Lahat ng Kabanata ng menjadi yang kedua: Kabanata 11 - Kabanata 20
28 Kabanata
bab 11
Lelaki dengan tinggi 165 cm dengan wajah teduh dan kulit putih nya itu sedang menyodorkan sapu tangan yang baru saja ia ambil dari saku baju nya, beliau memang terbiasa membawa sapu tangan sendiri, di samping lebih terjaga kebersihan nya. Juga memang beliau tidak terlalu suka mengotori lingkungan dengan banyak nya sampah sampah tisu.nur bergeming cukup lama, memandang sapu tangan itu. Bibir nya bergerak gerak, seolah berucap tanpa suara."Bisakah kau ambi." Gus Adnan mulai mengeluhkan, tentu tanpa menatap nur yang masih berjongkok, menatap dasar lantai, seperti anak kecil yang baru saja kehilangan mainan nya. "Tangan ku capek sekali."nur hendak menerima nya, menjulurkan tangan nya malu malu. "Di liatin itu! Awas nanti kena tangan ku, kita bukan mahrom."nur mencebik. Sungguh, Gus Adnan sangat menyebal kan detik ini. Padahal, mereka sangat jarang berbicara berdua seperti ini, sekali ia bicara, sungguh Gus Adnan sangat menyebalkan."Te-terima kasih." nur menerima nya dengan sedikit gu
Magbasa pa
bab 12
nur menghela nafas panjang, dia menarik salah satu kursi, lalu meletakkan kitab serta ponsel nya di atas meja. "Alhamdulillah, hari ini jam ngajar sudah selesai. Capek banget, ma!" nur mengeluhkan rasa capek pada sahabat nya. Seharian dia harus naik turun tangga, ada kelas yang di lantai bawah, ada yang di lantai atas. Belum termasuk, harus cari bahan referensi mengajar di perpustakaan, lantai bawah paling pojok.Rahma menyodorkan es jerus pada sahabat nya. "Minum dulu, lah. Nggak puasa, kan?"nur menerima dengan senang hati, lalu meminum nya dengan beberapa tegukan saja sudah habis setengah. "Makasih"nur lalu meraih ponselnya yang dari tadi berdering karena pesan masuk. Dia lekas mengecek nya, ternyata pesan dari Gus Naufal Wajah yang mulai tenang kembali menyiratkan aura mendung di wajah ayu wanita berlesung pipi itu."Kenapa? Ada masalah?" Rahma menangkap aura yang berbeda dari sehabat nya itu.nur bergeming, tak ada rasa keinginan menjawab teman nya itu."Pasti dari Gus naufal,
Magbasa pa
bab 13
"Buku, gus. Itu semua buku yang pernah njenengan kasih kan kepada saya."Hening, tak ada sahutan sama sekali dari lelaki yang sudah mengganti pakaian nya dengan sarung dan kaos biasa untuk bersantai.nur yang masih berdiri, berinisiatif untuk meletakkan nya di lantai, karena tak kunjung ada jawaban dari Gus Adnan."Terima kasih semua saya kembali kan, termasuk buku tentang__" nur berhenti sejenak, mengatur nafas. Sejujurnya, berat juga melepas buku buku itu. Kalimat demi kalimat yang di tulis beberapa penulis muslim terkenal, sudah lama menemani hari hari nya saat menimba ilmu di pesantren."Buku yang kemarin, tentang Yusuf dan Zulaikha, juga sudah saya masukkan.""Kenapa? Itu kado ulang tahun kamu? Dan... Itu juga baik untuk hubungan mu dengan mas Naufal." Akhirnya Gus adnan bertanya dan terheran heran.nur menggeleng lirih, tetap dengan pandangan menunduk. Gadis itu memilin-milin ujung kerudung nya, guna meredam kegugupan."Saya tidak ingin menyimpan nya. Saya khawatir, ada kesalahp
Magbasa pa
bab 14
