Semua Bab Terpaksa Menikahi Calon Kakak Ipar: Bab 1 - Bab 10
99 Bab
Danang Kecelakaan
“Kok seperti ada yang kurang ya pagi ini, tapi apa ya? Kayaknya hatiku kayak ada yang mengganjal. Seperti sedih tapi tidak tahu apa sebabnya. Apakah ini sebuah firasat atau hanya perasaanku semata,” gerutu Raja sambil memegang handuk di tangan kanannya dan satu peralatan mandi di dalam gayung plastik di tangan kirinya. Senin pagi tanggal satu awal bulan Januari dua ribu dua puluh tiga. Sayup semilir angin pagi masih membawa segar udara alam nan alami. Gemercik sebelah belakang desa di mana rumah Pak Khotim orang tua Raja dan Danang tinggal. Walau pagi awal bulan di awal tahun kali ini terasa teramat damai di desa Kembang Lor. Tetapi entah kenapa hati, perasaan dan otak Raja begitu tidak tenang. Seakan ada sesuatu yang mengganjal dan sesuatu hal ihwal yang akan terjadi yang tidak benar hasilnya. Tetapi Raja jua tidak mengerti apakah yang akan terjadi atau hal buruk apa yang akan terjadi entah padanya atau pada keluarganya. Raja masih melamun di dalam kamar mandi. Pandangannya menata
Baca selengkapnya
Pemakaman Danang
Gemercik hujan semalam masih tersisa di area permakaman desa Kembang Lor. Tanahnya masih terlalu basah untuk sekedar diinjak oleh alas kaki. Sehingga para pelayat haruslah teramat berhati-hati dalam melangkahkan kaki di antara berjajarnya pemakaman. Mereka masih berkerumun dalam suasana berkabung. Dalam pembaringan terakhir Danang Waluyo bin Khotim Waluyo. Ada isak dan tangis bersama gerimis yang terus mengucur deras dari langit. Ada mendung masih tertambat menggelayut ogah-ogahan di atas desa. Seolah menggambarkan suasana hati di setiap anggota keluarga. “Mas Danang! Tidak Mas Danang, kenapa semua bisa terjadi. Dua hari lagi cita-cita kita naik pelaminan akan terwujud Mas. Dua hari lagi kita akan resmi menjadi suami istri secara sah Mas. Kenapa sekarang kau malah meninggalkanku. Aku harus bagaimana tanpamu Mas. Bagaimana dengan pernikahan kita Mas?” teriak Aisyah Rindu Fatimah menangis begitu menjadi-jadi di atas pusaran pembaringan terakhir Danang. Bahkan beberapa kali Pak Bandi
Baca selengkapnya
Turun Ranjang
Malam sudah terlalu larut untuk sekedar memejamkan mata bagi Raja. Tetapi otaknya masih berkecamuk tentang kenangan bersama Danang. Pagi tadi terasa benar adanya ucapan kedua orang tuanya. Bahwa kedua orang tuanya selalu melerai pertengkaran-pertengkaran kecil. Antara Danang dan Raja sejak sedari kecil dengan kata-kata. Nanti kalau kalian berpisah dan tak bersama lagi kangen loh. Nyatanya malam ini kerinduan yang menyayat pada Danang sangat terasa di otak dan hati Raja. Bahkan waktu sudah melewati jam dua belas malam pas lebih lima belas menit. Raja tak kunjung jua beranjak dari berdirinya di muka kamar Danang. Menghadap ke dalam kamar sambil terus mengulas balik semua album kenangan. Semua tentang kebersamaan kemarin, kemarin lusanya, kemarin lampaunya. Sempat jua terlintas sore yang tadi tanpa sengaja. Raja mendengarkan percakapan antara Pak Khotim Ayahnya dan Pak Bandi Ayah Rindu. Walau sedikit ia mendengarkan lalu ia berlalu pergi menemui para tamu yang hendak ikut berdoa di pe
Baca selengkapnya
Bunga Cemburu
