All Chapters of Hijrah yang Tak Kau Hargai: Chapter 11 - Chapter 20
57 Chapters
Bab 11 Merasa Tersingkirkan
Di rumah aku menjadi sasaran mbak Namira. Selalu ada yang diributkannya. Ia selalu mencari masalah denganku. Itu hanya masalah sepele."Bu. Ada lihat ayam gorengku?""Memang ada apa?""Lauk makan siangku hilang, Bu. Siapa yang makan?""Mungkin tikus. Banyak tikus disini ngambil makanan.""Heran kok bisa? Siang gini ada tikus!""Jangan taruh sembarangan makanannya.""Biasanya gak hilang kok. Baru kali ini lauk makan bisa hilang. Siapa sih yah ngambil?""Jangan marah gitu. Mungkin memang dimakan tikus.""Aneh."Orang di rumah diam saja. Tak ada yang berani melawan iparku. Dia terus menggerutu. Mengeluh dan menyalahkan orang sekitar. "Sudah, Namira. makan saja yang ada.""Anakku, mana mau makan itu, Bu. Aku sudah belikan ayam goreng malah hilang!"Aku di rumah merasa tak enak hati. Ingin pergi saja rasanya. Seolah aku juga bersalah dengan ini. Padahal aku tidak tahu apa-apa."Kamu masih saja pakai kerudung di dalam rumah." Ucap Mbak Namira."Aku nyaman kayak gini, Mbak.""Panas-panas gi
Read more
Bab 12 Pergi Bersama
Lama kelamaan disini aku makin tak nyaman. Seolah akan diusir oleh mereka. Bukan di rumah saja. Tetangga dan orang sekitar sini juga demikian. Sebaiknya apa yang harus kulakukan?Aku coba menenangkan hatiku yang kacau. Kuambil air wudhu saat sepertiga malam. Aku ingin salat tahajud. Mudah-mudahan Allah memberiku petunjuk. Andai ada tempat yang nyaman buatku. Tapi tak ada. Aku masih belum menemukannya sekarang. Aku masih nyaman di tempat kemarin. Ada mbak Rumaisya disana. Pindah kesini malah membuatku tak tenang. Aku ingin pindah. Namun mas Hakim tak ingin mencari tempat lain. Aku pasrah tinggal disini. Sakitnya hati membuatku menangis."Kenapa kamu?"Mas Hakim muncul di hadapanku. Ia melihat aku yang menangis sesenggukan."Ada masalah apa?""Aku tak bisa lagi disini, Mas.""Kamu ini seharusnya jadi istri itu harus bersyukur. Tinggal di rumah ibuku malah tak betah.""Bagaimana bisa betah, Mas? Orang banyak menaruh curiga padaku. Padahal aku tak pernah sedikitpun melukainya.""Mangkany
Read more
Bab 13 Merasa Tersudut
Hari ini aku bisa jalan bersama mbak Rumaisya. Bahkan aku telah ke rumahnya. Sangat bahagia sekali. Pulangnya aku dijemput mas Hakim. Kami pun pulang ke rumah. Seperti biasa, setiap pulang disambut muka masam mbak Namira. Ia masih belum pulang ke rumahnya. Suaminya pergi keluar kota. Ia memutuskan menginap di rumah mertuaku. Apalagi kabarnya mbak Rumaisya tengah hamil muda. Dia tidak bisa pulang sendirian.Aku tambah tersudut. Mbak Namira saja yang sudah punya anak, kini hamil lagi. Sementara aku satupun belum ada. Aku tetap sabar. Namun, menyakitkannya, bila ada yang menyinggungku. Bukan hanya keluarga mas Hakim. Tetangga pun bicara demikian. "Bu, aku mau beli makanan manis ini. Kayaknya aku ngidam." Ungkap Mbak Namira."Kamu mau apa?""Mau makan buah, Bu.""Besok minta belikan suamimu.""Aku maunya sekarang.""Buah apa pinginnya?""Buah apel." "Aku mau belikan ke pasar. Tapi lagi sibuk jahit.""Aku kepingin sekarang, Bu.""Sebentar, Ibu panggil Tazkiyah dulu. Minta tolong belikan
Read more
Bab 14 Dihianati
