Semua Bab Terpikat Pesona Mas Penyiar Radio: Bab 31 - Bab 40
73 Bab
Hujan
Astaga! Apa yang dia lakukan barusan? Aku memegangi bibirku. Memang benar hanya kecupan singkat, tetapi efeknya membuat jantungku berdebar hebat. Namun otakku masih waras, aku merasa diremehkan olehnya. Plak!Sebuah tamparan kulayangkan di pipinya. Aku segera mengambil kunci motor dan pergi. Benar-benar keterlaluan. Dia tidak menghargaiku sebagai perempuan. “Tunggu, Gita! Aku hanya bercanda.” Ilham mengejarku, tetapi tidak kuhiraukan. Dia telah memerawani bibirku, tetapi dia bilang bercanda? Hatiku rasanya memanas. Perbuatannya sangat keterlaluan. Bulir-bulir air mata mulai berjatuhan. Aku tidak pernah diperlakukan seperti ini. “Gita, kamu mau pulang?” tanya Faiha, tetapi aku enggan menjawabnya. Aku melewatinya begitu saja, perasaanku sedang kacau. Aku tidak mau berbicara dengan Faiha, aku takut lepas kendali dan melampiaskan amarahku kepadanya. Segara kujalankan motor maticku menyusuri jalanan. Malam ini tidak ada satu pun bintang yang bersinar. Angin berembus kencang dan peti
Baca selengkapnya
Putri Duyung
Aku duduk kembali setelah Ilham melepaskan tangan. Tatapan mata Isma tidak lepas dari tangan Ilham. Aku menjadi semakin tidak nyaman berada di sini. Isma pasti suuzon melihat ustaz kesayangannya berani memegang tangan perempuan. Entah apa yang akan dia lakukan jika mengetahui kami pernah berciuman. “Ehem!” Ilham berdehem hingga membuatku dan Isma menoleh. “Jadi, aku di sini mau jelasin kalau aku sama Gita sebenarnya tidak ada hubungan apa-apa. Yang kamu lihat waktu itu tidak benar. Gita hanya memanfaatkanku supaya Erick menjauhinya. Namun, tidak hanya Erick yang menjauhinya, kamu juga melakukan hal yang sama.” Aku merasa lega mendengar kejujuran Ilham. Namun, Isma malah mengerutkan kening. Bukankah ini adalah jawaban yang selama ini dia tunggu? “Maksud Ustaz apa? Kok tiba-tiba bilang seperti itu?” tanya Isma. Sepertinya dia pura-pura tidak tahu. “Seperti apa yang selama ini aku jelaskan padamu, Isma. Ilham juga akan mengatakan hal yang sama karena kami memang tidak sedekat yang kam
Baca selengkapnya
Bakso
Aku terbangun kala mencium aroma makanan yang kusukai, bakso. Segera kubuka mataku dan tepat di sampingku ada Faiha dan Isma. Mataku berbinar melihat mereka.“Sejak kapan kalian ke sini?” tanyaku heran. Aku melihat dan menunggu seseorang di balik pintu, tetapi orang yang kuharapkan kedatangannya tidak ada. Ilham tidak datang. Berarti Faiha datang bersama Isma dari sekolah karena masih memakai seragam yang sama. “Kudengar dari Isma kamu sakit, jadi aku ingin menjengukmu. Kangen tahu sama kamu!” Faiha duduk di sampingku. “Mau aku suapin?” tanya Isma, tetapi aku menggeleng. Dari tadi pagi aku tidur setelah minum obat. Kak Sari mengajakku berobat ke klinik. Tidak ada gejala serius, hanya demam biasa dan kecapekan. “Aku hanya demam, Ma. Aku masih bisa makan sendiri.” Aku mengambil alih mangkuk yang dibawa Isma dan memakannya sendiri.Makanan kesukaanku mendadak tidak enak di lidah, rasanya pahit. Teng
Baca selengkapnya
Sebut Namaku
