BALAS DENDAM CANTIK

BALAS DENDAM CANTIK

Oleh:  Fitri Soh  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
43Bab
4.6KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Apa dikiranya aku bodoh diam saja dikhianati? Tidak. Aku memang sangat mencintainya, namun aku bukan wanita bodoh yang pasrah atas kelakuan suamiku. Ini adalah pembalasanku, yang tak akan pernah terlupakan olehnya bahkan semenit pun. Aku tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Kudekatkan gunting ke arah belalai Mas Yoga dengan dada berdebar. Tatapanku terus tertuju ke arah itu dengan tak tega. Kuhela napas dalam. Kenapa aku harus terus menggunakan perasaan sementara Mas Yoga sudah begitu jahat? Janji manis yang dulu ia ucap hanya akan bersamaku sampai tua, kini hanya tinggal janji. Gunting di tanganku bergerak semakin dekat ke arah sasaran. Maaf Mas, tapi ini adalah salahmu.

Lihat lebih banyak
BALAS DENDAM CANTIK Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
43 Bab
1
"Mas, ayo, katanya mau bercinta."Suamiku yang tengah menonton televisi, mengernyit. Dipandangnya aku dengan ekspresi heran."Katanya mau bercinta." Aku memberitahunya. Masa dia lupa."Aku lelah. Besok saja.""Ayolah, Mas. Kan sudah janjian tadi pagi." Aku bergelayut manja di lengannya. Tapi dia tanpa ekspresi. Kuraih remote darinya lalu mematikan televisi."Apa siiih!" katanya dengan jengkel. Ia rebut remote dariku. "Masih seru. Kamu ke kamar saja dulu."Aku mengangguk. "Jangan lama-lama." Lalu aku melangkah menuju kamar. Menunggunya sekian lama tapi ia tak kunjung kemari. Kesal, aku menuju ruang tamu, menghela napas saat melihatnya sudah tertidur sedikit mendengkur.Kenapa denganmu, Mas?Entah kenapa, kepercayaanku padanya mulai terkikis. Akhir-akhir ini ia sering pulang malam, dengan dalih lembur. Aku mendekat padanya, memandangnya dengan jarak dekat. Kurasakan air mata bergulir di pipiku. Mungkin aku lebay, tapi aku merasa begitu sedih dengan sikapnya yang mendadak abay. Ada apa s
Baca selengkapnya
2
"Kamu beneran gak selingkuh kan, Mas?" Aku memandang Mas Yoga tak percaya. Kalau ia tak selingkuh, kok tak pernah minta tidur bareng, gitu. Aku lah yang selalu berinisiatif mengajaknya duluan. Kata temanku sesama bidan, kalau suami tak pernah meminta tidur bareng, pasti ada apa-apa di luar sana. "Masa kamu tak percaya padaku, Cin? Serius aku tak selingkuh."Kutatap wajahnya yang begitu meyakinkan. "Kamu aneh tau-tau marah-marah. Apa kamu ada masalah, Sayang?" tanyanya sambil mengecup keningku. Diraihnya gelas kopi lalu menyeruputnya pelan. Setelah itu, ia mengarahkannya ke bibirku. Aku gantian menyeruput kopi yang membuat perutku seketika hangat."Jangan berpikir yang aneh-aneh, Cin. Selamanya hanya kamu yang kucintai, Sayang. Aku berangkat kerja dulu." Aku beranjak dari pangkuannya, lalu mengedip menggodanya. "Nanti malam ya, Mas, kita buat anak?"Ia menatapku sejenak, lalu mengangguk kecil. "Iya sayang. Dandan yang cantik."Senyumku merebak lebar. Kukecup keningnya lalu mengangguk
Baca selengkapnya
3
Kubuka mata perlahan saat terdengar kumandang subuh. Ternyata aku tertidur di kamar Caca. Kuselimuti Caca lantas melangkah keluar kamar. Aku harus buru-buru membuat makanan untuk Mas Yoga sebelum ia berangkat kerja. Walau memiliki pembantu, tapi ia lebih senang aku sendiri yang masak. Sebelum melangkah ke dapur, kulongok kamar si sulung. Dia masih terlelap. Nanti saja jika sudah selesai nyayur baru membangunkannya.Pukul 6 kurang, aku sudah beresan. Segera aku mandi lalu menuju kamar berniat membangunkan Mas Yoga. Tapi ternyata ia sudah terbangun. Duduk di bibir ranjang tengah menatap HP di tangannya dengan wajah sedih. Sebenarnya apa yang terjadi denganmu, Mas?"Mas." Aku duduk di sampingnya. Mas Yoga menoleh, menatapku cukup lama."Cin ...."Hening yang panjang"Ada sesuatu yang ingin kubirakan. Tapi percayalah, walaupun mas melakukan ini, tapi hanya kamu yang kucintai, Cin."Aku menatapnya dengan dada berdebar karena begitu takut juga penasaran. Kuanggukkan kepala sambil menatapny
