibayar, tapi tidak bisa seenaknya diatur. Tuan bisa saja menjadikanku tameng karena uang, tapi aku bukan robot yang bisa mengikuti segala perintahmu tanpa memikirkan urusan pribadiku.”Wajah Dzaka berubah datar. “Lo bisa izin, kan?” tanyanya. “Gue bisa bayar dua kali lipat dari gaji lo yang hilang satu hari itu.”Kirana bergeming. Entah ada apa dengan dirinya yang dulu sangat berambisi untuk mendapatkan uang banyak, kini seakan-akan seperti tak butuh.Ah, bukan tidak butuh, tapi sisi lainnya justru memikirkan hal yang lain. Ia merasa telah sangat bersalah karena membantu seseorang berbohong dan mengorbankan pekerjannya.Kirana pun tak tahu apakah uang banyak yang
Read more
Bab 12 - Istri Pura-Pura?
“Apa Tuan Dzaka berniat untuk menjadikanku istri bayaran? Atau jadi istri pura-pura juga?” tanyanya. “Maaf, Tuan. Mungkin saat ini uang begitu menarik untukku, tapi pernikahan bagiku tak bisa dihargai dengan uang.”Kini, Dzaka terdiam sembari meneguk ludahnya berulang kali. Bahkan, saat Kirana sudah melangkah pergi, mulutnya masih kelu untuk sekadar berkata-kata. “Bunda yang memintamu datang ke rumah hari Minggu.” Setidaknya hanya kata itu yang mampu keluar dari mulutnya. Dia melangkah menyusul Kirana yang nyatanya sedang berhenti tak jauh darinya. “Sekali ini, ya, temui Bunda.” Dzaka memohon.Kirana menunduk dan meremas jari-jarinya. Ia teramat bingung. Sungguh, pada mulanya dia tak menyangka jika menerima tawaran bersandiwara itu akan sedemikian rumit hingga membawanya untuk terus menerus dalam kepura-puraan. Jika ayahnya masih ada, mungkin dia akan dimarahi habis-habisan karena berbohong.“Bunda?” Kirana memastikan. Dia seperti tak bisa menola
Read more
Bab 13 - Pertemuan Kedua
“Nggak direstui karena beda iman.” Jawaban Kirana sontak membuat Dzaka melongo heran.Bagaimana bisa perempuan berhijab seperti Kirana bisa mencintai pria yang berbeda iman? Sulit untuk dipercaya.Dzaka berucap pelan. “Wajar, sih.”“Apanya yang wajar, Pak?”“Wajar kalau tidak dapat restu,” balas Dzaka. Dia menoleh sebentar, kemudian bertanya, “Kamu tau ayat berapa yang mencantumkan kewajiban berhijab dalam Al-Qur’an?”Sebuah anggukan diberikan Kirana sebagai jawaban. “Al-Ahzab ayat 59, Al-A’raf ayat 26, dan An-Nur ayat 31,” imbuhnya kemudian.Dzaka mengangguk-angguk pelan. “Semestinya kamu juga tahu apa isi dari Al-Baqarah ayat 221, bahwa pernikahan beda agama itu dilarang,” ucapnya.“Aku tau, Pak.”“Tapi, kenapa dilanggar? Sedangkan, Al-Ahzab bisa diamalkan?” tanyanya, “menikah dengan yang seiman saja bisa salah pilih. Bagaimana jika tak seiman? Memang kamu mau dalam hidupmu salah pilih imam? Sudah sa
Read more
Bab 14 - Sahabat Ibu
Alis tebal hitam milik Kirana terangkat. “Pertanyaan yang mana, Pak?” tanyanya bingung. Ia benar-benar tak mengerti dan belum bisa mencerna dengan baik.“Ajakan menikah,” timpal Dzaka.Kirana terpaku dalam diam. Sembari mengingat kejadian yang Dzaka maksud. Setelahnya, ia tertawa singkat seakan baru saja mendengar lelucon yang sangat lucu.“Kenapa? Kesurupan?”“Bapak kalau bercanda jangan bawa-bawa nikah.” Kirana mendongak ke arah Dzaka yang sudah bangkit dari tempat duduknya.“Aku tidak pernah bercanda untuk hal yang sakral,” balas Dzaka singkat, padat, dan jelas.“Tapi aku juga tidak akan mungkin menyimpan sandiwara untuk hal yang sakral, Pak!” tegas Kirana. Kini, dia juga sudah berdiri. Tatapannya tajam menahan gejolak emosi yang mulai memuncak. “Aku hanya ingin menikah sekali seumur hidup,” lirihnya pelan tapi penuh penekanan.“Dengan laki-laki yang beda iman?”Pertanyaan yang sontak menampar hati Kirana mem
Read more
Bab 15 - Kabar Buruk?
