Semua Bab Asmara di Kehidupan 303: Bab 41 - Bab 50
83 Bab
BAB 41, Percakapan Dua Dewa
Gendis sempat gugup menoleh ke kanan dan kiri, semua mata kini tertuju padanya, akibat memprotes penggunaan pedang pusaka. Dia menarik nafas dalam, lalu berdiri, kembali memprotes penggunaan pedang pusaka dalam pertarungan.“Kau harusnya menggunakan pedang biasa, agar pertarungan ini adil!” teriak Gendis.“Tidak, diajeng. Biarkan dia menggunakan pedang pusaka, Kakangg tak gentar!” saut Bimantara meski sebenarnya kakinya gemetaran terkena pamor pedang pusaka itu.Sraaaang….Permana menyarungkan kembali pedang pusaka di tangannya. Kilatan sinar menyilaukan dari pedang itu pun lenyap seketika. Dia menarik nafas dalam, menoleh ke arah Jalasanda lalu melempar pedang pusaka kembali ke Jalasanda.SssssatJalasanda menangkap kembali pedang pusaka padepokan, lalu kembali melempar sebuah pedang biasa pada Permana.“Baik, biar tidak ada yang menganggap curang, biarlah aku memakai pedang biasa. Ayo, maju
Baca selengkapnya
Bab 42. Cinta yang Tumbuh
Setelah kemenangan Permana atas Bimantara dalam pertarungan, pemimpin sementara padepokan itu jadi makin semena-mena. Murid-murid yang berasal dari keluarga kaya, bukan saja dimanja tapi juga dibebaskan dari segala tugas-tugas yang seharusnya di jalankan sebagia murid padepokan. Para murid-murid itu sering turun gunung dan membuat onar dimana-mana. Tapi selagi mereka memberi upeti, Permana akan menutup mata akan perilaku murid-murid di bawah bimbingannya. Kebalikannya, murid-murid dari keluaraga biasa-biasa saja, dibebani banyak tugas, seperti mengurus ladang, ternak dan kebersihan padepokan. Kondisi ini membuat situasi padepokan jadi tidak kondusif dan menimbulkan perpecahan dan rasa iri antar sesama murid.Mbayang sebenarnya masuk kelompok murid yang dilatih Jalasanda dan Permana, tapi karena dia tak tahan dengan sikap rekan-rekannya yang malas berlatih, dia memilih pindah dan masuk bimbingan Cakraraya dalam berlatih ilmu silat di padepokan. Resiko yang harus dia terima selain harus
Baca selengkapnya
Bab 43. Sebuah Rahasia
“Uhuuk.. uhuuk!”Bimantara terbatuk-batuk merasakan panas di dadanya. Meski sudah dua bulan berlalu, dia masih merasakan dadanya masih terasa sesak dan panas, setelah terkena tendangan katak beracun. Tubuhnya juga masih terasa lemas, dan kadang secara tiba-tiba, dia juga merasa sakit yang teramat sangat di sekujur tubuh. Cakraraya dan Gendis sudah menyalurkan tenaga dalam untuk mempercepat pemulihan, tapi hasilnya masih jauh dari harapan.“Kakang mau minum?” tawar Gendis yang selalu setia menemani suaminya siang dan malam.Bimantara mengannguk. Gendis pun membantu Bimantara yang tadinya dalam posisi rebahan di tempat tidur, menjadi duduk, baru setelah itu, dia mengambil minum dari sebuah wadah yang terbuat dari bambu, menyodorkannya pada Bimantara.“Hmm, aku benar-benar tak menyangka, akibat dari tendangan katak beracun, aku sampai begini!” sesal Bimantara yang sudah hampir putus asa tak kunjung sembuh.“Sabar, kang. Aku dan Dimas Cakraraya sedang mengusaha yang terbaik untuk kesembuh
Baca selengkapnya
Bab 44. Serigala Berbulu Domba
