Pagi itu, matahari menembus tirai dengan lembut. Suara hujan semalam sudah berganti dengan kicau burung, dan aroma kopi memenuhi ruang tamu kecil itu. Clarissa berdiri di dapur, memegang cangkir hangat sambil menatap ke arah meja makan. Kursi kayu bulat itu, tempat banyak perdebatan dulu terjadi, kini terasa lebih tenang.Raihan duduk di sofa, masih mengenakan kaus abu-abu yang agak kusut. Di depannya, Zahra bermain dengan balok warna-warni, bersenandung kecil. Ada ketenangan di sana—tenang yang rapuh tapi nyata.“Papanya Zahra mau kopi hitam, kan?” tanya Clarissa tanpa menoleh. Raihan menatap punggungnya sebentar, lalu tersenyum samar. “Masih hafal aja.” “Kalau aku lupa, berarti aku bukan Clarissa,” jawabnya datar, tapi ada nada lembut yang tak bisa ia sembunyikan.Raihan menatap secangkir kopi yang diletakkan Clarissa di hadapannya. Uapnya menari pelan di udara, dan entah kenapa, aroma itu lebih menenangkan daripada obat tidur mana pun. “Terima kasih,” katanya pelan. Clarissa ha
Last Updated : 2025-11-11 Read more