Semua Bab Disangka Ojek Ternyata Miliuner: Bab 11 - Bab 20
45 Bab
Si Cakep dan Fan(s) Beratnya
"Bodoamat mau dikasih nilai Z, nggak ngaruh," ujar Morgan. Terlanjur kesal, Morgan memilih kembali ke kost untuk melanjutkan rutinitas utamanya. Apalagi kalau bukan tidur. Tapi biarpun begitu, angan-angan tidak lulus mata kuliah yang diampu oleh Prof. Robert terus menghantui pikirannya. Meskipun begitu, jiwa bar-barnya menjadi ciri khas seorang tukang ojek yang ternyata cucu konglomerat. "Besok lagi kalau ada orang mau bunuh diri nggak usah disamperin aja deh. Bikin repot aja," gerutunya sambil memakai helm. Tangan kanannya bersiap menekan stater motor. "Morgan! Morgan! Tunggu..," Suara yang tak asing di telinganya itu berhasil mengurungkan niatnya untuk pulang. "Regina," ucapnya begitu kedua matanya melihat seorang wanita berlari menghampirinya. Ia memutuskan untuk melepas helm, dan turun dari motornya. "Morgan! Kamu---" Regina berhenti tepat dihadapan Morgan. Itupun dengan keadaan nafasnya terengah-engah. Seperti habis marathon mengelilingi fakultas teknik."Atur nafas dulu
Baca selengkapnya
Ngojek Enggak, Kaya Iya!
06.30~Pagi ini untuk pertama kalinya mahasiswa tersantuy seperti Morgan tiba di kampus. Tak ingin mengulangi kesalahan yang sama, sekalipun hari ini tidak ada jadwalnya Prof. Robert. "Gabut banget hidupku sekarang. Ngojek enggak, kaya iya," ucapnya sambil berlalu melewati taman kampus. Keinginannya untuk ngojek bukan semata mencari uang. Melainkan sebagai satu-satunya cara untuk menikmati hidup sederhana dan menemukan secercah kebahagiaan baru yang mungkin tak bisa didapatkan dengan uang. "Kalau gini caranya, bisa mati bunuh diri gara-gara stres jadi cucunya Arthur Collim. Kayaknya nasibku sama anaknya Prof. Robert hampir sama deh. Ah sialan," gerutunya. Biarpun begitu tak terasa langkahnya mendekati tangga lantai dua. Dimana sebentar lagi ia tiba di ruang kelasnya. "Weiii kang ojek nongol juga akhirnya. Kemana aja kemarin," Lagi dan lagi ia dihadang oleh sekelompok geng resek itu. "Yaelah pasti ngojek lah. Kayaknya banyak orderan ya bro!" sahut yang lain sambil sok asyik mera
Baca selengkapnya
Jadi Buronan Miliuner
Bukan Morgan namanya kalau baterai ponselnya full. Ia datang ke kantin dan memilih meja yang ada stopkontak. Dengan begitu ponselnya yang tak jadul-jadul amat bisa dinyalakan."Mau pesen apa mas?" tanya seorang wanita. "Es teh aja," Baru saja wanita itu meletakkan daftar menu diatas meja, si Pelanggan tanpa pikir panjang langsung memesan menu. Pelanggannya kali ini memang sedikit menyebalkan. "Baik, ada lagi mas?""Nggak," "Baik, tunggu sebentar ya mas," Usai wanita itu pergi, Morgan mengeluarkan dompet tipuannya dimana hanya ada 5000 rupiah. "Duh, es tehnya tadi berapa ya. Auto jual ginjal kalau uangku kurang," ujarnya mendadak panik. Masa bodo dengan uang yang dia bawa, justru notifikasi telpon dari seseorang membangkitkan hasrat tangannya untuk memegang benda pipih tersebut. Tertera jelas deretan nomer tanpa nama. Yang benar saja, beberapa hari ini ia sering mendapat panggilan dari nomer tak dikenal. Seperti dikejar pinjol saja. "Hallo," ujarnya sambil mendekatkan ponselnya
Baca selengkapnya
Penumpang Spesial