“Hiattt hiat,”Angin berdesir kencang saat Cakraraya memainkan jurus-jurus pedang Segaran di halaman kediamannya. Gerakannya gesit dan mengandung tenaga dalam yang mumpuni. Saking serunya berlatih jurus pedang, dia sampai tak sadar kalau ada Permana yang terus mengamati. Ketua padepokan segaran itu diam-diam merasakan kagum pada perkembangan ilmu silat Cakraraya yang meningkat pesat.“Prok prork! Kemajuan ilmu silatmu sungguh luar biasa, Dimas Cakraraya!” Permana bertepuk tangan memuji jurus-jurus pedang adiknya.Cakraraya menoleh cepat ke arah Permana. Dalam hatinya bertanya-tanya, sejak kapan dan mau apa kakak seperguruannya menemuinya. Dia menyarungkan pedang dalam warangka yang menggantung di punggung. Perlahan dia mendekati kakak seperguruannya itu dengan perasaan was-was.“Hmmm, kakang terlalu memuji. Angin apa yang membawa Kakang kemari?” tanya Cakraraya dengan nada sinis, menyelidik penuh curiga.Permana tersenyum, mendekati Cakraraya, menepuk-nepuk bahu adik seperguruannya it
Baca selengkapnya
Bab 45. Sukesih
“Bodoh! Kenapa bisa hilang!?” sengit Cakraraya kesal, mengingat dia sudah susah payah mencari rumput dan akar-akaran untuk ramuan obat.“Saya akan mencarinya lagi! Saya lupa menaruhnya di mana,” Mbayang bergegas pergi.Permana menatap curiga dengan gelagat Mbayang yang bergegas bergegas pergi. dia merasakan ada sesuatu yang disembunyikan dari murid baru itu, tapi dia juga belum bisa menebaknya.Mbayang membuang nafas saat sudah berada di tempat yang sepi. Dia kini mulai berpikir ulang untuk memberitahu tentang apa yang dia dengar. Dia sama sekali tidak punya bukti. Tentu hal ini akan sangat berbahaya. Dia juga hanya seorang murid baru yang belum tentu ucapannya dipercaya, terlebih yang dia hadapi adalah ketua padepokan. Menimbang lebih jauh, Mbayang akhirnya memutuskan untuk tidak menceritakan apa yang dia dengar sebelum dia mempunyai bukti yang kuat.“Ya, aku harus menyelidik dulu. Dan tak boleh gegabah,” gumam Mbayang mengambil keputusan.Hari hari berikutnya, Mbayang melakukan kegi
Baca selengkapnya
Bab 46. Asmara Pertama
Mbayang memberanikan diri mendekati Sukesih, dia meletak keranjang bambu, dan duduk di samping Sukesih.“Pemandangan di sini indah, ya!” Mbayang memberanikan diri membuka percakapan.Sukesih kembali menoleh ke arah Mbayang, yang tersenyum ke arahnya. Dia kembali memalingkan wajah, tidak menjawab sapaan Mbayang dan tetap diam dengan wajah dingin.“Aku minta maaf, sikapku selama ini tidak ramah. Hmm, hanya melirikmu saja saat pertama kali masuk padepokan, aku hampir dikeroyok murid laki-laki satu padepokan. Untung saja saat itu, Juraganku membawa empat pengawal yang membela, kalau tidak, mungkin aku sudah tinggal nama. Hanya gara-gara melirikmu ha ha,” Mbayang mencoba mencairkan kebekuan tapi Sukesih masih tetap diam.Mbayang menggaruk-garuk kepalanya, dia sudah mulai putus asa dengan kediaman Sukesih. Tidak menyerah, Mbayang kembali melontarkan kembali kata-kata agar Sukesih bersuara.“Hay... seandainya murid-murid padepokan tahu, aku berdua denganmu di sini, mungkin mereka akan menger
Baca selengkapnya
Bab 47. Lelaki Bercadar
“Panas... Panas... tubuhku aaaah,” Bimantara merancau kesakitan memegangi dadanya. Wajahnya berubah makin pucat seperti tanpa darah.“Kang, bersabarlah, Dimas Cakraraya sedang mencari obat untuk luka dalammu!” ucap Gendis, menahan tangis, memegangi tangan Bimantara.Kondisi Bimantara yang makin parah dan kesakitan membuat Gendis makin bingung, tak tahu harus berbuat apa. Tabib-tabib dari banyak tempat yang dia datangkan sama sekali tak membantu. Tubuh Bimantara makin hari makin kurus, dan tak bertenaga. Pada waktu-waktu tertentu, laki-laki yang dulu gagah perkasa itu menjerit kesakitan, merasakan tubuhnya seperti dibakar. Tidak tahan melihat kondisi suaminya kesakitan, Gendis hendak berlari mencari Permana, tapi Bimantara mencegahnya.“Kau tikam saja aku dengan pedang, bila kau sudah bosan merawatku, daripada kau meminta bantuan Permana!” kata Bimantara terbata menahan sakitnya.Gendis hanya terdiam menahan air matanya yang hampir tumpah melihat penderitaan suaminya. Dia kenal betul w
