All Chapters of BALAS DENDAM CANTIK : Chapter 31 - Chapter 40
43 Chapters
31
POV ZainCinta menatapku dengan wajah sulit diartikan. Apa aku keterlaluan?Entahlah. Segera kusimpan nomernya lalu mengulurkan HP padanya. Dia segera menerimanya, menatapku terlihat tak nyaman. Tingkahnya membuatku jadi merasa tak enak hati. Tapi segera kuacuhkan perasaan itu dan bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Bukan hal aneh, bukan, meminta HP-nya dengan sedikit memaksa? Dulu saat masih sekolah, aku juga sering melakukannya pada gadis-gadis. Juga pada Talita. Bukan berarti ingin mengulangi kenakalan dulu, hanya saja, tadi terjadi secara refleks."Ump, aku pulang dulu, Mas.""Di mana kamu tinggal?" Tatapku."Rumah saudaranya temanku," sahutnya dengan tatapan ke arah lain. Ia tersenyum tampak canggung lalu melangkah menuju rumah. Aku mengiringi langkahnya menuju ruang tamu di mana Caca dan Farhan tengah makan sambil mengobrol."Ayo anak-anak, kita pulang." Cinta menatap Caca dan Farhan bergantian. Ia tersenyum kecil saat tatapan kami tak sengaja bertemu."Biar dihabiskan dulu m
Read more
32
POV CintaAku segera ke sanaJantungku berdegup kencang. Bahkan hanya membaca pesannya saja sudah membuat perasaanku campur aduk begini. Mana mungkin aku pergi dengan Mas Zain yang kelewat pendiam itu? Belum lagi, masa lalu kelamnya membuatku takut setengah mati.Sepuluh menit lebih, aku hanya mondar-mandir di dapur, sesekali memperhatikan Caca dan Farhan yang tampak asyik memberi makan ayam di halaman belakang."Kur kur kur kuuur!" Teriak Ibu Neni sambil terus menyawur-nyawurkan beras ke segala arah, begitu pun dengan Caca dan Farhan. Ayam-ayam jago juga betina mematuk beras sambil sesekali mengejar ayam yang lebih kecil. Aku menghela napas. Haruskah aku pergi dengan Mas Zain?Kalut. Juga bingung. Ingin menolak namun tak enak, tapi jika memilih pergi ... perasaanku juga tak nyaman. Tapi biar bagaimanapun, Mas Zain pernah begitu baik menolongku memberi tempat tinggal. Tapi kenapa perasaanku begitu tak nyaman mau pergi dengannya? Bingung. Sungguh bingung. Aku terus mondar-mandir denga
Read more
33
Cinta."Aku menoleh."Kamu membuatku tidak bisa tidur."Aku terdiam memandangnya dengan perasaan campur aduk. Apa yang harus kulakukan kini? Aku mengalihkan pandang karena malu beradu tatap dengannya."Cinta ....""Ya, Mas?""Kamu membuatku terus memikirkanmu."Wajahku menghangat. Ya ampun, dia ini sebenarnya sedang menggombaliku atau apa?"Selama kurang lebih 18 tahun, hanya Talita yang terus kupikirkan. Kamu yang akhirnya menggantikan posisi Talita. Di hatiku."Dadaku bergemuruh hebat. Mungkin kalau ada cermin, aku akan menyaksikan wajahku yang memerah karena malu. Hening beberapa saat sebelum akhirnya ia berkata,"Ibuku selalu menjodohkanku dengan banyak gadis, tapi tak satu pun membuatku tertarik."Hening cukup lama. Aku menunduk menatap cincin yang berkilau di jari manis. Juga sekuntum bunga teratai mekar dalam aquarium di pangkuan. Aku agak membungkuk lalu menghidu wanginya yang mendamaikan."Kenapa tertarik padaku?" Ini seperti pertanyaan konyol. Mas Zain pernah mengatakan aku
Read more
34 A