"Berapa mas?"Melihat sosok wanita yang baru saja turun dari motor sambil menggendong buah hatinya yang sangat gemoy, kemudian sosok itu dengan tergesa-gesa membuka dompet hanya demi mengeluarkan uang. "Seikhlasnya aja buk," sahut Morgan sembari membenarkan spion. "Lah, kok gitu," keluh penumpangnya. "Saya ngojek buat ngisi waktu luang. Saya seneng kok bisa nganterin orang, dan juga bisa bantuin orang. Termasuk ibuk. Selagi masih bisa bantuin orang," jelas Morgan. "Mantep mas! Jarang-jarang ada anak muda berpikiran kesitu. Udah ganteng, baik pula," puji penumpangnya sembari menyodorkan uang yang telah dilipat pada Morgan. "Ibuk bisa aja," Morgan menundukkan kepalanya. Begitu penumpangnya pergi, dibukalah lipatan uang dari penumpangnya tadi yang ternyata hanya selembar 2000-an. Morgan menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Bukan masalah seberapa ikhlas ibu tadi memberikan ongkos. Melainkan seberapa besar niatnya hari ini untuk ngojek mengobati rasa rindunya di jalan. "Nikmat
Baca selengkapnya
Dipaksa
"Besok lagi, jangan nerima penumpang pakek masker," ujar Morgan.Begitu tiba di lampu merah yang jaraknya tak jauh dari kampus, Morgan menghentikan motornya. Terlebih lagi, ia tak berhenti mengomel sepanjang jalan gara-gara aksi kakeknya tadi.Begitu lampu hijau menyala, Morgan melaju di jalanan dengan sepeda motornya, rambutnya terombang-ambing oleh angin. Di dunia luar, ia adalah ojek dengan jaket usang dan helm lawas. Tetapi, di dalam hatinya, Morgan tahu bahwa gelar mahal dan kekayaan keluarganya tidak selalu membuatnya bahagia.Ponsel Morgan bergetar di dalam saku jaketnya yang serba simpel. Ia menarik ponselnya dan melihat pesan dari Kakeknya.[Ke kampus sekarang atau kakek sebarkan fotomu, biar semua orang tau siapa kamu sebenarnya]Deg!Jantungnya nyaris berhenti berdetak setelah membaca pesan tersebut. "Buset dah, aki-aki ini nekat banget," ucapnya sambil menggelengkan kepala. "Ahhhh, malas kali ikut seminar. Apalagi yang ngisi kakek," gerutunya menciptakan rasa malas di dal
Baca selengkapnya
Pahlawan Kesiangan
Keriuhan menyebar diantara para peserta seminar ketika layar proyektor tiba-tiba mati. Sementara suara kakek Morgan terputus, meninggalkan suasana sunyi yang tidak nyaman.Morgan, yang sebelumnya hampir terlena oleh kejutan kehadiran Regina, kini sepenuhnya sadar dan duduk dengan tegang. Menatapnya wajah bingung semua orang, menciptakan suasana yang mirip dengan listrik mati di tengah pertunjukan.Regina mengangkat bahunya dengan santai, seolah sudah terbiasa dengan situasi seperti ini. “Kayaknya wifi-nya lemot lagi,” katanya sambil tersenyum kepada Morgan.Meski suasana tegang, Morgan tak bisa menahan tawa kecilnya. Rupanya kejadian ini berhasil meruntuhkan sekat-sekat ketidakpedulian Morgan, dan ia menyadari bahwa di balik pesona Regina, gadis itu membawa keceriaan dan ketenangan di saat-saat genting.Sementara itu, di panggung, kakek Morgan tampak agak kesulitan. Mikrofonnya terputus, dan dengan suara yang terdengar dari belakang panggung, ia mencoba memberikan isyarat pada panitia
Baca selengkapnya
Seni Mempersulit Hidup
Setelah seminar selesai, suasana riuh di aula mulai mereda. Satu persatu Mahasiswa keluar dengan berbisik-bisik dan terdapat cahaya redup di sudut-sudut ruangan yang tadinya menjadi pusat perhatian dan sebagai cahaya penerangan. Morgan mengikuti aliran orang-orang, melangkah keluar aula dengan wajah yang masih mencerminkan kepuasan atas penyelesaian masalah tadi. Ketika aula semakin sepi, Regina yang tadi duduk di belakang, kini mengikuti Morgan yang berjalan menuju lorong. Wajahnya berbinar, dan langkahnya mantap mengikuti mahasiswa IT tersebut. Regina mencoba memanggilnya dengan lembut, "Hei, Morgan!" Morgan berbalik dan melihat Regina mendekat. tatapannya yang awalnya datar sedikit berubah redup saat menyadari bahwa Regina menuju ke arahnya. “Apa,” ucapnya singkat. Regina tersenyum lebar, "Kamu tu keren banget sih, serba bisa. Coba kalau kamu nggak ke aula tadi,, kacaulah. Semua peserta berhutang budi atas bantuanmu tadi di ruang IT. Itu benar-benar menyelamatkan seminar kita."