“Sebut namaku jika kau rindukan aku. Aku akan datang!”Aku menghentikan langkah kaki mendengar suaranya. Dia menyanyi? Benarkah yang dia katakan? Hatiku ingin percaya tetapi kepalaku berkata tidak. Dia hanya akan menyakitiku.Aku melanjutkan langkah tanpa memedulikannya. Jika memang takdirnya, aku yakin Allah akan mempertemukan kami di lain waktu. Mungkin ini bukan waktu yang tepat. Ada hati yang harus kujaga. Isma adalah sahabat juga saudaraku. Dia menyukai Ilham sejak lama. Aku tidak mungkin menghianatinya. Lebih baik aku yang mengalah.“Gita! Aku akan selalu menyebutmu di sepertiga malamku. Akan kukejar cintamu.” Ilham masih berteriak saat aku sudah menjalankan motor.Rasanya hati ini begitu sesak. Andaikan dia tahu siapa Anindya yang sebenarnya, apakah dia akan benar-benar mencintaiku? Atau dia hanya merasa bersalah padaku? Aku harus segera pulang dan menenangkan diri. Besok orang tuaku pulang. Aku tidak mau membuat mereka bersedih melihat keadaanku meskipun nyatanya memang menyed
Baca selengkapnya
Pernikahan
Hari ini pernikahan Kak Sari digelar di kediaman rumah kami. Dekorasi yang mewah namun simple menghiasi halaman rumah kami. Pesta outdoor sudah direncanakan dan dipersiapkan oleh Aldo dan Kak Sari. Mereka sudah bekerja sama untuk mempersiapkan resepsi pernikahan ini secara matang.Akad nikah sudah dilaksanakan tadi pagi di KUA setempat. Hari ini sepertinya hari baik. Banyak sekali orang yang menikah di hari ini. Pak Penghulu mengatakan jika hari ini ada tujuh pasangan yang melangsungkan akad nikah.Pesta resepsi dilaksanakan mulai pukul sepuluh. Isma sudah datang dari tadi pagi bersama Bibi. Mereka membantu persiapan konsumsi acara di siang nanti.Aku dan Ibu didandani juga bak seorang putri. Memakai gaun sarimbit yang senada dengan keluarga Erick. Jika aku dan Erick disandingkan, mereka pasti akan berpikir jika kami adalah pengantinnya.“Kamu sangat cantik, Gita.” Isma memelukku erat.Aku membalasnya dengan pelukan yang cukup e
Baca selengkapnya
Kenang-kenangan
“Fai!” teriak Ilham.“Maksud kamu apa, Fai?” Isma memberikan sebuah pertanyaan keramat kepada Faiha. Namun, Ilham segera berdiri dan mengajak Faiha pergi dari tempat ini.Semua mata tertuju pada mereka. Beruntung keributan ini tidak menjadikan pengantin turun dari panggung. Mereka tetap menyalami tamu yang hadir. Erick tersenyum puas. Dia menghampiriku, tetapi aku mengacuhkannya. Dia sudah membuat keributan di pernikahan Kak Sari.“Aku tahu siapa dia, Gita!” Ucapan Erick menghentikan langkahku. “Kamu tidak mengenalnya, Rick. Tidak perlu mengatakan kebohongan kepadaku.”Hanya aku dan Faiha yang mengetahui seluk beluk masalah ini. Bahkan Ilham sendiri tidak mengetahuinya. Entah apa yang akan dilakukan jika dia tahu kebenarannya.“Aku tahu semuanya. Aku punya semua bukti jika dia adalah Aril.”Deg! Dari mana Erick mengetahuinya? “Kamu bohong!”“Aku sudah menyelidikinya, Gita. Aku tahu t
Baca selengkapnya
Sarapan
Pagi ini kami sarapan bersama-sama untuk pertama kalinya. Personil anggota keluargaku bertambah satu, yaitu Aldo. Ayah dan Ibu tidak begitu banyak bicara. Aku pun ikut diam meski banyak sekali hal yang ingin aku katakan. Kami sarapan di ruang makan, biasanya hanya aku dan Kak Sari yang makan di sini. Kini aku duduk di samping Ibu berhadapan dengan Kak Sari dan Aldo. Sedangkan Ayah duduk di meja paling ujung memimpin doa. “Kalian kapan pindah?” tanya Ayah. Kak Sari dan Aldo saling pandang. Rambut mereka masih basah, layaknya pengantin baru yang sudah menghabiskan malam pertamanya. Namun, aku tidak heran melihat mereka. Bahkan sebelum menikah pun mereka sering menghabiskan malam-malam bersama. “Kami akan pindah setelah mengantarkan Gita ke Yogyakarta,” jawab Aldo. Sebelum menikah, mereka memang mengatakan akan pindah karena Erick ikut orang tuanya ke Jakarta. Erick akan melanjutkan kuliah di sana. “Kalian tidak