POV ZainIya, Mas Hanya itu saja, tak ada balasan lain. Aku menghela napas teringat kejadian siang tadi, melihat Cinta tampak begitu gusar saat aku memintanya menjadi istriku. Apa dia masih takut kembali membuka hati dan berpikir bahwa semua lelaki sama?Atau ... karena takut padaku? Aku menggeleng. Sepertinya bukan itu. Mungkin berkaitan dengan masa lalunya. Apa aku terkesan tergesa-gesa?Kuhela napas. Bukannya aku ingin memaksakan kehendak, tapi aku tak mau hubungan yang tidak pasti. Kalau dia mau menikah ya menikah, kalau tidak mau ya sudah. Sesederhana itu sebenarnya. Tapi tetap aku berharap dia mau membuka hati karena tidak semua lelaki sama.Kubuka galeri dan menatap foto-fotonya yang tersenyum manis di sampingku. Wajahnya selalu ceria. Kubuka satu vidio di mana dia tengah memasang berbagai gaya dengan bibir tersenyum manis. Angin yang berembus membuat pepohonan di sekitar meliuk-liuk, rambut Cinta beterbangan kesama kemari. Cinta tentu saja tak tau bahwa aku merekamnya.HP ber
Read more
34 B
Neni memandangku lama. "Masa lalunya memang kelam, Cin. Tapi bukan berarti semua tentangnya jelek semuanya.""Iya juga, sih." Aku memandangnya. Merasa deg deg kan saat membayangkan akan menjalani hubungan serius dengannya."Menurutmu, apa dia bisa jadi ayah yang baik untuk Caca dan Farhan?"Neni memperhatikanku lama. Lalu mengangguk perlahan. "Aku sudah tanya banyak hal sama istri saudaraku, katanya, Mas Zain sangat sayang pada Putri. Sejauh ini, apa dia bersikap baik sama Farhan?"Aku mengangguk. Bahkan saat pertama bertemu, ia langsung dekat dengan Farhan. Padahal denganku begitu dingin.Neni memandang ke jariku yang tersemat cincin dari Mas Zain. "Saranku, kamu pikirkan dulu, Cin. Pernikahan itu untuk seumur hidup. Aku setuju kamu cerai dengan si penghianat itu, tapi untuk menikah dengan Mas Zain ... emmp ... kamu harus memikirkannya masak-masak. Kamu benar-benar merasa cocok padanya atau tidak.""Aku sudah memikirkannya, Nen. Aku akan membuka hati. Kami akan saling mengenal dulu,
Read more
35 A
POV ZainSepanjang jalan menuju Simpang pematang, kami terus dalam keheningan. Sesekali aku menoleh ke belakang dan Cinta langsung berpaling, sepertinya ia kecewa karena tindakanku barusan. Bukannya aku ingin menolaknya, hanya saja aku tak mau nanti sampai terlewat batas. Ciuman itu bisa menjadi jalan menuju hubungan terlarang. Cukup hanya Putri, anak yang dilahirkan tanpa pernikahan. Cukup sudah semua orang menuduhku pengecut karena aku tak menikahi Talita. Bukan tak mau, tapi Talita yang menolak keras. Aku tak ingin seperti dulu lagi. Aku ingin menjadi tauladan yang baik untuk Putri.Kini, kami tiba di alun-alun Simpang Pematang. Tampak muda-mudi bercengkerama, sebagaian menatap ke arahku. Aku turun dari motor dan berjalan bersisian dengan Cinta yang sepertinya sengaja mengalihkan tatap dariku."Mau makan apa?" Aku memandangnya."Terserah," sahutnya datar.Pasti dia benar-benar tersinggung dengan tindakanku tadi. Aku menghela napas dan berjalan menuju penjual ketoprak."Dua." Aku me
Read more
35 B
Sepertinya, aku baru saja terlelap saat terdengar suara Neni memanggil. Sahabatku itu masih memakai mukena saat aku menghampirinya di kamar salat."Sudah pagi, salat dulu."Aku mengangguk. Selesai melaksanakan salat subuh, aku menuju dapur membantu Ibu dan Neni. Ibu tengah membuat bumbu sementara Neni memetik kacang panjang. Ia mendongak saat aku mendekat padanya. Aku duduk dan segera membantu Neni memotong kacang panjang."Jangan sedih terus," gumam Neni.Aku menggelengkan kepala. "Aku gak sedih. Hanya ngantuk masih baru bangun tidur."Ibu Neni menghampiriku dan meletakkan susu di meja. Aku mengangguk lalu mengucap terima kasih."Biar aku sama Cinta aja yang masak, Bu."Ibu memandangku dan Neni bergantian. Ia akhirnya mengambil dedak untuk pakan ayam di sudut dapur dan keluar rumah. Tak lama kemudian, terdengar suara nyaringnya.Kur kur kur kuuur"Cin, wajahmu gak bisa dibohongi. Kalau kamu cinta padanya, maka jangan dilepas."Aku mengibaskan tangan. "Sok tau kamu."Neni menggelengka