Baca selengkapnya
4
"Bu bidan, ini gimana? Tadi pas di USG katanya jumlah air ketubannya kurang. Ini berbahaya tidak, Bu?" Seorang lelaki berusia sekitar 50-an berkata di ambang pintu dengan wajah cemas. Tangannya menggenggam kuat perempuan di sampingnya.Aku menyungging senyum lalu mempersilakannya duduk di kursi. Sementara suaminya memilih tetap berdiri.Aku mengambil tensimeter lalu melilitkan manset ke lengan pasien. Aku menarik napas panjang saat tiba-tiba teringat ucapan Mas Yoga dua hari lalu. Katanya, tanpa seijinku pun, ia tetap akan menikah. Tuhaan, kenapa Kau timpakan ujian ini padaku?Kuusap kasar air mata yang terasa mengalir di pipi lalu menunduk, mencoba tak mengindahkan rasa sakit yang kian menusuk hati. Namun lagi-lagi, air mataku kembali luruh di pipi. Mas Yoga sungguh keras kepala. Walau sudah berulangkali aku bersikukuh tak mau dipoligami, tetap ia bergeming. Nanti sore, ia akan datang melamar. Ya Tuhan ...."Bu bidan?"Kuusap cepat sudut mata lalu menyungging seulas senyum. Perasaan
Baca selengkapnya
5
"Kamu yakin, Cin, mau saksikan ijab kabul Mas dan Anita?"Sebenarnya tidak yakin, tapi aku mencoba memantapkan hati. Lebih baik berdamai dengan keadaan daripada berlarut-larut dalam kepedihan. "Iya. Tapi ... aku gak mau tanda tangan. Mas hanya boleh menikahinya secara siri."Aku menarik napas, tanganku dengan cepat menyusut air mata yang terus mengucur tak mau berhenti. Dalam hati, terus kuucap istighfar. Astaghfirullah. Astaghfirullah. Aku sadar telah egoist, tapi ... entahlah. Aku tak sanggup membayangkan jika semua harta nanti harus dibagi dengan Anita juga. Dua vila di Bogor yang tiap bulan selalu membuat tabungan kami mengembung, 5 hektar sawah, dua mobil milikku dan satu punya Mas Yoga yang belum lunas. Astaghfirullah. Maafkan hamba yang terlalu manusiawi. Jika harta benda itu akhirnya harus berpindah tangan, maka itu untuk Farhan dan Caca. Bukan untuk anak-anak Anita kelak. Mas Yoga memandangku cukup lama, entah hanya perasaanku saja, tapi sesaat ia terlihat sedih. Lalu perla
Baca selengkapnya
6
Setelah kemarin malam ia di kamar Anita, kini ke kamarku, memandangku dengan mesra tak seperti biasanya. Tapi anehnya, saat seharusnya aku menerima perlakuan lembut Mas Yoga, aku kini malah berusaha menolaknya. Ternyata, aku tidak siap berbagi pisang. Entah kenapa, tiba-tiba aku merasa begitu jijik. Juga muak."Kenapa, Cin? Bukannya kemarin-kemarin kamu begitu menginginkannya?" Mas Yoga mendekatkan hidungnya ke pipiku, aku kembali bergerak menghindar. Aku kenapa akunajdi ak ingin melakukannya."Aku sedang gak selera, Mas. Mungkin karena kelelahan.""Ooh." Mas Yoga memangguk kecil. Ia menegakkan tubuh saat terdengar ketukan. Lalu pintu perlahan terbuka. Anita masuk dengan rambut diurai. Samar menguar wangi lavender dari tubuhnya."Mas Yoga bisa temani aku ke mall bentar, Mas? Hanya sebentar. Ada yang akan kubeli untuk hadiah mamaku."Mas Yoga memandangku, lalu mengangguk kecil pada Anita. "Kamu keluar dulu, ya? Nanti aku nyusul."Bibir Anita merebak lebar dengan wajah terlihat begitu
Baca selengkapnya
7
