Semua Bab Perfect Partner : Bab 11 - Bab 20
165 Bab
Bab 11 Tetangga Baru
Seperti biasa Flavia pagi ini bangun dengan bahagia. Sejak dirinya tinggal sendiri, dia merasa bebas. Apalagi tinggal bersama dengan papa dan mama tirinya, membuatnya harus berada dalam neraka. Pagi ini Flavia membuat roti dengan selai stroberi dan segelas coklat hangat. Tempat yang ditujunya untuk sarapan paginya adalah balkon apartemennya. Tempat nyaman untuk menikmati sarapannya. Flavia duduk di kursi yang berada di balkon apartemennya. Menyesap coklat hangat yang tadi dibuatnya. Seketika perasaan bahagia menyelimutinya. Semangatnya pun bertambah untuk mengerjakan kegiatannya hari ini. Pemandangan kota yang terlihat dari ketinggian membuat Flavia bisa melihat hiruk pikuk jalanan. Pagi-pagi sekali jalanan sudah ramai. Beruntung kantor Adion tidak jauh. Jadi saat naik mobil, dia tidak perlu menempuh jarak jauh. “Pagi yang cerah.” Suara yang berasal dari samping membuat Flavia mengalihkan pandangan ke arah sebelah. Dilihatnya seorang pria dengan telanjang dada terlihat. Posisinya
Baca selengkapnya
Bab 12 Berangkat Denganmu
“Tidak, aku justru ingin hidup seribu tahun lagi.” Bian menjawab tenang. Bian menatap Flavia sambil bergerak membuka pintu mobil. Kaca mobil yang terbuka, membuat Bian mudah untuk membuka pintu mobil tersebut. Dengan percaya diri Bian masuk ke mobil Flavia. Kemudian mendudukkan tubuhnya di kursi di samping kemudi. “Kenapa masuk?” Flavia merasa bingung karena dia melihat Bian yang masuk ke mobilnya tanpa izin sama sekali. “Aku akan berangkat denganmu. Apalagi?” Bian memasang sabuk pengamannya pada tubuhnya. Memastikan dirinya aman ketika mobil melaju nanti. Flavia hanya bisa terperangah dengan aksi Bian. “Ayo cepat jalan.” Bian yang selesai memasang sabuk pengamannya segera mengalihkan pandangan. Meminta Flavia segera berangkat. Flavia semakin dibuat terperangah. Bisa-bisanya Bian memintanya untuk segera berangkat begitu saja. Padahal sekali pun berangkat dia tidak mau bersama Bian. “Siapa kamu, menyuruh aku?” tanya Flavia ketus. “Aku tidak menyuruh,” elak Bian. “Kalau tidak m
Baca selengkapnya
Bab 13 Fotocopy
Makan siang kali ini dilakukan bertiga. Karena bertiga, akhirnya Daddy Bryan memutuskan untuk membawa satu mobil dengan Bian yang menyetir. Daddy Bryan duduk di kursi depan, sedangkan Flavia duduk di kursi belakang. Mereka hendak menuju ke salah satu restoran terdekat. Mobil yang sampai ke restoran. Daddy Bryan, Bian, dan Flavia segera keluar dari mobil. Mereka bertiga masuk ke restoran. Saat masuk, mereka sudah disambut oleh pramusaji di sana. Seolah mereka memang sudah mengenal Daddy Bryan dan Flavia. “Sepertinya kalian sering ke sini.” Sambil duduk Bian melemparkan pertanyaan. Dia yang melihat interaksi pramusaji, menyimpulkan akan hal itu. “Iya, kami memang sering ke sini.” Daddy Bryan menjawab. Bian segera melempar tatapan tajam pada Flavia. Entah kenapa, dia merasa kesel dengan gadis itu. “Pesan satu nasi goreng spesial. Tolong jangan masukkan seafood sama sekali. Satu spageti Bolognese. Satu kopi americano dan satu orange jus.” Flavia menjelaskan pada pramusaji apa saja ya
Baca selengkapnya
Bab 14 Rencana Pergi Berdua
