Semua Bab Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar : Bab 11 - Bab 20
105 Bab
Bab 11
"Dek," panggil Mas Rasyid kaget. Wajahnya seketika berubah panik saat tahu aku turut keluar melihat tamu yang datang.Aku berjalan mendekati mereka bertiga yang berada di teras rumah."Nduk, ini nih, perempuan yang sudah jadi duri dalam rumah tanggamu! Berani-beraninya dia datang ke rumah ini! Sudah kayak ngga punya malu aja mereka berdua ini!" kesal Bulik sambil menunjuk wajah perempuan itu dengan jari telunjuknya.Mataku menatap wajah perempuan yang tampak lebih dewasa dariku itu dengan pandangan menyelidik. Wajah yang sedikit terlihat lebih lembut dari yang di foto kemarin. Melihat wajahnya di depanku dan ingatan tentang foto itu kembali menyelinap dalam kepalaku, membuat bahuku bergidik ngeri. Ngeri bercampur dengan rasa perih di dadaku."Mas memintanya datang kemari?" tanyaku penuh selidik. Seharusnya pagi ini kami berangkat ke kota tempat Mas Rasyid mengajar, tetapi kedatangan perempuan ini membuat rencana kami gagal. Dan luka ini, makin perih saat melihat keberaniannya datang k
Baca selengkapnya
Bab 12
"Mbak!" panggil Aisyah yang seketika membuat langkahku terhenti. Aku menoleh sejenak, menunggu apa yang hendak diucapkannya."Aku sungguh minta maaf. Aku datang untuk mengajakmu tinggal bersama kami di Surabaya. Aku ingin kita menjadi saudara," pinta Aisyah seperti tidak memiliki rasa bersalah sedikitpun.Aku tersenyum sumbang. Bagaimana bisa dia berkata seperti itu?"Enak saja! Saudara macam apa yang merusak rumah tangga saudaranya sendiri?" sela Bulik tak terima. Ia pun turut bangkit dari duduknya dan menyusulku masuk ke dalam."Saya tahu, cara saya memang salah. Tapi tolong izinkan saya menebus kesalahan dengan menjadikan Mbak sebagai saudara saya." Aisyah berjalan mendekatiku."Sudahlah, jangan memaksa. Kamu pulang saja dulu, biar aku dan Anita bicara berdua," ucap Mas Rasyid mencegah Aisyah berjalan ke arahku."Sayang, izinkan aku berusaha bicara pada Mbak Anita. Aku sungguh ingin menjadi saudaranya.""Tapi saya yang tidak ingin menjadi saudara kamu. Tolong hargai keputusan saya.
Baca selengkapnya
Bab 13
"Mengapa, Bu?" tanya Aisyah tak setuju."Biarkan mereka pergi tanpamu, kita tidak bisa mengukur dalamnya luka seseorang. Alangkah lebih baik jika kamu memberi kesempatan kepada Rasyid dan Anita untuk pergi tanpa ada seseorang yang menjadi sumber kekacauan ini," balas Ibu.Aisyah menghela napas panjang. Ada rasa berat untuk menuruti perintah Ibu. Ia menatap Mas Rasyid seperti sedang memohon pembelaan. Sayangnya, Mas Rasyid sepertinya enggan peduli."Tapi, Bu-""Hargai mereka. Sudah baik Anita berbaik hati menerima kehadiranmu, jangan menambah luka dalam hatinya semakin dalam."Aku membuang napas kasar. Percuma saja mengatakan hal itu pada perempuan yang urat malunya sudah dihilangkan oleh Allah. Dia tidak akan bisa mengerti apa yang menjadi tujuan Ibu melarangnya pergi bersama kami."Ngga apa-apa, Bu. Biarkan Aisyah ikut. Kasihan Mas Rasyid nanti kalau perjalanan balik ke sini ngga ada yang nemani," ucapku menengahi.Mengalah lebih baik dari pada merebut dia yang sudah dengan sadar mem
Baca selengkapnya
Bab 14
