All Chapters of Terpaksa Menikahi Calon Kakak Ipar: Chapter 11 - Chapter 20
99 Chapters
Tiga Garis
Pagi itu Rindu membuka mata dari terpejam lelapnya semalam. Matanya berputar sekali mencoba menyibak keheningan suasana kamarnya. Tak lagi ia dapati sosok yang ia kira adalah Danang. Namun sebetulnya adalah Raja bukanlah Danang. “Kenapa kau pergi meninggalkan aku lagi?” riak hati Rindu mulai tersentak dalam. Sayatannya mulai kembali terbuka lebar. Rasa amat perih di lubuk sanubari mulai tumbuh lagi. Sepi kembali berjajar bagai satu raksasa besar dengan cakar-cakar tajam menghardik Rindu. Setidaknya begitulah khayalan yang tercipta dalam otaknya pagi ini. Tubuhnya masih lusuh lemas sebab ia merayu Raja yang ia anggap Danang semalam. Sebab ia menginginkan sepenuhnya Raja yang ia anggap Danang menjadi miliknya selalu di sisinya. “Kamu pergi ke mana Mas Danang?” Rindu bersandar pada dinding di atas kasurnya. Tubuhnya mulai menggigil dan ia balut penuh dengan selimut putih bergaris-garis hitam dan mulai bersendiku. Entah kenapa setelah kematian Danang, air mata Rindu seakan tiada
Read more
Darah Yang sama
“Bro mau ke mana tunggu dulu lah. Kita seduh kopi bareng lagi seperti dulu. Kebetulan aku bawa dua bungkus kopi dari gang depan. Kangen juga aku bicara berdua denganmu. Aku cari-cari enggak ada, eh ternyata ada di sini. Tidak apalah walau di depan area makam jadilah,” begitulah Agung berteriak memanggilku dari kejauhan. Tampak ia membawa satu kantung keresek berisi dua bungkus kopi hitam. Setelah dia tepat di sampingku malah memelukku erat. Seakan kita lama sudah tidak bertemu atau seakan ini adalah satu salam perpisahan antara teman. “Apa sih Gung kamu ini, kayak aku cewek saja tiba-tiba main peluk, hi najis! Ada apa sih Gung. Ada apa seolah kamu mencariku dan ingin mengatakan hal penting saja?” aku mencoba menarik pembicaraan biar Agung mengatakan maksud dan tujuannya langsung. “Ets, selo Boy jangan terburu nafsu. Kamu ini Raja sudah berubah sekarang ya. Bahkan kita berlima sudah tidak lagi berkumpul seperti dahulu. Bunga sudah pergi pulang ke kampungnya dan tak akan kembali. Ron
Read more
Masa Kecil di Bangku Kereta
Kereta api telah berlari kencang di antara perbukitan. Tertatih menyibak terangnya sang surya menuju selatan jauh. Ada berbagai macam wajah dengan ukiran ribuan kisah di kening mereka. Ada kisah pilu tentang sebuah kekalahan dalam masa perantauan di kota besar. Ada kisah bahagia akan keberhasilan membawa upah dan tabungan menuju kampungnya. Setelah beberapa dekade berusaha meraih cita dan cinta. Tetapi Bunga bersandar layu di samping jendela di salah satu bangku panjang gerbongnya. Tetapi Bunga menatap menerawang pandangan kosong. Walau ribuan wajah berceloteh tentang sebuah perjuangan di sekitarnya. Dalam matanya di dalam ingatan benaknya. Hanya sebuah bayangan-bayangan masa lalu tentang sebuah kerinduan bersama Raja. Namun masa lalu adalah hal kemarin yang tertinggal. Tak mampu lagi Bunga mengulang kisah indah bersama Sang Raja di hatinya. Huftz, nafasnya tampak berat terdengar sengal agak sesak di dadanya. Tiba-tiba air matanya menetes tanpa ia rasakan atau tanpa otaknya atau b
Read more
Raja Mulai Menerima Rindu