“Raja bagaimana keadaanmu sekarang? Oh ia aku membawakan buah. Tadi juga aku meminta Ibu untuk aku membuatkan segelas susu hangat untukmu. Mari Raja aku bantu untuk minum,” ucap Bunga sambil membantu Raja meminum segelas susu buatan Bunga. “Raja selain desakan Bunga, kami kemari juga atas desakan Pak Broto. Beliau ingin ikut menjengukmu pagi ini, kami sudah bilang kepada beliau kalau kau ingin istirahat seminggu. Tetapi beliau memaksa untuk ikut dengan kami kemari,” ucap Agung yang tengah berdiri di samping Bunga. Pak Broto adalah yang memiliki agensi penyalur tulisan-tulisan atau novel dari Raja dan kelima kawannya. Beliau yang mempunyai Channel orang dalam untuk novel dari Raja dan kawan-kawannya menjadi sebuah naskah sinetron. “Selamat Pagi maaf Ibu Juariah saya lancang masuk tanpa permisi. Tapi saya tadi sudah meminta izin pada Pak Khotim untuk masuk ke dalam kamar ini. Tidak apa ya Bu Juariah, saya hanya ingin mengetahui kondisi rekan saya Raja saja,” tutur Pak Broto yang lang
Baca selengkapnya
Sebuah Pengorbanan
Kantor PT. Broto, Siang yang panas di atas area perkantoran kota Bangzo. Bahkan aspal di setiap depan blok setiap kantor terasa bagaikan memuai saja. Sementara itu di dalam area perkantoran milik Pak Broto. Terdengar sebuah pintu dibanting dan terbuka secara paksa. Brak, “Bandot tua sudah kesal aku dengan tingkah lakumu Broto. Aku berhenti dan aku sudah tidak tahan menutupi perilaku bejatmu itu!” terlihat Bunga dengan pakaian tampak acak-acakan keluar dari dalam ruangan Pak Broto. Berjalan dengan tergopoh-gopoh menuju ke meja kerjanya. Sekali ambil tas dan beberapa peralatannya terkemas sudah. Tampak kedua mata bunga teramat marah. Bahkan saking marahnya ia sampai meneteskan air mata merasa begitu jengkel. Agung yang begitu terkejut sontak berdiri diikuti Ambar dan sepasang pengantin baru Roni dan Siti. Mereka lantas mencegat langkah Bunga untuk keluar dari kantor. Bukan untuk mencegahnya berhenti bekerja, tetapi hanya sekedar bertanya ada apa. “Bunga kenapa, ada apa, apa bando
Baca selengkapnya
Semalam Dengan Rindu
Malam terlalu larut untuk pulang sebaiknya menginap saja Nak Raja. Begitulah ucapan Bu Dian kepadaku di saat aku ingin berpamitan pulang dari rumahnya. Sempat aku melirik Rindu yang hanya tertunduk lesu dengan tatapan mata kosong di ujung sofa ruang tamu. Kasihan dia betapa sungguh terpukul hatinya akan kematian Mas Danang. “Apakah baik Bu saya menginap malam ini di sini. Sedangkan tetangga-tetangga Ibu sudah kepalang tahu. Jikalau Rindu akan menikah dengan Mas Danang. Apakah tiada kecurigaan berlebihan oleh mereka bila mengetahui aku menginap malam ini,” aku coba menolak dengan cara halus tanpa mengurangi rasa sopan santun dan segala hormat pada seorang Ibu tua di depanku ini. Lalu Pak Bandi segera berdiri mendekati kami yang tengah berdiskusi tentang pulang atau menginap di balik pintu. Aku sudah dapat menebak apa yang beliau katakan. Tentunya beliau juga akan mencegahku untuk pulang dan menginginkan aku menginap saja. “Benar Nak Raja malam sudah sangat gelap untuk berkendara se
Baca selengkapnya
Petuah Pak Haji di Masjid Tua
Esok pagi menjelang dan aku lekas pergi dari rumah Rindu sebelum subuh datang. Aku masih tidak terbayang betapa aku bersalah dengan mendiang almarhum Mas Danang. Bukankah Rindu hanya milik Mas Danang. Kenapa aku menyentuhnya bahkan untuk seluruh milik Mas Danang yang ada pada diri Rindu. Pagi ini belum teramat terang benar dan aku sudah meninggalkan Rumah Rindu teramat jauh. Namun saat ini aku berkendara dengan keadaan kalut bercampur bingung. Bagaimana bisa istilah Turun Ranjang ini ada di dalam satu adat istiadat tanah Jawa. Bagaimana bisa seorang yang tidak tahu menahu akan satu hubungan yang semestinya bukan milikku. Harus aku miliki dengan suka rela dalam keadaan tiada rasa cinta di dalamnya. Kabut masih menebal dan masih terlalu gelap saat aku melintasi jalan-jalannya. Sejenak roda dua yang aku kendarai menepi di satu trotoar jalan yang aku lintasi. Sekedar melepas penat dengan sebatang dan sebotol minuman kemasan yang dibawakan oleh Bu Dian saat aku berpamitan dengan belia