Bunda Andari terkesiap mendengar ucapan Kirana. “Ibu? Ibu saha, Neng?”“Wulandari, itu nama sahabat Bunda, bukan?” tanya Kirana dibalas anggukan. “Itu juga nama ibuku. A women who gave birth to me. My heaven is under the soles of his feet.”(Seorang wanita yang telah melahirkanku. Surgaku ada di bawah telapak kakinya.)Mata Andari melebar. Dia mulai menyentah bahu Kirana dan menatapnya sangat dalam. “Kamu? Kamu teh putrinya Wulan? Friend-nya Bunda?” tanyanya sekadar memastikan.Kirana mengangguk. Bersamaan dengan Andari yang menghambur memeluknya. Erat dan sangat erat. Seolah kerinduan kepada sang sahabat dilampiaskan pada Kirana. Tidak salah, karena selama ini ia melihat ada diri Wulan pada diri Kirana. Tapi, ia tak mengambil pusing karena menjaga perasaan gadis yang diketahui adalah calon istri putranya.“Pantesan teh Bunda always ingat Wulan ketika bertemu Neng Kirana,” ucapnya di sela isakan. Ia mulai mengendurkan pelukannya
Read more
Bab 16 - Kekhawatiran Dzaka
Gadis bermasker yang membawa tas ransel di punggungya itu berjalan cepat menyusuri koridor rumah sakit. Tersirat kecemasan dari sorot mata almondnya. Setelah mendapat kabar dari adiknya, ia sontak membatalkan janji dengan sang sahabat dan memutuskan pulang ke Makassar malam itu juga. Beruntung karena, ia masih dapat mengejar penerbangan paling cepat. Setelah kakinya berpijak kembali di tanah kelahiran sang ayah, ia tak pulang ke rumah melainkan langsung ke rumah sakit. Kabar buruk yang diterima dari Farhan, membuat Kirana panik bukan kepalang. Dia sangat takut, terjadi apa-apa dengan ibunya.“Farhan, bagaimana keadaan ibu?” tanyanya pada sang adik yang tengah duduk di ruang tunggu.Farhan spontan berdiri, lalu meraih dan mencium punggung tangan sang kakak dengan takzim.“Ibu masih belum sadar, Kak. Kata dokter itu hanya pengaruh obat bius tadi dan juga karena ibu terlalu syok, tapi,” ucapnya.“Tapi, apa? Katakan Farhan! Ibu kenapa?” Kira
Read more
Bab 17 - Menaklukkan Hati Kirana?
Sekali lagi, Dzaka mencoba menghubungi, kali ini melalui whatsapp, tapi sama saja. Hanya memanggil, tak berdering. Dzaka mengusap wajahnya dengan kasar, lalu menutup laptop setelah mencatat sebuah alamat di catatan ponselnya. Setelah itu, ia berlalu pergi meninggalkan kursi kebesarannya.“Aku serahkan perusahaan selama aku tidak berada di sini padamu, Fik. Persoalan meeting, aku masih bisa menghadiri melalui daring. Selama di luar kota, aku akan tetap memantau perusahaan. Jadi jangan macam-macam! Aku percaya sama kamu.”Ucapan bernada perintah itu diangguki Fikri sebagai jawaban. Kalau sudah seperti ini, Tuan Dzaka tidak akan pernah mau menerima penolakan.“Aku bawa mobil sendiri. Kamu di kantor saja,” ucapnya lagi.Fikri menundukan kepala tanda menyetujui perintah. “Salam sama Nona Kirana, Tuan.”“Hmm. Akan kusampaikan jika tak lupa,” katanya, lalu pergi.*******Kirana kembali ke rumah sakit semanjak pagi tadi.