Sementara itu pagi di rumah Raja. Pak Khotim tampak cemas menunggu kepulangan Raja. Matanya terus memandang jalan depan rumah. Melihat serta meneliti pengendara motor yang sedang melintasi depan rumahnya. Harapannya ada sosok Raja putranya yang tinggal hanya Raja datang lalu mencium tangannya dan berkata aku pulang Ayah. Tetapi hingga hitungan keseratus pengendara yang tengah lalu-lalang. Melintasi depan rumahnya tak jua kunjung datang Raja dari rumah Rindu. “Bu, Ibu, apa belum ada kabar dari Raja. Kenapa sampai siang seperti ini dia tidak pulang? Bahkan beberapa kali orang dari kantor Danang ke mari mencarinya. Apa dia langsung ke kantor atau malah masih di rumah Rindu?” ucap Pak Khotim masih celingak-celinguk di depan teras rumahnya. “Apa Ayah, Ayah tadi ngomong apa. Maaf Ibu sedang di belakang di dapur, Ibu sedang masak masakan kesenangan Raja,” sahut Bu Juariah bergegas menghampiri Pak Khotim dengan berlari-lari kecil. “Oalah Ibu, Ibu, anak kita Raja kenapa belum pulang dari
Read more
Hanya Mimpi
Hai Rindu lihatlah malam ini kita hanya berdua. Walau kita terkurung di dalam ruangan pasien rumah sakit. Tetapi keinginanmu tentangku selalu terwujud. Kenapa pada akhirnya aku tak bisa lepas darimu. Rahasia apa yang kau rangkai dulu dengan kakakku. Lucu sekali pada akhirnya aku mampu mengagumi keindahan wajahmu saat terlelap. Walau aku sadar aku Raja bukan Danang seperti inginmu. Tapi bukankah kita sudah menjadi sepasang suami istri. Hanya saja semua itu belum tercatat pada buku resmi hukum negara. Rindu orang tua kita memang sengaja aku suruh pulang. Mereka sudah terlalu lelah memikirkan semua hal tentang kita. Awalnya memang aku merasa sangat dirugikan. Tapi sungguh bukanlah maksudku mengabaikanmu. Aku hanya membutuhkan waktu untuk menerima semua ini dengan lapang dada. Hai lihatlah Nona bukankah garis tangan kita serasi. Ah sudahlah entah ini perlambang jodoh atau bukan. Ah sudahlah entah kebetulan golongan darah kita sama itu jodoh atau bukan. Tetapi nyatanya kita sudah terhu
Read more
Pandangan Antah Berantah
“Nak sudah siap kita antar Rindu pulang hari ini. Ayah meminta tolong sebagai Bapakmu Nak untuk kali ini saja. Demi Ayah, Ibu dan mendiang Kakakmu Danang. Tolong besarkan hatimu dan tolong tetap lah pada jalan kisah turun ranjang ini. Ayah meminta maaf padamu anakku, tolonglah kami,” bahkan pagi ayah memohon padaku. Selayaknya beliau memohon pada atasannya terdahulu di kala aku masih begitu kecil. Betapa tersentak kaget saat beliau berlutut kepadaku. Langsung dengan refleks seketika aku angkat lagi tubuh tua Ayah. Sungguh tidak pantas anak disembah oleh Ayah. Bahkan adalah satu hal haram menyembah manusia. Seharusnya yang disembah hannyalah Sang Pencipta. “Ayah, tidak, tidak Ayahku aku anakmu jangan seperti ini. Berdirilah Ayah banyak orang melihat di rumah sakit ini. Jangan memohon kepadaku, jangan berlutut seperti itu. Seakan aku adalah Sang Pencipta, tolong jangan siksa anakmu dengan satu hal ini. Berdirilah Ayah dan bahkan demi Ayah dan Ibu akan kulakukan dengan ikhlas hati pern
Read more
Sebelum Akad
Sebenarnya malam sudah terlalu larut untuk diadakan sebuah acara. Tetapi pembatalan resepsi pernikahan antara Rindu dan Mas Danang beberapa hari yang lalu. Membuat heboh warga sekitar rumah Rindu. Sampai-sampai Bu Juariah enggan berbelanja di pagi hari. Karena ocehan-ocehan ibu-ibu saat mereka berkerumun di tukang sayur. Cenderung menyakiti telinga Bu Juariah. Alhasil Bu Juariah harus memesan sayuran dan ikan untuk dimasak melalui ojek online. Ayahku dan Pak Bandi Mertuaku tampak masih mengobrol ringan di atas tikar yang telah di gelar di ruang tamu rumah Rindu. Sedangkan Ibu dan Bu Juariah mertua wanitaku. Tengah asyik menemani Rindu serta mendandaninya di dalam kamar. “Asallamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Pak Bandi dan Pak Khotim. Selamat ya akhirnya jadi juga akadnya walau dengan keadaan sederhana. Namanya juga musibah ya Pak, siapa juga yang mau akan kehilangan. Tapi Alhamdulillah semua sudah teratasi. Maaf ini tadi ada urusan sebentar di rumah jadi telat,” ternyata yang