Baca selengkapnya
Bab 48. Racun Pelemas Tenaga
“Sabar Mbakyu, aku tak bermaksud jahat!” Permana mangangkat telapan tangan, memberi tanda agar Gendis menurunkan pedangnya.“Hah, permainan apa yang kau lakukan!” Gendis tetap mengacungkan pedang dengan sikap siaga tak peduli dengan isyarat permana.Ketua padepokan itu menyarungkan pedang, lalu berjalan mendekati Gendis. Gendis sendiri masih tetap siaga mundur beberapa langkah, menjaga jarak dengan Permana.“Aku benar-benar khawatir dengan keadaan kakang. Aku dengar keadaannya makin parah, tolonglah, izinkan aku membantu!” bujuk Permana berusaha menyakinkan Gendis.Gendis yang tadinya emosi pun menurunkan pedangnya. Melihat kondisi suaminya yang kesakitan tanpa bisa melakukan apapun benar-benar membuatnya tersiksa, dalam benaknya terlintas tidak salahnya mencoba.“Apa kau tidak mempermainkanku!” Gendis melirik tajam masih belum yakin.Permana tersenyum melangkah lebih dekat ke arah Gendis yang meski sudah menurunkan pedangnya, tapi masih menatap waspada dan curiga, “Sarungkan dulu ped
Baca selengkapnya
Bab 49. Mayat di pagi Buta
Sukesih merapikan rambutnya, menatap panik ke kanan dan kiri bingung harus berbuat apa. Dia terus menggoyang-goyangkan tubuhnya Mbayang yang tak sadarkan diri.“Panas, Dadaku panas sekali,” rancau Mbayang dengan mata terpejam memegangi dadanya, lalu kembali tak sadarkan diri.“Mbayang... Oh Dewa apa yang terjadi,” Sukesih terus berusaha membangunkan Mbayang.Hari mulai Gelap, Mbayang masih tak sadarkan diri. Sukesih makin bingung. Dia tak kuat mengangkat tubuh Mbayang sendiri untuk dia bawa ke padepokan. Jarak ladang dan padepokan lumayan jauh. Dia sempat berpikir meninggalkan Mbayang sendiri untuk mencari bantuan, tapi dia tak tega meninggalkan Mbayag dalam kondisi tak sadarkan diri.Di tempat lain, Cakraraya yang baru datang, langsung menuju kediaman Gendis dan Permana. Dia berhasil mengajak seorang tabib sakti bersamanya. Tabib itu bernama Begawan Wirasena, dia adalah seorang pertapa yang sakti yang sudah lama mengasingkan diri, sahabat dari gurunya Ki Bayu Seta.Saat keduanya masu
Baca selengkapnya
Bab 50. Perdebatan di Aula Padepokan
Permana segera memerintahkan murid-murid padepokan untuk menurunkan mayat Begawan Wirasena dan menaruhnya dulu di ruangan belakang. Dia kemudian meminta Gendis dan Cakraraya ke aula padepokan untuk berdiskusi.Permana duduk di kursi ketua, sementara Cakraraya, Gendis dan Nyi Dewi duduk di kursi bawah. Wajah keempat tokoh utama pedpokan segaran itu tampak tegang. Tidak ada yang pernah menyangka akan ada kejadian seperti ini di padepokan segaran.“Sebagai ketua padepokan, aku merasa terhina sekali. Seorang Begawan Sakti bisa tewas di tempat kita, mau ditaruh dimana harkat dan martabat padepokan bila berita ini tersiar keluar! Kita harus segara menangkap dalang, dari semua ini!” Permana dengan suara prihatin membuka suara.Cakraraya dan Gendis hanya menunduk. Cakraraya yang mengundang sang Begawan benar-benar merasa terpukul. Dia semalam tidur terlalu lelap hingga sama sekali tidak mendengar apapun. hingga peristiwa naas itu terjadi.“Hmm, Kejadian seperti ini tidak akan terjadi bila kal
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status