Baru saja bu nyai serta putra nya sampai di depan ruangan Zahra, mereka di kejut kan dengan suara menyanyat hati dari suara yang seperti nya mereka kenal."Astaghfirullah, astaghfirullah." Berkali kali lafadz istighfar terucap seolah sedang berlomba lomba dengan air mata nya yang berjatuhan. Gadis dengan memakai hijab syar'i berwarna kuning gading itu, mengaitkan kedua tangan nya. Sangat kentara sekali, bila dia sedang di Landa kegelisahan.Gus Naufal mengernyitkan kening, lalu memicingkan mata, memfokuskan pada satu pandangan. "Bukannya itu Rahma, mik? Teman, nur?" Duga Gus Naufal , karena laki laki itu hanya samar samar melihat wanita yang ia duga sahabat sang istri.Terlebih punggung gadis tambun itu, berbalik di lorong yang berbeda. "Kamu mungkin salah lihat, le. Wes, ayo cepetan, masuk!" Sanggah Bu nyai yang di jawabi anggukan Gus Naufal . "Semoga saja begitu, Mik!"Di dalam kamar, Zahra sedang berusaha duduk saat melihat mertua nya datang."Hati hati!" Pekik Gus Naufal seraya me
Magbasa pa
bab 15
Tepat saat adzan ashar di kumandang kan, lelaki yang berpenampilan layak nya seorang santri, sampai di depan kamar yang di tuju Rahma.Tanpa ada yang meminta, dengan sopan Rahma maju ke depan, membuka pintu perlahan, dan memperlihatkan gadis kurus yang sudah beberapa hari ini mengusik tidur lelaki bergelar suami nya, sedang tak sadar kan diri di atas ranjang pasien.Terlihat tak jauh dari tubuh kurus itu, seorang perempuan yang masih cantik di usia senja nya, sedang mengusap air mata. "Istri mu cuman Ndak sadar kan diri, Le. Kata pak di dokter tadi, juga nggak apa, cuman memang kaki sama tangan kanan nya harus di perban kayak gitu." Bu nyai Halimah menunjukan salah satu kaki dan tangan gadis yang di perban itu.Lekas, Gus Naufal melangkah cepat, menuju gadis kurus yang terbaring lemah tak berdaya. Ada setitik rasa khawatir yang menyelinap ke dasar ulu hati nya.Perlahan, lelaki itu mengelus kening nur. Hangat, dan .... Ah, ini susah di jelas kan. Mata Gus Naufal turun ke bawah, menyus
Magbasa pa
bab 16
Surga nya santri pas saat liburan ngaji. Perumpamaan seperti itu seperti nya sangat cocok dengan keadaan kediaman nur yang baru saja ia tempati. Tempat nya berada di dekat madrasah, dekat dengan salah satu gerbang pintu keluar para santri. Bukan gerbang utama, melainkan salah satu gerbang alternatif saja.Di pesantren Al khudori sebenarnya ada dua gerbang, yang pertama dekat dengan ndalem utama, dan yang kedua dekat gedung sekolah formal dan informal.Dan rumah nur, masih satu area di gedung tingkat yang bisa di gunakan para santri untuk menuntut ilmu dari pagi sampai sore hari. Letak nya tak terlalu dekat dengan jalanan setapak yang biasa di lewati para santri dan beberapa warga desa yang ikut ngaji rutin kitab Mukhtar dan tafsir jalalain.Hari ini adalah hari Jumat, dimana hari yang begitu menyenangkan bagi sebagian santri. Hari di mana mereka sedikit terbebas dari segala hiruk piruk jadwal pondok yang padat merayap. Ya, biasa kalau di luar pesantren, hari Ahad adalah hari weekend m
Magbasa pa
bab 17
Sebuah mobil melati berwarna merah melaju di jalanan kota dengan kecepatan sedang menuju rumah sakit yang telah menjadi rumah kedua bagi mereka bertiga selama beberapa bulan.Banyak gedung bertingkat, mulai dari gedung sekolah, gedung pemerintahan hingga pertokoan, berdiri rapi di sepanjang jalan. Ada juga banyak pedagang kaki lima yang berlomba-lomba menawarkan barangnya kepada pejalan kaki.Dari balik jendela mobil, seorang pria menatap ke jalan, matanya berputar santai, sambil bertanya-tanya bagaimana dia bisa mengungkapkan ketulusan pahit yang dia cintai.Dia meletakkan jari-jarinya, tepat di atas bibir kumis tipis itu mulai tumbuh, lalu tangannya terpelintir hingga mengusap alisnya dengan parah.Seorang wanita muda, yang masih remaja, memandang putranya dengan cemas. "Ada apa dengan Ryan, menurutmu apa yang sedang kamu pikir kan?Lelaki di samping nya yang sedari tadi fokus hanya pada ponsel nya, kini terusik dengan perkataan wanita yang telah memberikan dia dua anak itu. "Ada ap
