Sebuah mobil melati berwarna merah melaju di jalanan kota dengan kecepatan sedang menuju rumah sakit yang telah menjadi rumah kedua bagi mereka bertiga selama beberapa bulan.Banyak gedung bertingkat, mulai dari gedung sekolah, gedung pemerintahan hingga pertokoan, berdiri rapi di sepanjang jalan. Ada juga banyak pedagang kaki lima yang berlomba-lomba menawarkan barangnya kepada pejalan kaki.Dari balik jendela mobil, seorang pria menatap ke jalan, matanya berputar santai, sambil bertanya-tanya bagaimana dia bisa mengungkapkan ketulusan pahit yang dia cintai.Dia meletakkan jari-jarinya, tepat di atas bibir kumis tipis itu mulai tumbuh, lalu tangannya terpelintir hingga mengusap alisnya dengan parah.Seorang wanita muda, yang masih remaja, memandang putranya dengan cemas. "Ada apa dengan Ryan, menurutmu apa yang sedang kamu pikir kan?Lelaki di samping nya yang sedari tadi fokus hanya pada ponsel nya, kini terusik dengan perkataan wanita yang telah memberikan dia dua anak itu. "Ada ap
Di dalam mobil yang melaju membelah jalanan yang ramai, diam Diam wanita yang berumur 23 tahun itu tersenyum tipis, kala mengingat kenangan yang baru saja di toreh kan lelaki nya hari ini. Lelaki yang dahulu awal pernikahan terasa dingin bagai es, lambat laun menghangat, mencairkan sebongkah es batu yang seolah ia bangun dalam istana nya sendiri.nur melirik kan mata nya, samar samar dia mengucapkan syukur hari ini, dan pastinya berharap, selama nya akan seperti ini. Memang terdengar cukup egois, mengingat dialah istri muda nya, bukan yang pertama.Namun, rasa memiliki Gus Naufal seutuh nya tiba tiba hilang begitu saja dan tergantikan perih, saat nur melirik ponsel Gus Naufal yang masih menyala, tercetak jelas dari layar ponsel, foto Zahra dengan kerudung pashmina merah muda, di tambah warna lipstick yang senada, dan sedikit polesan blush-on dengan parian soft pink, membuat pipi mantan modelist itu yang sudah indah, menjadi semakin indah dengan penampilan yang mempertegas tulang pipi
Suasana di sudut gang perkampungan, nampak sebuah panti asuhan yang berdekatan dengan hamparan sawah dan aliran sungai yang biasa di jadikan sebagai sarana irigasi para petani.Sebuah nama berpapan nama panti asuhan Al ikhlas, yang berdiri di atas tanah wakafan mendiang salah satu orang kaya di kampung itu, tampak asri di antara hamparan sawah yang mulai menguning.Terlihat juga di sana, ramai akan anak anak polos tanpa dosa, bermain dan berlarian satu sama lain. Matahari yang cukup terik seolah membakar semangat mereka larut dalam permainan.Sedangkan beberapa anak yang sudah beranjak dewasa, sibuk memotongi sayur di depan beranda sambil menjaga kerumunan anak kecil yang sudah mereka anggap seperti adik kandung sendiri, dan sesekali kerumunan gadis panti, akan bertukar cerita tentang tingkah teman teman nya di kelas, dan tak jarang pula di akhiri dengan gelak tawa.Sedangkan, gadis yang paling besar di antara mereka, hanya sibuk menjadi pendengar sejati. Terkadang, seseorang pun butu
Seorang wanita cantik dengan tinggi 174 cm menatap keluar lewat Jendela mobil dengan tatapan sendu nya. Wajah yang terbiasa terhias seulas senyum, kini hanya terlihat begitu murung.Sesaat wanita itu terpaku melihat cuaca di luar yang nampak terik oleh cahaya matahari, berbeda dengan keadaan di dalam dada nya yang seolah turun hujan badai petir berkilatan saling bersahut sahutan.Gadis bermata indah dengan bulu mata lentik yang menjulang, menatap keluar jendela dengan sedih dan begitu marah. Bagaimana suami yang sangat ia cintai bisa melakukan ini pada nya? Apa pendapat orang orang yang melihat dirinya yang seorang mantan modelis harus di sandingkan dengan mantan khodimah pesantren?Zahra memejamkan mata, berusaha menahan laju air mata yang terus merengek keluar tanpa ia sendiri memintanya. Dia menaruh jari jemari nya di bawah hidung, tepat di atas bibir merah laksana ceri merah milik nya, seraya menatap cemburu pasangan yang baru saja melintas, sang wanita melingkar kan tangan nya pa
