Semua Bab Asmara di Kehidupan 303: Bab 21 - Bab 30
83 Bab
Bab 21. Perpisahan
Mbayang berjalan ke dapur dengan langkah Gontai, dia memang ingin melatih diri agar bisa lebih kuat, agar bisa menjadi lelaki sejati yang mampu melindungi junjungannya. Tapi pergi secara tiba-tiba, tetap saja menimbulkan rasa sedih. Dia mulai sadar kalu dia harus berpisah dengan orang-orang yang dia sayangi selama ini, demi menimba ilmu kanuragan. “Kakang… kau mau makan?” Mbayang mengangkat kepalanya, lantas tersenyum begitu melihat Ningrum berdiri di depan pintu dapur menyambutnya. Gadis cilik berusia tiga belas tahun itu tersenyum ceria saat melihat Mbayang, senyuman yang sedikit mengobati rasa sedihnya. Mbayang pun mempercepat langkahnnya menuju dapur. “Jangan bilang ikan asinnya kau habiskan!” jawab Mbayang menowel pipi Ningrum. Gadis yang sudah dianggap Mbayang seperti adiknya itu langsung cemberut menepis tangan Mbayang. “Ihh, tanganmu kasar, Kang! pipiku bisa lecet nanti!” “Ha ha, Mbok Darmi masak apa hari ini? Aku lapar sekali!” tanya Mbayang, berjalan masuk diikuti Ningr
Baca selengkapnya
Bab 22. Bahaya di Depan Mata
Si Hitam, kuda kesayangan Juragan Karta terus dilecut oleh Candrawati agar terus melaju kencang, membuat Candrawati yang berada di atas pelana terpental-pental, mulai kehilangan kendali. Dia sebenarnya juga tak pandai berkuda, tapi mendengar Mbayang akan pergi, dia nekat menunggang si hitam untuk menyusul.“Awaas!” teriak Candrawati mulai kehilangan kendali.“Hoy! Hay!” maki orang yang lalu lalang kalang kabutan.Orang-orang yang lalu lalang berhamburan menghindari terjangan kuda hitam yang melaju kencang, termasuk rombongan prajurit kota raja yang melintas di buat kocar kacir.“Cari mati!” maki seorang prajurit yang berhasil menghindar.Seorang berpakaian seperti perwira muda, menatap kesal pada bayangan kuda yang melintas cepat meninggalkan debu-debu yang beterbangan. Dia lantas menarik kudanya, berbalik mengejar kuda Candrawati.“Hiya! Hiya!” Candrawati terus melecut kudanya, sambil berusaha menjaga keseimbangan agar tak jatuh.Dari arah belakang, seekor kuda berwarna coklat yang m
Baca selengkapnya
Bab 23. Pertapa Sakti
“Besar sekali nyalimu!” bentak seorang perwira.Dua puluhan orang prajurit itu geram bukan main junjungannya di hina sedemikian rupa dan siap bertindak. Bukannya takut, Candrawati tetap berdiri mendongakkan kepala. Tentu saja hal itu makin membuat Juragan Karta berkeringat dingin. Beberapa Prajurit hendak menyergap, tapi pangeran mengangkat tangannya, membuat prajurit itu mundur beberapa langkah, menahan diri untuk tidak bertindak.“Sebenarnya, kau mau ke mana? hingga berkuda seperti orang kesetanan!” tanya Pangeran dengan senyum ramah.Candrawati yang sedang kalut takut tidak bisa menyusul Mbayang pun lagi-lagi menjawab ketus pertanyaan Pangeran itu.“Bukan urusanmu!” jawab Candrawati sambil bergegas melompat ke punggung si Hitam dan kembali melaju kencang.Hiya-hiya“Candrawati! Candrawati!” teriak Juragan Karta.“Hmm, ayo kita susul dia!” seru Pangeran bergegas melompat ke kudanya.Dua puluhan pasukan itu dengan sigap mengikuti sang Pangeran, meninggalkan Juragan Karta yang makin t
Baca selengkapnya
BAB 24. Pendekar Tangan Berdarah
