Все главы Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio: Глава 21 - Глава 30
73
Rumah Sakit
“Ada apa, Bi?”Bibi menutup mulut dengan tangan kiri dan memberikan telepon kepadaku. Aku segera berbicara dengan orang yang ada di ujung telepon. “Halo!”“Maaf, Sari sedang di rumah sakit, dia pendarahan.” Suara laki-laki ini sama dengan yang mengangkat teleponku.Astaghfirullah ... Kak Sari, mengapa sampai sejauh ini? Aku tidak menyangka mereka bisa melakukannya. “Di rumah sakit mana?”“RSU,” jawabnya singkat. Aku segera mengakhiri telepon dan menenangkan Bibi. Bibi menangis dan memelukku erat. “Maafkan Bibi, Gita! Bibi tidak bisa menjaga kalian.”Dulu ketika Ayah dan Ibuku pergi, mereka menitipkan kami kepada bibi supaya mau menjaga kami. Namun Kak Sari menolak. “Tenang aja, Buk! Sari sudah gede, sudah bisa menjaga Gita.”Padahal saat itu aku baru kelas satu SMP. Aku dipaksa menjadi anak yang lebih dewasa daripada seusiaku. Kak Sari awalnya Menjadi kakak yang penuh tanggung jawab, hingga akhirnya setelah semester dua dia berubah menjadi pendiam. Kak Sari jarang di rumah dan s
Читайте больше
Rumah Sakit 2
Bibi menatapku seolah meminta persetujuan dan aku mengangguk. Biar bagaimana pun aku melihat ada ketulusan di mata lelaki itu. Sepertinya dia benar-benar ingin bertanggung jawab. Namun, apakah orang tuanya akan menyetujui? Sebentar lagi Kak Sari akan lulus dan menjadi sarjana, sepertinya tidak masalah. Melihat orang tua Erick adalah seorang pengusaha ternama, apakah Kak Sari akan diterima di keluarganya? Kak Sari sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Semua biaya administrasi ditanggung oleh pacarnya, Aldo. Setelah menunggu selama setengah jam akhirnya Kak Sari sadar. Dia bingung melihat keadaan di sekelilingnya. “Aku di mana?” tanya Kak Sari. “Kamu di rumah sakit, Sayang.” Lelaki itu bersikap sangat lembut terhadap kakakku. Pantas saja Kak Sari terlena. “Apa yang terjadi?” Kak Sari memegang kepalanya. “Anak kita tidak bisa diselamatkan, maafkan aku.” Ucapan laki-laki itu membuat Kak Sari histeris. “Kamu jahat, Do! Kamu jahat! Aku benci sama kamu!” Kak Sari menangis histeris, d
Читайте больше
Balikan?
Aku meminta izin kepada Kak Sari untuk mengangkat telepon. Namun, aku terkejut saat melihat Erick sudah duduk di kursi tunggu bersama kakaknya. Dia masih memakai pakaian osis dan sedikit berantakan. Sepertinya dia bolos sekolah. “Gita! Aku kangen sama kamu.” Tiba-tiba Erick berdiri dan memelukku. Hal yang tidak pernah dia lakukan selama ini. “Lepas, Rick! Aku akan membunuhmu jika kamu berani menyentuhku lagi.” Dengan sekuat tenaga aku melepaskan pelukannya. Aku merasa jijik melihatnya. Mendadak jantungku berdebar hebat, napasku terasa sesak. “Gita!” Bibi Lia berlari melihatku memegang dada. Tubuhku rasanya lemas, bersyukur bibi segera datang dan menolongku. Aldo dan Erick hendak menolong, tetapi kutolak. Aku tidak mau disentuh oleh mereka. Bibi memapahku sampai di kursi. Beliau membawakan sebotol air putih untukku. “Minum dulu, Gita.” Bibi membuka tutup botol kemudian menyodorkannya kepadaku. Aku mena
Читайте больше
Cinta Pertama