"Anda akan kena dosa karena mengganggu rumah tangga orang!" Gus Naufal mulai meninggi dan jengah, dia melangkah tajam seraya mengacungkan jari telunjuknya ke arah depan, tepat di wajah lelaki bermata elang itu. "Jangan mengusik rumah tangga saya. Atau kau akan menyesal." Gertak nya.Lelaki bernama Felix itu tersenyum miring. Lelaki Dengan badan tegap, serta tubuh atletis, seolah sedang meremehkan ancaman lawan debat nya. "Kau sedang mengancam ku? Atau menceramahi ku?" Tanya nya dengan tatapan mengejek.Gus Naufal mendengus kesal. Dan berusaha kembali bersikap tenang, meski seolah hawa di sekeliling nya terasa memanas, terbakar oleh amarah yang tercipta oleh mereka. Nyatanya, hembusan angin yang melewati pepohonan di pinggir jalan seolah tetap tak mampu menghalau suasana mencekam itu.Zahra segera menurunkan kaca mobil, lalu memiringkan kepala ke sisi belakang, guna memfokuskan ke arah dua manusia itu.Wanita bermata indah dengan alis melengkung itu harap harap cemas. "Felix, ayo pergi
Suara sepatu cukup tenang seirama dengan langkah sesosok lelaki bertubuh tinggi dan tegap, dengan kedua mata yang tajam, membuat siapapun yang menatapnya akan setuju bila lelaki di hadapannya cukup bisa diperhitungkan keberadaannya, sosok lelaki itu berjalan ke arah Zahra."Stop!" Wanita bernama Zahra hatmajaya mengarahkan tangannya ke depan, menolak lelaki itu mendekat, sosok tinggi itu seolah menulikan semuanya. "Aku bilang stop! Jangan Deket Deket sama aku." Zahra meraung cukup keras, air mata turun berjatuhan, hingga lengan dan bahu nya terguncang hebat.Lelaki itu berjongkok, mensejajarkan diri dengan wanita Yang sangat berantakan dengan hijabnya."kau marah padaku?" Tanyanya Dan Di jawab anggukan Zahra dengan tangisan Yang cukup menyayat hati.Lelaki itu mendengkus perlahan, "Aku nggak ngarep Kamu bakal maafin." Sosok lelaki itu menjeda ucapan nya. Dia memandang langit Dari kaca jendela Yang cahaya nya cukup bisa menerpa Indra penglihatan nya."Syukur Kamu sadar!" Ketus Zahra mem
Jam dinding berdecak secara beraturan, seiring dengan langkah seorang gadis yang bergerak seringan kapas menghampiri sang pemilik hati.Dengan gusar gadis pemilik bibir terbelah laksana buah delima itu mensejajari lelakinya. Dalam keterbatasan nya dia berusaha menyiapkan air hangat serta kain bersih guna mengobati luka di sudut bibir manusia yang mana Allah letakkan syurga dalam Ridho nya itu.Wanita yang sudah mengganti hijabnya dengan warna maroon berusaha duduk sejajar dengan sang suami.Luka di kaki dan tangannya sudah cukup membaik, meski dia belum yakin meski dirinya bisa berjalan nyaman tak bersandar menggunakan tongkat. Beruntung, Kiya, adik pantinya, telah mengembalikan tongkat itu, tak berselang lama dengan kepergian Gus naufal.Entah keberanian dari mana, gadis sang pemilik senyum indah itu menarik dagu suaminya, perlahan ia dekatkan ke wajah, dekat dan semakin dekat hingga nafas mereka satu sama lain pun bisa mereka rasakan masing masing di kulit wajah masing masing, teras
Wajah yang tak begitu asing bagi Felix bramaji tercetak jelas saat dia memalingkan wajahnya ke belakang. Wajah yang dahulu ia sayangi seperti saudara nya sendiri, kali ini malah membuatnya semakin risih. Namun, dia mencoba bertahan atas nama hutang Budi.Felix menghadapkan wajahnya ke depan, lalu serta Merta dia membuang nafas jengah secara perlahan dari mulutnya."Kamu jahat banget sih!" Wanita itu memukul mukul punggung Felix dengan sekenanya. "Kenapa jarang banget hubungin aku. Di chat nggak di bales, di email juga nggak pernah ada balesan. Apalagi di telpon."Felix memejamkan mata. Mengatur emosi yang sesaat hampir saja mendominasi otaknya. "Aku sibuk Vi! Kerjaan ku banyak banget!"Gadis manis dengan tahi lalat kecil di bagian kelopak mata nya itu, nampak memanyunkan bibir, lalu ia bersedekap tak terima. "Itu kan salah satu rumah sakit, calon mertua kamu, bilang aja gitu!" Usulnya kekanakan."biar mereka nggak mempekerjakan calon mantu bos mereka seenaknya."Viona, nama gadis itu.