Read more
36
Ini yang terakhir aku memintanya padamu. Kamu mau jadi istriku atau tidak?" "Ummp ...."Ia mengerutkan kening. Tanpa mengatakan apa pun, aku menepis tangan agar tak lagi mengungkung tubuhku lalu berjalan ke arah meja, meraih aquarium lalu melangkah cepat meninggalkannya."Aku bertanya bukannya dijawab."Aku tak mengindahkannya."Cinta, ada yang tertinggal," katanya saat aku mencapai ambang pintu. Penasaran apa yang sebenarnya tertinggal, aku pun menoleh. Mas Zain mendekat, ia merebut aquarium dari tanganku dan meletakkan kembali ke meja."Apa yang tertinggal?" Aku menatapnya heran.Mas Zain merogoh saku celananya, lalu dengan cepat menyematkan cincin ke jari manisku. Jantungku berdetak kencang saat kami beradu tatap."Jangan pernah mengembalikan padaku lagi."Aku tak menyahut karena begitu malu. Mas Zain meraih bonsai kelapa juga pisau dan berjalan keluar. Ia menoleh di ambang pintu mengisyaratkan agar aku mengikutinya. Sementara ia duduk di bangku kecil fokus membersihkan serabut ke
Read more
37
Astagaaa, sepertinya aku akan gilaa!" Teriak Neni di pagi hari yang cerah saat aku baru selesai mandi juga memandikan Caca. Caca kini tengah makan tempe goreng sambil menonton televisi. Wajah Caca begitu riang setelah aku mengatakan besok kami akan ke Jakarta bertemu dengan ayahnya. "Ada apa, Nen? Pagi-pagi udah teriak-teriak aja." Aku menatapnya terpana saat ia menuju ke arahku dengan beberapa bunga teratai di tangan. Diulurkannya bunga putih kekuningan itu padaku."Apa ini?""Dari pangeranmu." Luwes sekali ia mengatakan Mas Zain pangeran, astaga. Aku meraih bunga darinya lantas berjalan menuju pintu, tak ada Mas Zain di depan."Dia ke rumah ibunya dulu. Nanti ke sini, katanya. Apa kalian sekarang jadi anak ingusan baru puber yang setiap hari bertemu? Sungguh seperti anak ABG." Ia menggeleng dengan wajah muak.Aku tertawa kecil melihatnya yang pura-pura pingsan di sofa. Kujitak kepalanya sambil duduk lalu menghidu bunga teratai dalam dekapan. Wanginya begitu mendamaikan. Aku terse
Read more
37 B
"Lima belas tahun lalu, aku masih jadi preman pasar bersama Tara dan Redi. Semua orang takut pada kami karena aku tak segan main fisik." Tatapnya."Pistol yang kutemukan itu, apa ...."Ia mengangguk. "Sebelum mengasuh Putri, aku seolah tak punya tujuan hidup, Cinta. Perempuan yang kucintai terus saja menolakku. Aku berbuat semaunya sendiri sampai meresahkan warga. Siapa pun yang berani mengusikku juga keluargaku, dia akan terima akibatnya."Sungguh mengerikan ternyata dia. Aku memilih menatap ke arah lain saat kami beradu tatap. Aku baru menatapnya saat mendengar kekehan kecil."Apa kamu akan mengurungkan niat menikah denganku?" Didongakkannya wajahku menghadapnya. Bertatapan dengan jarak yang begitu dekat, membuatku sangat malu. Aku mengalihkan pandang ke arah lain. Pada rumah-rumah panggung yang terpacak di bibir sunga. Mas Zain naik ke jembatan, ia terlibat pembicaraan pada seorang perempuan tua lalu menerima uang. Mas Zain menuju rumah dengan banyak plastik berisi kerupuk yang dig
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status