Saat mataku terbuka aku sudah berada di ruangan dengan langit-langit ruangan berwarna putih. Aku berada di atas ranjang yang sisi kanan dan kirinya terdapat pagar pengaman disertai dengan tiang berselang yang terhubung dengan jarum di punggung tanganku. Di sekeliling ranjang yang kutempati ditutup dengan kelambu berwarna hijau sage sehingga aku tidak dapat melihat aktivitas di luar kelambu tersebut.Aku hanya bisa mendengar banyak suara di luar ruangan yang ditutup kelambu ini. Ada yang sedang merintih kesakitan, ada yang berbicara dan aku tak mampu untuk mendengar lebih jelas lagi karena kepalaku terasa berat."Nduk, kamu sudah sadar?" tanya Bulik saat aku tengah memijit kepala dengan tanganku sendiri."Kenapa Anita bisa ada di sini, Bulik? Apa yang terjadi? Seingatku tadi aku sedang mengantar Mas Rasyid balik bersama dia." Aku berujar dengan suara lirih, bahkan terkesan kupaksakan."Kamu pingsan. Dirawat di sini dulu yo? Badanmu pucat begitu." Bulik duduk di kursi besi berbentuk bul
Baca selengkapnya
Bab 15
"Astagfirullah, Nduk! Istighfar Nduk, istighfar!" cecar Bulik saat melihat pergelangan tanganku sudah mengeluarkan darah segar bekas goresan silet yang kupegang. Dengan cepat tangan Bulik meraih silet yang sudah berlumuran darah dari tangan kananku. Bibirnya terus saja mengomel sambil bergerak cepat mengambil tisu untuk mengusap darah yang masih saja mengalir."Ros! Rosii!" teriak Bulik sambil terus memegang luka sayatan. "Ambilkan kotak p3k."Sementara aku diam saja, sedikit banyak darah yang keluar itu membuat tubuhku terasa lemas. Perihnya luka fisik bercampur dengan perih di hati membuatku makin erat memejamkan mata, menikmati rasa yang tak bisa kugambarkan dengan kata-kata.Rosi datang dengan cepat sambil membawa kotak obat. Ia merawat lukaku dengan baik tanpa banyak bicara seperti Bulik."Ngapain kamu kayak gini! Jalan hidupmu masih panjang, masa depanmu dan Naila juga panjang. Tanpa Rasyid atau dengan adanya Rasyid bersama perempuan itu kamu harus tetap kuat. Tidak ada yang bi
Baca selengkapnya
Bab 16
"Cerai? Jangan bercanda, Dek!" ucap Mas Rasyid tak terima. Ia mengubah posisinya menjadi duduk di sebelah dan menghadapku. Binar matanya menyiratkan rasa cemas yang amat sangat.Ya, sengaja memang. Harus begini agar Mas Rasyid tahu rasanya kehilangan orang yang dicintainya. Ini juga sebagai pelajaran agar ia menjaga hati dan perasaannya untuk wanita yang telah mengabdi padanya. Jika pun kami telah bercerai, ini harusnya bisa jadi pelajaran untuk wanita yang akan hadir dimasa depannya.Dendam? Tidak. Aku hanya ingin dia belajar bagaimana caranya mensyukuri nikmat."Aku ngga bercanda, Mas!" pekikku seraya menatap matanya tajam. "Lalu bagaimana dengan Naila? Apa kamu tega membiarkan Naila hidup tanpa bapak?" Sorot mata itu kian sayu seiring dengan nada bicaranya yang mulai melemah. Tingginya nada suaraku rupanya cukup membuatnya sedikit tersadar."Naila pasti akan mengerti, Mas. Lagi pula aku tidak minta diceraikan sekarang, aku akan menunggu dua bulan lagi sampai Naila selesai ujian ak
Baca selengkapnya
Bab 17
Sejak setelah sarapan, aku selalu mengamati gerak-gerik Mas Rasyid. Hatiku masih tak percaya dengan apa yang terjadi ini. Sungguhkah apa yang terjadi semalam adalah bagian dari rencananya untuk membuatku terikat padanya dan tetap berada di sisinya sekalipun badai sedang menerjang?Sungguh, egois jika memang benar demikian. Tapi sayangnya, aku sudah meminum obat penangkal yang akan menghentikan apa yang diharapkannya. Bukan aku ingin membunuh calon janin yang sudah terlanjur masuk ke dalam rahimku, hanya saja aku mencoba menghentikan apa yang seharusnya tidak terjadi sebab aku butuh waktu untuk menenangkan diri.Menambah momongan tidak bisa hanya diinginkan oleh satu pihak saja, harus berdasarkan keputusan bersama. Karena istri juga akan turut menanggung semuanya, terlebih jarak kami yang sudah terbentang jauh. Akan berat untukku menjalani jika memang benar-benar aku mengandung. Bahkan aku tak bisa membayangkan bagaimana kami akan merawat anak itu nanti setelah hatiku tak sepenuhnya u