Baca selengkapnya
Aku Akan Pergi
Lelaki yang wajahnya memiliki kemiripan 70% dengan Faiha datang mendekat. Dia berjongkok dan mengambil Bian ke dalam gendongannya. “Siapa yang akan pergi?” tanya Ilham lagi. Aku dan Faiha saling pandang. Padahal kami belum selesai bicara dan dia sudah datang. “Putri Calju akan pergi, Om,” jawab Bian polos. “Bian!” Aku menaruh jari telunjukku tepat di depan mulut. Memang benar anak kecil tidak bisa bohong.“Fai, bawa Bian pergi. Aku mau ngomong sama Gita.” Ilham menurunkan Bian dari gendongan. “Tapi, Kak—““Bawa Bian pergi!” ucap Ilham dengan nada yang lebih tinggi. Aku menelan ludah melihat Faiha ketakutan oleh Ilham. Ternyata dia sangat menakutkan jika marah seperti itu. Duh jantung, jangan senam di sini! “Gita!”“Em, iya.” Entah mengapa aku gugup berbicara dengan Ilham. Dari sini Ayah dan Ibu tidak terlihat begitu jelas. Kak Sari sedang asyik berenang. Dia pasti tidak melihatku. Bagaimana kalau Ilham macam-macam? Masih teringat jelas ketika dia memerawani bibirku. “Kamu mau
Baca selengkapnya
Salam Perpisahan
Aku segera menghapus sisa air mata saat mendengar suaranya. Dia kembali mebawa sebuah es kelapa muda. Kebetulan aku sangat haus. Aku langsung menerima sebuah kelapa hijau yang masih utuh itu. Segera kuminum airnya dah mengembalikannya kepada Ilham. “Terima kasih, aku memang sangat haus.” “Sama-sama,” ucapnya santai. Ilham masih berdiri, dia seperti sedang menjaga jarak denganku. Dia meminum sisa es degan dengan sedotan yang kugunakan tadi. “Itu bekasku, loh.”“Hm.” Dia tetap melanjutkan minumnya. “Yang ada kamu yang minum pakai sedotan bekasku. Aku tadi mencicipinya dahulu sebelum memberikannya kepadamu.”Aku ingin memuntahkannya, tetapi sudah terlanjur kutelan.“Kamu menelepon hanya untuk mengembalikan jaket?” tanya Ilham. Dia berdiri bersandar pada pohon ketapang, jaketnya dia sampirkan di pundak. Aku menoleh ke arahnya kemudian mengangguk. “Makasih jaketnya, aku sudah berganti baju
Baca selengkapnya
Taman
“Wah, ternyata benar ucapan Gita. Buburnya enak banget, Yah,” ujar Ibu. Kami menikmati bubur bersama dengan duduk lesehan.Hari ini aku benar-benar bahagia. Aku merasakan betapa hangatnya sebuah keluarga. Namun, besok aku harus berpisah dengan mereka. “Putri Calju!” Seorang anak kecil menghampiriku. “Bian? Kamu sama siapa ke sini?” tanyaku sambil meletakkan mangkuk. Anak kecil ini membawa mainan robot. Dia berlari dari arah selatan. Namun, kulihat tidak ada siapa pun di sana. “Bian sama Om Ilham, jualan bubur,” jawabnya polos. Dia duduk di pangkuanku hingga membuat semua orang heran melihatnya.“Siapa dia, Gita?” tanya Kak Sari. “Keponakannya Ilham. Orang tuanya yang tadi siang ketemu di kantin.”“Kamu sepertinya sudah dekat dengan keluarga mereka,” ucap Ayah. “Lumayan dekat. Mereka pernah menolongku.”Aku tidak perlu menceritakan secara detail apa yang pernah terjadi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status