Flavia tertawa. Dia jelas melihat Bian tadi. Sejak Bian berlari ke lift tadi, dia tahu Bian mengejarnya. Karena itu dia langsung berlari agar tidak dapat dikejar oleh Bian. “Rasakan. Enak saja mau menumpang.” Flavia tertawa. Rasanya senang sekali ketika melihat Bian yang tak dapat mengejarnya. “Sepertinya dia main-main dengan aku.” Dia tidak akan membiarkan Bian untuk melakukan apa pun. Flavia terus melajukan mobilnya. Hari ini, dia ingin menikmati waktunya. Besok Flavia harus ke luar kota. Jadi, tentu saja dia harus mempersiapkan diri. Mobil yang sampai di tempat parkir membuat Flavia segera turun. Dengan langkah semangat, dia mengayunkan langkahnya ke lift. Tepat saat di depan lift, dia melihat seseorang yang dikenalnya di sana. “Bu Shea.” Flavia mengenali jika yang berada di depan lift adalah Shea. “Flavia.” Mommy Shea tersenyum. Flavia menghampiri Mommy Shea. Dilihatnya jika Mommy Shea membawa barang-barang yang cukup banyak. Beberapa terlihat seperti panci-panci dan sebagia
Baca selengkapnya
Bab 15 Pulang Ke Rumah
“Mommy ayo cepat ayo pulang.” Bian segera mengambil tindakan. Dia ingin pulang dan meminta izin pada daddy-nya untuk ikut ke luar kota besok. “Mommy masih mau masukkan belanjaan.” Mommy Shea memasukkan botol-botol minuman yang dibelinya. Bian kesal. Dia pun ikut memasukkan botol-botol tersebut asal. Dia merasa jika mommy-nya terlalu lama. “Bi, yang rapi!” Mommy Shea memberikan protesnya. Merasa Bian asal-asalan. Tidak sesuai warna. Tulisanya tidak menghadap ke depan. “Mom, Bian buru-buru.” Bian tidak peduli dengan apa yang diucapkan sang mommy. Dia terus memasukkan botol minuman. Kemudian setelah selesai dia menutup pintu. “Dasar!” Mommy Shea hanya bisa menggerutu saja. Anaknya benar-benar tidak mengerti seni ibu-ibu yang menyusun makanan dengan rapi. “Sadah ayo pulang.” Bian menarik tangan sang mommy. “Bi, pancinya belum dirapikan.” Mommy Shea yang tangannya ditarik oleh Bian melayangkan protesnya kembali. “Biarkan saja itu tidak jauh lebih penting.” Bian berjalan sambil mer
Baca selengkapnya
Bab 16 Ingin Bicara Dengan Daddy
Bian yang berjalan ke rumah mendengar ucapan sang mommy yang sedang asyik bercerita dengan sang daddy.“Sayang, kamu harus belajar naik motor.” Mommy Shea merengek pada sang suami. “Sayang, buat apa?” Daddy Bryan menatap aneh pada istrinya. Usianya sudah tidak muda lagi. Jadi tidak pas jika belajar motor. “Buat kita jalan-jalan. Kita bisa keliling komplek naik motor. Seru.” Mommy Shea menatap sang suami penuh harap. “Sudah jangan aneh-aneh. Kalau sampai jatuh dan tulang-tulang kita patah. Bahaya. Tulang kita bukan tulang muda yang bisa disambung.” Daddy Bryan memberitahu sang istri. Mommy Shea menekuk bibirnya. Kesal karena sang suami tidak mengizinkan sama sekali. “Lagi pula. Kenapa kamu pulang naik motor?” Daddy Bryan menatap anaknya. Belum juga dijawab oleh istrinya, Daddy Bryan mengalihkan pandangan pada anaknya. “Kamu membawa mommy naik motor?” tanyanya. “Iya.” Bian enteng menjawab. “Apa kamu tahu itu bahaya untuk mommy. Mommy bukan anak muda. Kenapa diajak naik motor?” Da
Baca selengkapnya
Bab 17 Ada Bian
Flavia bersiap. Semalam dia sudah mengemasi pakaian di dalam koper kecil. Dia begitu semangat bisa pergi dengan Bryan Adion. Mengobrol dengan Bryan Adion adalah sesuatu yang menyenangkan sekali. Jadi tentu saja itu membuatnya selalu antusias. Flavia segera meraih tasnya dan segera keluar dari apartemen. Dia segera menuju ke lobi apartemen. Waktu menunjukan jam enam kurang lima belas menit. Biasanya, Bryan Adion datang tepat waktu yaitu jam enam. Jadi sebelum Bryan Adion datang, Flavia harus memastikan jika dia ada di lobi. Selang beberapa waktu mobil Bryan Adion datang. Seperti biasa, Flavia selalu langsung memasukkan kopernya ke bagasi lebih dulu. Namun, saat memasukkan koper dia merasa aneh. Pertama karena sopir tidak turun untuk membantunya memasukkan koper. Kedua ada dua koper kecil. Dia memikirkan kenapa atasannya itu membawa dua koper. “Mungkin dia mau berlama-lama di proyek. Mungkin satu koper sudah disiapkan bukan dari rumah.” Flavia tersenyum. Dia menebak apa yang menjadi