Baca selengkapnya
Bunga Pulang Karena Rindu
“Asallamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Asallamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,” Bunga tampak ayu dibalut mukena biru berenda ungu di atas sajadah merah dengan motif bunga-bunga. Matanya teduh agak basah menetes hingga mukena. Kedua tangannya menengadah ke atas dengan segala harap dan memohon. Bibirnya yang masih tampak ranum mulai melafazkan kalimat-kalimat doa, zikir dan selawat. Bagaimana pun jua dia masih ada rasa sayang dan keinginan tetap bersama dengan Raja. Rasa cintanya tetap menggebu-gebu ingin bersatu sejiwa dengan Raja. Tetapi apa daya tangan tak sampai pada lengan Raja yang mungkin di waktu hampir terang ini Raja bersama Rindu jua. “Allah Ya Tuhanku maafkanlah aku bila meminta dengan menangis. Apabila Raja memang benar jodohku maka berilah hamba satu keajaiban untuk bersamanya. Namun apabila memang dia bukan milikku. Maka relakanlah hati ini untuk menjauh darinya,” usapan penuh keheningan dari dua telapak tangan Bunga. Mengusap wajahnya yang ayu alami. Tampak
Baca selengkapnya
Salam tangis terakhir
“Bukankah itu Bunga di dalam taksi. Hendak ke mana dia pagi-pagi begini? Bukankah terlalu pagi untuk bepergian. Apa dia sudah mendapatkan pekerjaan lagi di kota lain?” aku coba memacu motorku agak mendekat ke arah taksi yang dinaiki oleh Bunga. Benar juga Bunga tampak tengah berpamitan pada teman-teman kosnya. Mereka seakan melepas bunga dengan lambaian tangan untuk yang terakhir kalinya. Sejenak aku letakkan motor menghadang laju taksi. Aku sudah tidak peduli hidup atau mati. Bahkan bila pagi ini memang aku harus mati, karena tertabrak taksi. Aku rela agar terlepas semua beban ruwet semrawut di dalam otakku. Aku mulai berdiri menantang maut di tengah jalannya. Bila memang Bunga akan pergi aku harus meminta maaf padanya. Mungkin juga ia pergi tak akan kembali ke kota ini lagi. Tentu aku tak ada kesempatan untuk bertemu dia lagi. Bahkan untuk mengucapkan kata maaf aku harus rela mengorbankan seluruh hidup dengan menantang maut. Sebenarnya lakon apa yang aku jalani? Sebenarnya milik
Baca selengkapnya
Sahabat yang pergi
“Siapa sih yang usil sepagi ini, masih belum jam enam loh ini. Woi sini maju sekalian ambil orangnya jangan motornya saja. Kita duel satu lawan satu kalau kalian memang berani!” aku agak bingung bercampur kesal sambil teriak-teriak tak karuan sendiri di area tempat parkir pemakaman. Namun suasana hening masih saja tercipta tiada suara. Walau ada suara hanya ada suara jangkrik dan suara kodok yang senang akan datangnya hujan kala subuh tadi. Lalu aku mendengar suara langkah yang menginjak dedaunan. Tak jauh dari tempatku berdiri sambil kebingungan mencari motorku yang hilang. “Oh kalian mau main-main ya sama saya. Baik tunggu saja di situ dikira aku takut dengan kalian. Berapa pun jumlah kalian aku layani. Kalian jual aku borong, bukan lagi aku beli,” lantas aku berlari ke arah semak belukar sebelah luar pagar pembatas area makam dan jalan raya. Saat aku sudah benar-benar ingin mengambil dua sosok bayangan yang tengah mengintip dan mengendap-endap beberapa waktu lalu. Ternyata juga
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status