Baca selengkapnya
Tak ada habisnya Dikejar
"MORGAN!!!""Morgan tungguin!!!"Telinganya dengan jelas mendengar teriakan wanita itu. Namun apa daya tangan kanannya terlanjur memutar gas hingga motornya melaju dengan kecepatan tinggi."Pa an sih Regina. Paling mau nebeng," ujarnya bodo amat. Langit sudah mulai senja disertai gerimis dan sorot lampu jalan mulai menyala. Morgan mengendarai motornya dengan kecepatan sedang.Namun, ketenangan sore itu seketika terguncang. Suara deru motor yang mendekat dengan cepat membuatnya menoleh. Tiba-tiba, segerombolan geng bersepeda motor muncul di kejauhan. “Duh, itukan dengnya Derren,” ucapnya setelah mengenali jaket dan motor mereka.“Pasti mereka mau balas dendam gara-gara ku laporin polisi kemarin,”Derren dan gengnya, seperti bayangan iblis yang muncul dari kejauhan. Lampu motor mereka menyala terang, menciptakan pantulan sinar di permukaan basah jalanan ketika hujan. Suara deru mesin yang kuat memecah keheningan senja, menciptakan atmosfer yang penuh ketegangan. Mereka berkeliaran di
Baca selengkapnya
Simulasi untuk tuan Arthur
Morgan memakai jaket lalu mendekati motornya. Tak lupa ia memberikan helm pada kakeknya yang hendak ikut ke kost.Arthur menatap motor milik cucunya dengan datar, seolah pertama kali melihat objek transportasi tersebut. Matanya menyisir motor itu dari ujung hingga ujung, dan Morgan bisa merasakan aura ketidaknyamanan yang tersirat dalam ekspresi wajah kakeknya.“Ayo dipake helmnya,” pinta Morgan."Tidak bisakah kita naik taksi saja?" tanya Arthur dengan nada keberatan.Morgan tertawa kecil. “Duh, tinggal naik aja repot amat sih,”Arthur menghela napas panjang, tampaknya mencoba menerima kenyataan. Dia mengangguk setuju, meski masih terlihat ragu.Sejatinya Morgan ingin berbagi kebahagiaan sederhana dengan naik motor di jalan yang bebas.*19.30 WIBKlik...ceklikk...."Adooohh, ini pintunya berapa abad sih nggak dibenarin," omel Arthur. Begitu ia kembali ke kamar Morgan sambil menggantung handuk di badan, dengan menahan segala keluhannya selama di kamar mandi yang air krannya kecil.Al
Baca selengkapnya
Mie dan Hujan Kala itu...
22.00 WIB"Padahal masih jam segini, pada kemana ni drivernya," keluh Arthur sambil memeriksa pesanan di aplikasi yang tak kunjung mendapat driver.Morgan hanya bisa menggelengkan kepala melihat kakeknya bersikeras mendapat fasilitas mewah disini."Emang kakek pesan apa aja sih," tanya Morgan sembari menutup laptopnya. Lantaran muak daritadi tak hentinya mendengar ocehan pria paruh baya itu."Nggak banyak kok," sahut Arthur.Morgan bergegas pindah posisi duduk di sebelah kakeknya. Dimana kasur busa tersebut akan terasa goyang Ketika ada yang pindah posisi."Apa aja coba?" tanya Morgan lagi."Cuma ini kok," Arthur menunjukkan layar ponselnya yang berisi tampilan deretan menu makanan yang ia pesan. "Matcha Slice, Chia Hempseed Choco Brownies, Carrot Cake, Buttermilk Fried Chicken and Waffles Egg Benedict, Hot Cappuccino, Creamy Mac and Cheese,Super Nutty Protein Bowl, dan Vegan Champion Omelette,""Buset banyak banget! Nggak sekalian di pindah kesini aja restorannya." maki Morgan tak ha
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status