Baca selengkapnya
Bab 18 Kamar Sendiri-Sendiri
Daddy Bryan, Bian, dan Flavia mengecek keadaan proyek. Flavia yang turun ke lapangan segera memakai alat tempurnya. Dia memakai sarung tangan, kaos kaki, dan masker untuk menutupi wajahnya. Setiap ke proyek dia selalu memastikan jika pakaiannya panjang. Agar tidak ada celah sama sekali kulitnya terpapar sinar matahari. Bian yang melihat hal itu merasa aneh. Flavia sudah seperti orang yang berada di dalam musim dingin. Padahal jelas cuaca begitu panas. “Kamu mau mau apa memakai itu semua?” Bian tertawa melihat Flavia yang berusaha menutupi kulitnya. “Tentu saja agar melindungi kulitku.” Flavia menjawab apa adanya. Daddy Bryan sudah tahu kebiasaan Flavia. Jadi tentu saja dia tidak mempermasalahkan hal itu sama sekali. “Pantas kulitnya tetap putih walaupun orang lapangan.” Bian bergumam mengomentari Flavia. Mereka bertiga segera turun ke lapangan. Tak lupa mereka memakai helm keselamatan dan juga sepatu boots. Untuk memastikan mereka aman saat di lokasi proyek. “Kenapa ukurannya t
Baca selengkapnya
Bab 19 Sedang Apa Kamu Ke Sini?
Bian ingat jelas jika sebelum dirinya masuk, Flavia sudah masuk ke kamarnya. Lalu kenapa gadis itu berada di kamar sang daddy? Bian pikir memisahkan kamar sang daddy dengan Flavia membuat akan jauh lebih aman. Karena mereka tidak akan bisa ke kamar masing-masing dengan pintu penghubung. Namun, ternyata pikirannya salah. Flavia tetap ke kamar sang daddy, dan dengan tenangnya lewat pintu depan. “Sedang apa kamu di sini?” Bian menatap Flavia seperti baru saja mendapatkan buruan. Tinggal menerkamnya saja. Bian begitu penasaran sekali. Untuk apa Flavia di kamar sang daddy. “Aku—” “Bi.” Belum sempat Flavia menjawab, Daddy Bryan keluar. Dia yang mendengar suara sang anak dan segera menghampiri. Bian menatap sang daddy dan Flavia semakin tajam. Rahangnya mengeras. Dia merasa jika kecurigaannya selama ini adalah benar. Jika Flavia dan daddy-nya memiliki hubungan. “Apa ini alasan Daddy keluar kota dengan Flavia?” Bian menatap sang daddy dengan penuh amarah. Ingin rasanya dia melampiaskan k
Baca selengkapnya
Bab 20 Aku Tidak Akan Membiarkan
Bian jelas tahu, jika pintu terbuka akan membuat suara terdengar. Petugas hotel pasti akan datang jika mendengar keributan. Karena itu, Bian memilih untuk menutup pintu. “Jelas ingin mendengar pengakuanmu.” Bian mengayunkan langkahnya. Flavia memundurkan tubuhnya. Sialnya, tepat di belakangnya adalah tembok. Jadi dia tidak bisa lari. Gerakan cepat Bian yang mengunci pergerakan Flavia pun, membuat Flavia semakin tak punya celah untuk lari lagi. “Pengakuan apa maksudmu?” Alih-alih kabur, Flavia memilih untuk berani menatap Bian. Pria yang memiliki tinggi seratus delapan puluh dua centimeter itu membuatnya sedikit mendongak. “Pengakuan jika kamu menyukai Bryan Adion.” Bian tanpa berbasa-basi segera bertanya hal itu. Dari analisa jawaban sang daddy, dia menyimpulkan. Jika sang daddy menyangkal kedekatannya dengan Flavia, artinya memang tidak ada rasa pada Flavia. Jadi dia harus memastikan pada Flavia yang sengaja mendekati sang daddy. Jadi dia sampai memaksa masuk hanya karena i
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
17
DMCA.com Protection Status