“Lama banget, Ta. Kamu berdoa apa saja? Jangan lupa doain aku biar lulus ujian, kuliah, kerja, sukses dan bisa melamarmu.” “Melamarku?” Aku berlalu meninggalkannya. Mimpi jika dia mau melamarku, aku tidak akan mau dilamar olehnya sekalipun menjadi perawan tua. Dia masih mengekoriku hingga di depan rumah sakit. “Tunggu, Gita! Kenapa kamu jadi begini, sih?” Erick mencengkeram tanganku. “Lepas, Rick. Sakit! Aku bisa teriak dan minta tolong Pak Satpam.” Akhirnya Erick melepas tanganku. Aku berlari ke arah parkiran. Di sana sudah ada Isma yang melambaikan tangan. Aku segera berlari menghampirinya. Aku pulang bersama Isma ke rumah Bibi Lia. Sore nanti Ilham akan datang. Aku tidak perlu pulang ke rumahnya lagi karena sudah berbaikan dengan Kak Sari. Aku tidak mau merepotkan keluarganya lagi. Sebelum benar-benar pergi, aku melihat ke belakang. Erick melambaikan tangannya kepadaku dan kiss bye. Aku menggelengkan kep
Читайте больше
Adegan 17+
“Antarkan aku pulang. Kak Sari sudah boleh rawat jalan. Aku harus membersihkan kamarnya.”Tadi siang aku sudah menceritakan semuanya pada Isma tentang apa yang terjadi pada Kak Sari. Dia prihatin dan memaklumi jika aku tidak mau lagi kembali dengan Erick. “Aku salat Magrib dulu, ya!” Tunggu sebentar.”Sembari menunggu Isma, aku mengganti baju. Di sini masih ada beberapa pakaianku karena rumah ini bagaikan tempat tinggal kedua untukku. Bahkan seragam sekolah juga ada di sini. Kami tiba di rumah tepat setelah waktu salat Isya. Rumahku masih gelap karena lampu belum dinyalakan. Aku masih membawa kunci rumah di dalam tas, sehingga tidak perlu meminta kepada Kak Sari. Kami membagi kunci rumah supaya bisa masuk tanpa harus saling menunggu.“Masuk, yuk!”Aku mengajak Isma masuk. Kami langsung menuju ke kamar Kak Sari. Kamarnya sangat berantakan. Sepertinya habis terjadi sebuah pertempuran di sini. Aku mengganti sepra
Читайте больше
Warung
“Ampun, Bibi!” Untuk kedua kalinya bibi menjewer Aldo kembali.“Sudah dilarang tidur bareng malah ciuman, di depan anak-anak pula. Pantas saja Gita minggat! Jaga sikapmu kalau tidak ingin kehilangan adikmu, Sari.” Bibi Lia menatap tajam Kak Sari. Bibi dan Isma harus pulang. Mereka pulang setelah memastikan Aldo pergi. Bibi tidak mau kecolongan lagi. “Bibi pulang, ya! Aldo sudah pergi. Setelah ini jangan buka pintu, Gita! Sudah jam 9 malam.”“Hati-hati, Gita. Aku tahu kenapa kamu pergi dari rumah. Jaga Kak Sari baik-baik.” Isma melambaikan tangan kemudian pulang bersama bibi.Aku menutup dan mengunci pintu rumah. Aku akan tidur di kamar Kak Sari supaya bisa membantunya. Segera kumatikan lampu dan menyusul kakakku.“Bibi sudah pulang, Gita?” tanya Kak Sari saat aku masuk ke kamarnya. “Sudah, Kak.”Aku langsung naik ke ranjang dan duduk bersandar di samping Kak Sari. “Maafin Kakak, Gita! Ka
Читайте больше
Salah Paham
“Ngapain teriak-teriak? Dasar cewek aneh!” Setelah mengucapkan kata-kata itu, Ilham pergi. Fakta membuktikan bahwa 70% bukti menunjukkan jika dia adalah Mas Aril. Aku tidak sabar pergi ke sekolah dan bertemu dengan Faiha. Aku segera memesan lauk dan sayur untuk sarapan. Kali ini aku membeli cukup banyak makanan karena ada Aldo yang akan menjaga Kak Sari saat aku sekolah nanti. Aku pulang membawa sebungkus makanan di dalam kresek berwarna merah. Dengan hati berbunga-bunga aku berjalan sambil bernyanyi. Sampai di rumah aku dikejutkan dengan kehadiran Aldo dan Erick. Mereka sudah duduk berdua di teras sambil minum kopi. “Kalian sudah datang? Cepat sekali,” tanyaku setelah mengucapkan salam. “Sudah dari tadi, kamu pagi-pagi malah keluyuran. Bukannya nungguin Sari malah pergi,” omel Aldo.“Aku beli lauk di warung, hidupku keras. Kudu usaha kalau mau makan. Makanan gak bisa datang sendiri atau jatuh dari langit.”