Mas Hakim mengajakku pergi hari ini. Namun, ia menyuruhku menanti di tempat sekolahnya mengajar. Ia mengajar di sebuah Madrasah Tsanawiyah. Rencana aku akan interview lagi siang ini. Kebetulan mas Hakim pulang cepat. Ia mengajakku agar tak bolak-balik jemput ke rumah. Aku tak bisa pergi sendiri, sebab lokasi interviewnya tak kuketahui. Maklum aku bukan asli Jakarta. Jadi, aku tak tahu lokasinya. Saat itu, aku menunggunya di kantin. Kadang di mushola. Akhirnya tak berapa lama, Mas Hakim datang."Sudah selesai Mas ngajarnya?""Sudah. Aku diminta murid privatku mengajarnya hari ini. Gimana ya?""Mas mau ngajar dia?""Ya. Aku tak tahu dia minta mendadak. Kalau ditolak, aku tak dapat uang.""Yah sudah, Mas kesana saja.""Kamu gimana?""Antarkan saja aku. Nanti bisa pulang sendiri.""Benar gak apa?""Yah, Mas."Saat hendak pulang, kami malah berpapasan dengan Cynthia. Mas Hakim langsung menegurnya."Cynthia!""Yah, Pak Hakim.""Kamu tumben ke sekolah.""Saya mau mengambil ijazah."Cynthia
Read more
Bab 15 Dibandingkan dengan Muridnya
Semalaman aku menangis sesenggukan. Mataku sampai bengkak. Aku tak dapat lagi menahan tangis. Mas Hakim tak kunjung kembali ke kamar. Aku telah mencarinya kemanapun. Mungkin ia sudah pergi dari pagi tadi. Namun, kulihat tasnya masih ada di kamar. Berarti ia belum kerja."Dek.""Ya, Mbak."Aku coba tanyakan keberadaannya dengan Ivy. Dia adik perempuan mas Hakim. Ivy saat ini sedang libur kuliah. "Ada lihat mas Hakim gak?""Loh, Mbak memangnya gak tahu kemana?""Gak tahu..""Kayaknya tadi dia keluar dari kamar ibu.""Tidur disana semalam?"Tiba-tiba saja aku kelepasan bicara. Ivy bisa curiga nanti. Dikira aku bertengkar dengan mas Hakim. Apalagi kalau tahu, semalam mas Hakim tidak tidur di kamar kami. "Maksud Mbak apa tadi, tidur di kamar?""Maksud Mbak, dia dari kamar ibu tadi?""Ya.."."Jadi dia sudah keluar?""Yah, Mbak."Aku lantas mencarinya keluar rumah. Tak kunjung kutemukan ia. Sambil kutelepon dia, teleponnya tak aktif. Sampai aku melamun duduk di samping rumah. Saat itu juga
Read more
Bab 16 Kabur
Semoga tak ada hubungan lebih antara suamiku dan muridnya. Aku terus berprasangka baik. Tak ingin berpikir buruk tentang mereka. Cukuplah cara mbak Namira membandingkanku dengan Cynthia. Sangat tak pantas sekali menurutku. Apalagi aku ini adalah istri sah mas Hakim.Rasa putus asa aku disini. Kalau bukan karena mas Hakim, aku sudah pergi. Sejak kemarin aku sudah tak betah berada disini. Muncul pergolakan batin dalam diriku. Aku merasa tak ada daya lagi. Berkali-kali kucoba menguatkan diri ini sendiri. Menangis, sudah sering kualami. Sampai aku lelah meluapkan segenap kesedihan. Mengapa mereka seperti tak punya hati padaku? Selama ini aku sudah berusaha menjadi istri yang baik. Tapi masih saja dipandang sebelah mata. "Tazkiyah!""Ya.."Ada yang memanggilku. Dari suaranya seperti mertuaku. Aku langsung menghampirinya. "Ada apa, Bu?""Tolong bantu rapikan ini. Banyak sekali barangnya. Ini harus segera dirapikan!""Ya, Bu."Aku kemudian membantu mertuaku merapikannya. Hanya kami berdua
Read more
Bab 17 Kembali ke Rumah
Aku tak tahu arah kemana. Dalam pikiranku teringat mbak Rumaisya saja. Sebaiknya aku menghubungi dia. Sama sekali tak ada sanak saudaraku disini. Perkataan mas Hakim sangat menyakitkan. Hingga membuatku tak ingin kembali. "Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Ada apa Tazkiyah telepon?""Mbak Rum. Bisa aku ke rumahmu sekarang?""Yah. Mbak lagi di rumah. Kenapa kedengaran suaramu menangis? Apa yang terjadi?""Nanti akan kuceritakan pada Mbak Rumaisya. Aku lagi di jalan sekarang. Baru turun dari angkot. Sekarang aku lagi di halte. Sedang tunggu bis kota mau ke rumah, Mbak.""Apa mau Mbak jemput kesana?""Tak usah, Mbak. Aku sendirian saja kesana.""Oke, hati-hati ya!""Ya. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Aku tiba di rumah mbak Rumaisya. Betapa kagetnya ia melihatku membawa tas besar."Tazkiyah, kamu darimana?""Dari rumah, Mbak.""Banyak sekali bawakanmu. Seperti dari perjalanan jauh. Ini bawakanmu banyak dan ada tas besar.""Iya, Mbak.""Kamu tak sama Hakim?""Gak, Mbak.""Ayo du