Read more
Bab 18 - Mantu Idaman?
Andari tertawa masam. “Gelo maneh! Kamu teh enggak sadar dengan apa yang telah kamu lakukan padaku? Gampil pisan mengajak balikan,” cetusnya. “Tidakkah sedikit terbuka pintu hatimu untukku? Kalau bukan karena aku, setidaknya demi Dzaka dan Sekar. Demi anak-anak kita Andari,” ucap Danial memasang wajah memelas penuh permohonan. Andari menarik napas panjang, lalu membuangnya dengan kasar. “Kamari timana saja maneh? Baru mikir anak-anak sekarang? Apa karena gundikmu tak menarik lagi?” (Kemarin dari mana saja kamu?) Lagi-lagi, Danial diam. Nyalinya seketika menciut. “Geuleuh kalau menjadikan anak-anak reason untuk kembali. Mereka teh sudah terbiasa tanpa kamu, Danial. Mereka sudah nyaman dengan ibunya saja.”Matanya yang belo tak bisa menyembunyikan sakit yang mungkin tertusuk sangat dalam. Terlebih, saat mengingat kisah suram masa lalunya dengan pria di hadapannya. Bahkan, sampai saat ini, ia masih tak habis pikir kalau Dania
Read more
Bab 19 - Mencari Tahu?
Hari sudah menjelang sore, Kirana masih betah seakan kepalanya enggan berpindah dari pangkuan ibunya. Sesekali ia memejamkan mata, ingin terbuai dalam mimpi, tapi Wulan yang terus mengajak bicara membuatnya urung untuk terlelap.Persoalan bunga mawar kuning, Kirana juga sudah tahu banyak hal. Ibunya sudah menceritakannya. Dia bahkan mengaku sangat ingin bertemu dengan sosok sahabat masa kecil yang terpisah karena keadaan. Konon, kata ibunya mereka bersahabat sejak usia dini sampai SMA. Tapi, karena Wulan memutuskan menikah dan ikut suaminya, dari sanalah hingga pada akhirnya semua berjarak sampai tak lagi bertukar kabar karena ponsel Wulan dicuri orang dan nomor ponsel Andari juga ikut menghilang. Mereka tak pernah lagi bertemu, karena Wulan ikut suaminya ke Makassar, sementara Andari ia tak tahu sudah seperti apa hidupnya sekarang?Meski sudah bercerita banyak, Kirana tak memberitahu Wulan kalau ia bertemu dengan Bunda Andari, sebab jika ia m
Read more
Bab 20 - Dipecat?
“Bapak yakin mau tau tentang keluargaku?” tanya Kirana tanpa menoleh. Dia terus berjalan dengan Dzaka di sebelahnya. “Emang Bapak tidak punya kerjaan lain di Makassar selain mencari tahu urusan keluargaku?” Ia sedikit melirik sinis. “Apa kata bunda kalau tahu orang tuamu dalam musibah tapi aku hanya berdiam diri? Ingat, status kita apa?” “Tapi kita hanya pura-pura, Pak,” sanggah Kirana. Mendadak menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Dzaka. “Ya. Itu menurut kita. Tapi, tidak dengan Bunda. Dan mungkin ia sudah mengatakannya pada ibumu di sana. Jadi, percuma saja kau mengelak terus. Tidak akan ada artinya.” Kirana tersentak dengan ucapan Dzaka. Dia baru ingat sekarang kalau meninggalkan ibunya hanya dengan Bunda Andari di kamar. Sesekali, ia meneguk ludahnya dalam-dalam, mengingat apa yang terjadi dengan nasibnya setelah ini? Mungkinkah ia akan terus melanjutkan sandiwara? Atau?“Apa menurut Bapak kita akan terus bersandiwara?” t
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status