Candrawati kebingungan menyapu pandang ke semua tempat, mencari-cari tubuh Mbayang yang tiba-tiba lenyap. Tubuh pemuda yang selalu menemaninya sejak kecil itu penuh luka dan darah yang merembes, sesuatu yang membuat Candrawati makin khawatir, terjadi sesuatu pada Mbayang. Juragan Karta yang baru datang pun menghampiri Candrawati cemas, apalagi melihat pakaian putrinya yang terkoyak dan banyak mayat bergelimpangan dengan anak panah menancap di dada.“Oh, terima kasih Pangeran sudi menolong putri Hamba.” Juragan Karta kembali memberi hormat pada Pangeran beserta pasukannya yang berjalan mendekat.“hmm, tak perlu sungkan,” jawab sang Pangeran ramah, mulai mengamati sekitar. “Apa yang sebenarnya terjadi, Nduk?” tanya Juragan Karta dengan suara bergetar khawatir.“Mbayang, Romo…! Dia dikeroyok orang dan sekarang tubuhnya menghilang!” jerit Candrawati panik menjelaskan apa yang terjadi.“Mbayang!” Jerit Juragan Karta merasakan lututnya lemas mendengar penuturan Candrawati. Biar bagaimanp
Baca selengkapnya
Bab 25. Wasiat Ki Barada
Perlahan, Mbayang mulai siuman, mencium aroma tumbuhan yang ada di sekitar tubuhnya. Lamat lamat dia melihat sosok tua sedang terbatuk-batuk bersemedi tak jauh dari tempatnya. Kapala Mbayang masih terasa berat, saat dia coba bangun. Dia memegangi kepala, mencoba mengumpulkan kesadaran, sambil tertatih mencoba berdiri.“Uhuk! Uhuk!”Suara batuk itu mengagetkan Mbayang, dia mengamati sekeliling. Dia kini berada di dalam sebuah gua yang cukup dalam. Sekujur tubuhnya yang luka telah dibubuhi ramuan-ramuan obat. Mbayang mulai berjalan mendekati pendekar tua yang bersemedi.“Dimana aku? Ndoro Ayu bagaimana?” tanya Mbayang mengkhawatirkan Ndoro Ayunya, meski kondisinya juga masih lemah.Pendekar tua itu menarik nafas panjang, diam beberapa saat hingga perlahan membuka matanya. Menoleh ke arah Mbayang. Pendekar tua itu tersenyum melihat Mbayang sudah mulai membaik.“Beruntung orang-orang yang mengeroyokmu hanya orang-orang biasa yang tak memiliki tenaga dalam. Kalau tidak, mungkin kau sekaran
Baca selengkapnya
Bab 26. Pangeran Gardapati
Pangeran Gardapati terus mengikuti jejak-jejak yang tercecer, untuk mencari Mbayang. Dengan sangat jeli, dia mengamati setiap petunjuk yang mengarah pada sebuah gua. Pangeran pun bersiap memasuki gua dengan penuh waspada, pukulan tangan berdarah pendekar tua itu sungguh luar biasa, Pangeran Gardapati tak berani sembarangan lagi. Melihat bekas jejak langkah di sekitar gua, Pangeran Gardapati bisa menduga kalau tenaga dalam pendekar tua itu cukup tinggi, dan bukan lawan yang enteng.Dari dalam gua, Mbayang mulai menggali tanah dengan alat seadanya untuk menguburkan mayat Ki Barada. Setelah di rasa cukup dalam, Mbayang mengubur Ki Barada sebagai bentuk penghormatan. Mbayang termenung cukup lama di depan pusara pendekar tua itu. sempat terpikir untuk menguburkan kitab pusaka yang di wasiatkan kepadanya, tapi dia urungkan karena takut arwah Ki Barada akan menghantuinya nanti.“Ki, aku tak tahu bisa atau tidak menjalankan wasiatmu. Tapi aku akan mencoba untuk menghentikan ilmumu, dipakai un
Baca selengkapnya
Bab 27. Pelukan Hangat Ndoro Ayu
“Jangan pergi, Nduk! Kita tunggu Pangeran di sini!” cegah Juragan Karta mencengkram tangan Candrawati yang hendak pergi mencari Mbayang.Candrawati yang sudah sejak tadi gelisah, berusaha melepaskan tangannya yang di pegang kuat Juragan Karta. Dia benar-benar khawatir dengan kondisi Mbayang yang babak belur tak sadarkan diri kena hajar. Bujukan dari Juragan Karta sudah tak mempan lagi. Dia ingin pergi mencari Mbayang, abdi sekaligus temannya sejak kecil itu.“ Lepaskan, Romo! Mbayang terluka, bagaimana mungkin Pangeran yang hanya seorang diri berhasil menemukannya.”“Lancang sekali kau! Merendahkan Junjungan kami!” bentak salah seorang perwira yang kupingnya langsung panas mendengar ucapan Candrawati.Dua puluh pasukan yang dibawa oleh Pangeran Gardapati yang lain ikut terpancing emosi, sedari tadi mereka sudah menahan sabar, mendirikan kemah dan tempat istirahat untuk Juragan Karta dan Candrawati. Tapi sikap wanita muda itu sungguh sudah melewati batas, berani meremehkan junjungan y