Magbasa pa
bab 18
Di dalam mobil yang melaju membelah jalanan yang ramai, diam Diam wanita yang berumur 23 tahun itu tersenyum tipis, kala mengingat kenangan yang baru saja di toreh kan lelaki nya hari ini. Lelaki yang dahulu awal pernikahan terasa dingin bagai es, lambat laun menghangat, mencairkan sebongkah es batu yang seolah ia bangun dalam istana nya sendiri.nur melirik kan mata nya, samar samar dia mengucapkan syukur hari ini, dan pastinya berharap, selama nya akan seperti ini. Memang terdengar cukup egois, mengingat dialah istri muda nya, bukan yang pertama.Namun, rasa memiliki Gus Naufal seutuh nya tiba tiba hilang begitu saja dan tergantikan perih, saat nur melirik ponsel Gus Naufal yang masih menyala, tercetak jelas dari layar ponsel, foto Zahra dengan kerudung pashmina merah muda, di tambah warna lipstick yang senada, dan sedikit polesan blush-on dengan parian soft pink, membuat pipi mantan modelist itu yang sudah indah, menjadi semakin indah dengan penampilan yang mempertegas tulang pipi
Magbasa pa
bab 19
Suasana di sudut gang perkampungan, nampak sebuah panti asuhan yang berdekatan dengan hamparan sawah dan aliran sungai yang biasa di jadikan sebagai sarana irigasi para petani.Sebuah nama berpapan nama panti asuhan Al ikhlas, yang berdiri di atas tanah wakafan mendiang salah satu orang kaya di kampung itu, tampak asri di antara hamparan sawah yang mulai menguning.Terlihat juga di sana, ramai akan anak anak polos tanpa dosa, bermain dan berlarian satu sama lain. Matahari yang cukup terik seolah membakar semangat mereka larut dalam permainan.Sedangkan beberapa anak yang sudah beranjak dewasa, sibuk memotongi sayur di depan beranda sambil menjaga kerumunan anak kecil yang sudah mereka anggap seperti adik kandung sendiri, dan sesekali kerumunan gadis panti, akan bertukar cerita tentang tingkah teman teman nya di kelas, dan tak jarang pula di akhiri dengan gelak tawa.Sedangkan, gadis yang paling besar di antara mereka, hanya sibuk menjadi pendengar sejati. Terkadang, seseorang pun butu
Magbasa pa
bab 20
Seorang wanita cantik dengan tinggi 174 cm menatap keluar lewat Jendela mobil dengan tatapan sendu nya. Wajah yang terbiasa terhias seulas senyum, kini hanya terlihat begitu murung.Sesaat wanita itu terpaku melihat cuaca di luar yang nampak terik oleh cahaya matahari, berbeda dengan keadaan di dalam dada nya yang seolah turun hujan badai petir berkilatan saling bersahut sahutan.Gadis bermata indah dengan bulu mata lentik yang menjulang, menatap keluar jendela dengan sedih dan begitu marah. Bagaimana suami yang sangat ia cintai bisa melakukan ini pada nya? Apa pendapat orang orang yang melihat dirinya yang seorang mantan modelis harus di sandingkan dengan mantan khodimah pesantren?Zahra memejamkan mata, berusaha menahan laju air mata yang terus merengek keluar tanpa ia sendiri memintanya. Dia menaruh jari jemari nya di bawah hidung, tepat di atas bibir merah laksana ceri merah milik nya, seraya menatap cemburu pasangan yang baru saja melintas, sang wanita melingkar kan tangan nya pa
Magbasa pa
PREV
123
DMCA.com Protection Status