Baca selengkapnya
Bab 18
Aku melengos. Bosan mendengar permintaannya yang itu-itu saja. Selalu memintaku untuk menghargai orang lain tapi mereka lupa caranya menghargaiku."Dek, dia sudah datang jauh-jauh untuk mendekatkan dirinya padamu dan Naila. Sambut dia sebagai wujud kepedulian terhadap sesama," ucap Mas Rasyid sedikit meyakinkan.Aku menghadapkan wajahku ke arah Mas Rasyid lagi. Mataku menatap wajah yang sedang memohon di depanku dengan tatapan memohon. Seharusnya ia tahu bahwa di dalam mataku terdapat kobaran amarah yang tercipta karena perbuatannya. Tapi sayang, ia tidak mau tahu akan hal itu."Sudahlah, Mas. Aku bosan dengan permintaanmu yang seperti itu. Aku memberi izin kamu menikah dengan dia, tapi jangan paksa aku untuk menerima kehadirannya di rumah ini. Ini berat buatku, Mas! Tidakkah kamu sadar bahwa ini menyakitiku?""Mas tahu. Kamu hanya butuh waktu untuk bisa menerimanya di sini. Maka belajarlah untuk hal itu mulai saat ini. Hargai dia karena sudah berbaik hati untuk mau dekat denganmu."A
Baca selengkapnya
Bab 19
"Naila salim dulu sama Ibu," ucap Mas Rasyid pada Naila. Ia hendak pulang untuk mengantar Naila ke tempat Ibu. Sebenarnya aku ingin Naila tetap di sini bersamaku, demi sebuah rencana yang ada di pikiranku. Tetapi Mas Rasyid bersikeras untuk membawa Naila pulang.Wajah Naila tampak berat untuk pergi setelah mendengar perdebatan aku dan Mas Rasyid barusan. Perubahan yang terlihat di wajahnya itu seperti ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya."Besok kan Naila bisa ke sini lagi sama nenek setelah pulang sekolah. Sekarang Naila pulang dulu," rayu Aisyah. Ia merangkul bahu Naila untuk dituntun ke arahku."Benar ya, Yah, besok Naila boleh ke sini lagi? Naila tidak mau jauh-jauh dari Ibu. Naila mau nungguin Ibu," ucap Naila dengan suara berat sambil menatap Mas Rasyid dengan pandangan memohon."Boleh, Sayang. Besok kan kamu harus sekolah, kalau besok pagi berangkat dari sini Ayah bisa terlambat." Mas Rasyid menimpali.Mendengar penjelasan ayahnya, Naila tak lagi menyangkal. Ia tak berani
Baca selengkapnya
Bab 20
"Mbak, Mbak Nita," panggil seseorang yang seketika membuatku tersadar dari buruknya mimpi.Mataku mengerjap mencari Naila di sisiku. Seketika aku mengangkat badan untuk mencari keberadaan putriku itu."Dimana Naila?" ucapku panik. "Tadi dia badannya panas sekali," racauku lagi sambil mengitari sekeliling dengan dua ekor mataku.Dahi Aisyah mengernyit. Ia menatapku keheranan. Kemudian mengambil segelas air yang ada di atas nakas dan diulurkannya padaku."Minum dulu, Mbak. Mbak pasti mimpi buruk tadi," ucap Aisyah lagi. Ia mengamatiku yang sedang meneguk air dalam gelas pemberiannya dengan sabar.Usai menelan separuh air dalam gelas itu, barulah aku sadar sepenuhnya bahwa itu hanyalah mimpi. Tetapi mimpi itu terasa nyata dan seperti bukan mimpi. Lalu, apakah aku akan memaksakan diri pergi dengan kondisi seperti ini? Bagaimana jika apa yang kualami dalam mimpi tadi terjadi di dunia nyata? Kepalaku menunduk seketika. Bahuku jatuh seiring dengan helaan napas panjang dan dalam yang keluar
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status