Читайте больше
Kangen
“Dia menyukai seorang gadis yang sering berkirim salam, namanya Anindya. Gadis periang yang selalu membualnya. Jika gadis itu tidak berkirim salam,penasara ada yang kurang katanya. Dia kehilangan semangat saat bekerja. Baginya setiap pesan dari gadis itu adalah mood boster.” Faiha menjelaskan dengan mata berbinar. What? Jadi, tanpa sepengetahuanku ternyata dia juga menyukaiku? Atau dia hanya menyukai pesanku saja? Ah, jangan geer dulu, Gita! entah mengapa rasanya ada sesuatu yang membuncah di hati mendengar penuturan Faiha. “Fai, kamu tahu ‘kan kejadian barusan? Isma menyukai Ilham. Mereka bertemu saat di pengajian. Tolong jangan katakan apa pun kepadanya, dia saudaraku. Aku tidak mau melukai perasaannya.” Aku menarik napas panjang. Mungkin aku harus merelakannya. Aku hanya menyukai Ilham sebagai Mas Aril karena dia selalu menghiburku. Mungkin aku cukup menjadi pengagumnya di udara. Bukan untuk di dunia nyata. Biarkan Isma yang bersamanya suatu saat.
Читайте больше
Pengakuan
Bukannya aku tidak mau berjuang. Ilham saja tidak melirikku. Dia pasti tidak menyukaiku. Bukankah lelaki baik hanya untuk wanita yang baik? Mungkin Isma lebih cocok untuk Ilham daripada aku yang barbar. Isma gadis salihah, santun dan taat beribadah. Aku memang tidak pantas untuk Ilham. Tidak lama kemudian Faiha datang membawa dua mangkuk bubur. “Loh, yang satu buat siapa, Fai?” “Buat aku, lah. Aku temenin kamu makan bubur. Kak Ilham sudah datang.” Faiha menunjuk ke arah gerobak bubur kacang ijo milik ayahnya. Di sana sudah ada Ilham yang membantu. Baru kali ini aku melihat Ilham berdagang. Pemandangan yang indah, pantas saja banyak cewek mengantre. Mereka pasti hanya ingin bertemu Ilham. Membeli bubur pasti hanya alibi supaya bisa memandangi Mas Arilku. Menyebalkan sekali. “Ehem!” Faiha tersenyum menggoda. Aku terciduk telah memandangi kakaknya. Mampus aku! “Apaan sih, Fai?” Aku mulai menyerutup bubur kacang ijo sedikit dem
Читайте больше
Permintaan
“Semenjak saat itu kami semakin jauh. Dia pindah tempat duduk. Padahal kami satu kelas duduk bersebelahan dan terbiasa bersama ke mana-mana. Kumohon bantu aku. Tolong jelaskan kepada Isma jika waktu itu adalah ketidaksengajaan.” Aku memegang tangan Ilham untuk kedua kalinya. “Kumohon, aku nggak bisa didiemin sahabatku sampai kayak gini.”Tidak bisa lagi kutahan air mataku. Aku memang secengeng ini. Aku lebih memilih Isma kembali seperti dulu lagi daripada meraih bahagia. Mungkin dia memang bukan jodohku. Jodoh? padahal belum lulus sekolah, tetapi entah mengapa aku sudah berpikir sejauh itu. “Lepasin tanganku! Nanti dilihat ayah. Lagi pula itu salahmu sendiri. Ngapain bawa-bawa aku dalam urusan pribadimu?” Ilham menarik tangannya dariku. Memang ini salahku. Tidak seharusnya aku memanfaatkan Ilham waktu itu. Namun, semuanya sudah terjadi. Hanya penyesalan yang tersisa. Aku terjebak dalam kerumitan yang kubuat sendiri. “Aku akan melakukan
Читайте больше
Предыдущий
1234568
DMCA.com Protection Status