Read more
Bab 18 Surat Perjanjian
"Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Kulihat seisi rumah tampak lengang. Tak ada yang banyak bicara. Mereka sibuk dengan urusannya. Begitupula mertuaku, dia hanya membalas salamku. Tak bicara sepatah kata pun. Aku seolah masuk ke dalam tempat asing. Tak ada yang baik untukku. Bahkan mas Hakim sendiri bersikap sama. Ini kesalahanku, keadaan ini jadi bertambah parah. Seharusnya aku bersikap lebih sabar pada mas Hakim. Kini aku seperti orang asing.Tiba-tiba perutku merasa lapar. Aku ingin makan. Namun aku segan untuk makan disini. "Mas Hakim.""Apa?""Aku belum makan siang.""Masih lapar. Tapi kamu bisa kabur.""Aku benar-benar lapar, Mas.""Ambil sendiri sana!""Tapi aku takut ibumu masih marah padaku. Aku tak enak ambil makanan.""Kamu tahu darimana dia marah? Mangkanya jangan main kabur saja.""Yah sudah aku ambil."Baru aku mau ke dapur. Lalu aku mendengar mbak Namira sedang ribut. Hingga kuurungkan untuk mengambil makanan."Sudahlah, Bu. Orang kayak gitu bikin malu saja. Aneh s
Read more
Bab 19 Tak Dianggap
Aku masih tak kunjung mendapat pekerjaan. Di rumah mertuaku, aku dipandang layaknya benalu. Padahal aku tak mengganggu siapapun. Sengaja aku tak banyak bicara di rumah. Itu agar aku tak serba salah. Namun, aku diam nyatanya masih membuat serba salah. "Zulfi, ini bajumu dicuci!""Nanti, capek aku baru pulang kerja."Mertuaku siang itu mengingatkan Zulfi. Ia menyuruhnya untuk mencuci bajunya. Zulfi memang belum belum menikah. Sehingga tak ada istri yang mengurus keperluannya. "Carikan istri buat Zulfi, Bu!" Ujar Mbak Namira."Susah mau carikan dia yang kayak gimana.""Jodohkan sama anak pak RT saja. Dia santri loh. Kayaknya mau sama Zulfi. Santri loh!"Suara mbak Namira seakan lantang menyebut santri. Aku juga ikut mendengarnya. Maklum, aku tengah mencuci piring kala itu. Dia memang menyukai santri. Mas Hakim memang latar belakangnya dari keluarga kyai. Terlebih lagi aku bukanlah seorang santri. Namun sayangnya, mereka kurang suka dengan cadar. Terlebih yang berpenampilan sunnah. Di m
Read more
Bab 20 Iparku Kembali Berulah
"Jadi istri itu seharusnya membantu tugas suami. Aku saja sedang hamil, masih bisa cari uang.""Ssst.. nanti kedengaran Tazkiyah!""Biar saja, Bu. Dia gak bosan, di rumah terus? Kalau aku gak bisa loh, Bu. Berdiam diri hanya di rumah. Kegiatan tidak ada. Coba cari uang, bantu suami. Ini Hakim sudah kerja dari pagi sampai sore. Minggu saja, dia masih sempatkan privat."Mbak Namira tak putus membicarakanku.Kenapa dia serisih itu denganku?Pertama soal aqidah, kini kerjaan. Sikapnya membuatku tambah tak nyaman disini."Orang kayak gitu pemalas." Ungkap Mbak Namira."Yah, sudah. Terpenting dia sudah bantu ibu di rumah.""Lagian aku heran. Ngakunya sarjana, masih gak kerja juga."Teramat sakit aku mendengar perkataan mbak Namira. Segitu bencinya ia padaku. Itulah yang membuat aku menutup diri. Aku segan berkumpul bersama mereka. Aku tak berani lagi bicara dengan mbak Namira. Siang itu, mas Hakim pulang cepat. Aku merasa senang. Lalu kuhampiri ia dan kusalami tangannya."Tumben pulang cep
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status