Read more
Akad Seratus Ribu
Detik ini waktu dan jam ini, akhirnya aku merasa setuju akan acara turun ranjang. Betapa ayu istriku walau tanpa memandangku. Sungguh pandanganku tak mampu lepas dari lentik bulu matanya. Aku rasa bola mata itu mendekati kata sempurna. Begitu indah bagai kesempurnaan mata bulan. Bahkan pada akhirnya menggenggam tangan Rindu membuat hatiku bergetar keras. Bukankah malam di dua hari yang lalu aku sudah bersamanya. Ah aku rasa tidak kali ini sangat berbeda. Rasanya aku benar-benar jatuh cinta kali ini. Bukankah bila menimbang kadar alami. Rindu lebih alami daripada Bunga, tapi kenapa bila nama Bunga diadakan. Semua rasa pada Rindu tertumpuk malu-malu. Seakan mengintip saja dibalik pintu hati bagian ruang paling belakang. Lalu nama Mas Danang menghalangi di bagian luar bagai tembok tinggi menjulang. Kami melangkah berdua menuju satu tempat sakral di masa depan. Akad segera dilaksanakan malam ini jam setengah dua belas pas di malam Jumat pada tanggal awal Muharam. Sudahlah entah hadir
Read more
Beginikah Rasanya?
“Nak, Nak Raja bangun Nak, kok tidur di ruang tamu. Tidur di dalam saja Nak Raja, tidak baik pengantin baru tidur di luar kamar,” Ayah mertuaku Pak Bandi membangunkan aku yang tertidur di kursi ruang tamu. Beberapa jam yang lalu memang aku tengah membantu Ayah mertua mengembalikan kursi dan meja tamu pada tempat awalnya. Mungkin sebab letih aku jadi tanpa sengaja tertidur di atas kursi ruang tamu. Lalu aku bermimpi tentang sosok Rindu yang keluar kamar dengan memakai daster putih dan rambut acak-acakan. “Ternyata hanya sebuah mimpi, semoga bukan kenyataan dan hanya ada di dalam mimpi saja sosok itu,” gumamku tanpa menyadari kalau Ayah mertua masih berada di depanku. Beliau tampak memandangku dengan tatapan aneh. Sebab aku tengah berbicara sendiri agak mengecilkan suaraku. “Apa Nak, apa yang kau katakan tentang mimpi. Memang kamu tadi bermimpi tentang apa?” Ayah mertua malah menanyakan tentang mimpiku. Mana mungkin aku mengatakan pada beliau jikalau aku baru saja bermimpi tentang so
Read more
Kabar Bunga Dijodohkan
Subuh sudah usai dari kalimat dua salam rahmat keselamatan yang aku lantunkan. Setelah dua tangan tengadahku satukan dan doa, zikir serta Shalawat aku langit kan. Rapi sajadah aku lipat kembali, sarung dan mukena aku taruh lagi di gantungan dalam almari. Aku melihat Rindu masih terpejam matanya. Wajahnya tampak terlalu lelah, sebab semalam aku ajak ia membuat keringat nikmat. Walau demikian aku tetap bertanggung jawab akan hal itu. Tidak aku biarkan istriku tertidur salam keadaan junub. Aku basuh dan bersihkan seluruh badannya beberapa saat lalu. Tak lupa aku bantu ia untuk berwudu dengan niat yang aku bisikkan di telinga kanannya. Entah cara ini dibenarkan atau tidak, entah dibolehkan atau tidak yang penting niatku membantu wanitaku membersihkan badan dari najis yang aku buat semalam. Dalam keadaan kondisi Rindy yang masih sakit akan mentalnya. Semoga Allah menerima caraku dan tentu memaklumi kondisinya. “Dek sebenarnya kau terlalu indah untuk menjadi milikku. Tetapi entah semu
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status