Baca selengkapnya
Bab 28. Rencana Pangeran Gardapati
Meski sudah berada di dalam tenda Pangeran Gardapati, hati dan pikiran Juragan Karta masih gelisah memikirkan Mbayang dan Candrawati. Lelaki paruh baya bertubuh sedikit gembul dengan kumis melintang itu mulai membayangkan hal-hal liar terjadi antara dua orang yang sebanarnya masih terikat hubungan darah. Dosa masa lalu yang pernah dia lakukan terbayang, dia kembali teringat bagaimana dengan ganas, memaksakan hasratnya pada Lastri, yang bisa jadi akan menjadi karma buruk bagi kedua anaknya.Sikap yang ditunjukan Candrawati sudah mengisyaratkan jelas, kalau anak gadisnya itu punya perasaan khusus pada Mbayang. Dia tak bisa menebak bagaimana perasaan Mbayang pada Candrawati. Tapi mereka baru saja berpisah, tentu pertemuan setelah perpisahan akan beda rasanya. Juragan Karta benar-benar Khawatir Mbayang dan Candrawati akan terlarut dan melakukan hal-hal di luar batas. Juragan Karta memang mengenal baik Mbayang, tapi bagaimanapun, Mbayang adalah seorang laki-laki yang mungkin sekali berbuat
Baca selengkapnya
Bab 29. Pembelaan Candrawati
“Ndoro Putri akan menikam jantungku bila melihat ini, tolong jangan begini…” bisik Mbayang di telinga Candrawati yang sedang memeluknya.Anak gadis Juragan Karta itu buru-buru melepas pelukan. Rona wajahnya berubah merah, dia kini baru menyadari kalau sudah terbawa perasaannya saat melihat Mbayang. Candrawati lalu menunduk, menatap ke arah lain sambil mengurai rambut panjangnya menutupi rasa malu.“Kau jangan punya pikiran macam-macam!” ancam Candrawati pura-pura sewot.“Iya, saya mengerti Ndoro,” jawab Mbayang sambil menunduk, tak berani menatap langsung wajah Candrawati.Keduanya pun berjalan beriringan menuju perkemahan dengan perasaan canggung. Bagi Mbayang, ini pertama kalinya ada seorang gadis memeluknya begitu erat, sebagai laki-laki biasa, dia dapat merasakan hasrat yang bergejolak, saat dada Candrawati menempel di tubuhnya. Bila tidak ingat begitu galaknya Ndoro Putri padanya, Mbayang ingin sekali membalas pelukan hangat dari Ndoro Ayunya itu. seperti ada dorongan kuat yang s
Baca selengkapnya
Bab 30. Pendekar-pendekar Pengacau
Dua puluh orang pemuda sudah bersiap sudah bersiap, satu diantaranya adalah Mbayang, pemuda itu terlihat gagah memakai pakaian seperti Pangeran Gardapati. Candrawati sampai ternganga melihatnya, tapi gadis ayu itu buru-buru membuang muka saat Mbayang menatap ke arahnya. Mbayang hanya tersenyum melihat kelakuan Ndoro Putrinya yang pura-pura tak peduli itu.Selain Mbayang, dianatara dua puluh pemuda itu terdapat dua senopati yang bergabung. Dia adalah senopati Ringkin, dan senopati Panuluh. Kedua senopati ini yang akan memimpin rombongan meninggalkan desa, sambil menunggu kabar gerombolan pengacau muncul. Sebelum berangkat, Mbayang turun dari kudanya berpamitan pada para junjungannya. Saat dia berpamitan pada Candrawati, terlihat jelas kalau gadis berat melepas Mbayang.“Mohon Pamit, Ndoro!”Candrawati terlihat khawatir, dengan nada ketus dia mengingatkan Mbayang untuk cepat kembali.“Jangan kira setelah memakai pakaian kebesaran kau lupa aku ini Ndoromu. Kau harus lekas pulang dengan s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status