Ini aku benar mau bunuh diri? Sesaat, aku ragu dan mengeluarkan kepalaku dari lingkaran. Tapi begitu ingat aku telah dikhianati, maka aku meyakinkan niat bahwa ini yang terbaik agar tak merasakan sakit hati berlarut-larut. Perlahan, aku memejamkan mata. Ada sebersit ragu di hatiku, benarkah harus begini? Ah, sudahlah. Kenapa perasaanku mesti labil? Perlahan, kepalaku kembali masuk ke dalam lingkaran yang ujungnya telah kuikat di cabang pohon rambutan berbuah lebat ini, namun belum ranum. Sayang sekali, aku takkan menikmati buah dengan segudang manfaat kesukaan Caca bersama anak-anak dan Mas Yoga tercinta.Angin sepoi-sepoi berembus pelan, membuat dedaunan yang tumbuh di sekitar meliuk-liuk menguarkan hawa sejuk. Sementara rambut hitam lurus sepinggangku berkibar pelan, sebagian menutupi wajah. Napasku memburu. Jantung berdetak kencang. Keringat dingin, menyerbu seperti seember air yang sengaja di hantamkan ke tubuhku. Aku menarik napas panjang berusaha mengendalikan rasa takut
Baca selengkapnya
8
Aku terus mengamit tangan Mas Yoga, membawanya menuju kamar kami yang besar."Tunggu, Mas. Kenapa aku ditinggal ...."Aku menarik napas panjang, berusaha menekan amarah yang membuncah saat Anita menyibak tirai lalu masuk ke kamar kami, bibirnya yang seksi bergincu merah muda mengembang lebar. Mata bermaskaranya mengerling manja pada Mas Yoga yang kini duduk di sebelahku. Dasar nenek sihir!Kurasa, tidak keterlaluan memanggilnya begitu karena kenyataannya, dia memang seperti itu. Perempuan murahan. Mana ada gadis secantik dia yang masih belia mau dengan suami orang? Aku menahan kesal saat Anita melangkah mendekat. "Entah mengapa, bawaannya aku pengen deket Mas terus. Bobok di kamar kita yuk, Mas?"Sejenak, Mas Yoga menatapku. Menguatkan hati, aku perlahan mengangguk. Kamu pilih kasih, Mas! Awas saja, akan kubalas. Rutukku dalam hati menahan kesal."Mbak Yu nggak cemburu, 'kan?" tanya Anita dengan tatapan tanpa dosa. Ia langsung menggelayut manja saat Mas Yoga mendekat, memeluk tang
Baca selengkapnya
9
Terdengar gelak tawa Mas Yoga dan Anita. Aku menyentak napas, berusaha menahan dongkol. Teringat sesuatu, aku tersenyum senang. Besok hari ulang tahunku, Mas Yoga telah berjanji akan mengabulkan segala keinginanku.Aku membuka lemari tempat surat-surat penting disimpan, mematikan lampu, menuang obat tidur yang biasa kukomsumsi saat tak bisa tidur ke dalam gelas berisi air, menyalakan lilin hingga kamar ini terlihat remang lalu menuju kamar belakang. Pintu yang tak terkunci, membuat mata ini leluasa melihat ke dalamnya. Di ranjang berukuran sedang, Mas Yoga tercinta tengah memijit kaki Anita, membuatku jadi terkenang waktu masih pengantin baru dulu.Dan lihatlah sekarang, Mas Yoga tersayang tampak mesra bersama perempuan lain. Siapa tak sakit hati? "Eh, Dwk, ada apa?" tanya Mas Yoga sedikit terkejut. Perlahan tangannya berhenti memijat."Ikut aku ke kamar, Mas. Ada sesuatu yang ingin kukatakan."Mas Yoga langsung beranjak bangun. Begitu ia masuk ke kamar, aku langsung menguncinya."A
Baca selengkapnya
10
Aku tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Kudekatkan gunting ke sasaran dengan dada berdebar. Sebenarnya aku tak tega. Kuhela napas dalam. Kenapa aku harus terus menggunakan perasaan sementara Mas Yoga sudah begitu jahat? Janji manis yang dulu ia ucap hanya akan bersamaku sampai tua, kini hanya tinggal janji.Dengan cepat, kusuntikkan obat bius. Ini, yang selalu membuatku terlena selain perhatiannya yang tiada batas. Menanyai aku sudah makan belum, dan perhatian kecil lainnya yang membuatku jadi semakin tergila-gila akut pada suamiku ini. Maafkan aku Mas Yoga, aku tak siap berbagi kasih sayang, jadi terpaksa melakukan ini. Maaf."Mbak, buka pintunya, Mbaak!" Suara Anita terdengar semakin keras saja dan pintu kamar digedor-gedor tak sabar. "Mbak, buka pintunya, Mbak. Aku ada perlu sebentar dengan Mas Yoga."Tak kuhiraukan teriakan tak sabar itu. Segera dengan cepat aku menjalankan aksi.Begitu beres, kumasukkan potongannya ke dalam plastik kecil. Kutaruh di meja lantas menulis
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status