All Chapters of BOS AROGAN ITU TUNANGANKU: Chapter 11 - Chapter 20
46 Chapters
Chapter 11
Merasa percuma jika dia menegur wanita itu, Vico akhirnya melenggang pergi tanpa mengindahkan perkenalan diri Eliza.Eliza menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ada apa dengannya? Aneh." Eliza kembali membuatkan kopi yang atasannya minta. Setelah itu Eliza bergegas membawa kopinya ke dalam ruangan bosnya. Namun saat dia memasuki ruangan Reiz, Eliza sedikit terkejut mengetahui Vico telah duduk di ruangan Reiz, sang atasannya.Eliza tetap masuk dan menyuguhkan kopi milik Reiz. "Silahkan Tuan, ini kopi Anda."Vico melirik tajam ke arah Eliza. "Lihatlah, dia lebih cocok menjadi pelayan cafe daripada bekerja sebagai sekretaris. Kau ini ceroboh sekali."Sakit rasanya ketika Vico berkata dengan menghinanya. Raut wajah Eliza yang semula tersenyum ramah menjadi muram. "Apa kau bilang barusan? Dasar CEO sombong." Brak! Eliza memukulkan baki yang tadi digunakan untuk membawa cup kopi ke kepala Vico. Vico meringis kesakitan sampai berdiri dari kursinya. "Apa yang kau lakukan?""Rasakan akiba
Read more
Chapter 12
*Tanggal gajian tiba*Pagi ini Eliza berangkat kerja dengan penuh semangat. Dia melempar senyum hampir pada setiap karyawan yang berpapasan dengannya. Dari karyawan sebanyak itu, ada yang membalas senyumnya ada juga yang mengacuhkannya dan menganggapnya aneh.Setibanya di ruangannya, Eliza langsung menaruh tas dan masuk ke ruangan bosnya. Dengan raut wajah gembira dia merapikan meja Reiz, juga membersihkan debu-debu kecil dengan tisu basah dengan hati-hati. 'Ayah, tunggulah. Nanti malam aku akan pulang.'Rencananya hari ini Eliza akan meminta izin pada Reiz untuk pulang sebentar guna menjenguk sang ayah yang sakit. Dalam hati, Eliza yakin, Reiz yang baik hati akan mengizinkannya untuk cuti esok hari.Klek. Sontak Eliza menatap ke arah pintu. Eliza langsung membungkukkan badannya sedikit dan menyapa atasannya. "Selamat pagi, Tuan Reiz," sapa Eliza dengan senyum ramahnya."Pagi, El. Kau berangkat pagi sekali.""Rumah saya lumayan jauh, Tuan. Saya berusaha untuk tidak terlambat."Reiz
Read more
Chapter 13
"Tapi, Bos. Saya tidak berani," tolak Eliza terbata. "Aku yang menyuruhmu. Jadi jangan merasa takut dan lakukan saja. Aku benar-benar sedang lelah."Reiz memahami keseganan Eliza, namun dia sengaja membiarkan Eliza untuk duduk disana. Reiz tersenyum tipis sambil kembali menutup matanya.Eliza merasa canggung, namun dia juga bingung, jika sampai laporannya tidak selesai hanya karena takut duduk di kursi bosnya, itu pasti akan menjadi nilai minus untuknya. Perlahan, Eliza duduk di kursi kebesaran Reiz. Eliza sempat melirik bosnya, memastikan apakah dia sudah tidur atau sedang memperhatikannya dari sana. Mengetahui Reiz sepertinya sudah tidur, Eliza mulai merasa lega. Dia mengatur posisi nyamannya dan mulai mengetik.Namun tanpa Eliza ketahui, Reiz diam-diam memperhatikannya dari sana. Reiz sempat menyungging senyum sebelum akhirnya benar-benar lelap.Eliza mengerjakan pekerjaannya dengan cekatan. Fokusnya tidak terpecah dengan suatu apapun. Hanya sesekali dia melirik pria berwajah ta
Read more
Chapter 14
Saat jam pulang kerja dan semua tugas telah selesai, Reiz menghampiri Eliza. Dia meminta Eliza ikut dengannya dengan alasan lembur untuk urusan pekerjaan diluar kantor. "Tapi Tuan. Apa saya harus benar-benar ikut?""Kenapa? Apa kamu memiliki rencana lain?""Ya, tapi…" Eliza melihat arlojinya. "Aku rasa waktunya masih cukup. Baiklah, aku akan ikut bersama Tuan."Eliza menurut. Reiz berjalan ke luar ruangan dan meminta Eliza mengikutinya. Eliza yang sudah siap pulang, bergegas mengekor di belakang Reiz dengan langkah cepat menuju ke halaman parkir. Kali ini Reiz membawa mobil Audi keluaran terbaru. Reiz sudah duduk di kursi kemudi. Eliza berjalan ragu-ragu ke arah pintu mobil sisi lainnya. Baru kali ini Eliza akan mengendarai mobil berdua dengan seorang bos, kaya dan tampan. Vibesnya bahkan sudah seperti kisah di cerita fiksi drama korea di dalam bayangannya.Glek. Otomatis pintu mobil terbuka, membuat Eliza sedikit terjengat kaget. "Masuklah," pinta Reiz lembut. Namun bukan hanya pi
Read more
Chapter 15
"Apa kau baik-baik saja? Aku bisa memberikanmu izin berduka, El."Eliza menatap kosong di luar kaca jendela mobilnya. Dirinya enggan membuka bibirnya untuk bicara. Reiz terpaksa diam, dan menunggu Eliza bersedia bicara. Saat ini keduanya berada di dalam mobil, tepat di depan rumah mendiang ayahnya. Eliza merasa khawatir meninggalkan ibunya sendiri di rumah. Namun Eliza juga tidak mungkin membawanya ke kota."Maukah Tuan menemaniku berkunjung seminggu sekali menemui ibuku?" tanya Eliza mulai mau membuka suara."Tentu saja." Jawaban Reiz yang cepat membuat hati Eliza lega seketika. Saat itu Eliza hanya ingin ditenangkan hatinya. Meskipun Reiz memberikan jawaban yang tidak jujur pun tidak mengapa. Namun tidak bagi Reiz. Jawaban itu merupakan janji yang akan dia pegang hingga waktu yang panjang. "Baiklah. Kita bisa kembali, Bos."Reiz segera tancap gas setelah Eliza memintanya. Sialnya, di pertengahan jalan tiba-tiba huja
Read more
Chapter 16
Usai mencuci wajahnya, Eliza menarik selimut dan siap tidur. Namun sudah hampir setengah jam matanya tidak juga bisa menutup. Terdengar petir masih menggelegar di luar. Hujannya juga masih sama derasnya. Eliza menghela napas dan berusaha kembali memejamkan mata. 'Apa bos sudah benar-benar tidur?' pertanyaan itu muncul dalam benak Eliza. Dia kembali membuka mata dan melirik perlahan ke arah bosnya untuk memastikan Reiz sudah terlelap. Setelah beberapa detik mengawasi, Eliza yakin tampaknya Reiz sudah benar-benar lelap. 'Syukurlah.'Eliza sudah merasa tenang. Dia tidak akan takut dengan pemikiran kotornya tentang bosnya yang mungkin saja mencuri kesempatan dalam kesempitan. Tidak sampai lima menit setelah itu, Eliza benar-benar tidur sangat lelap. Hingga dengkuran halus terdengar lirih di telinga bosnya. Reiz yang awalnya tidur dengan posisi terlentang memiringkan sedikit tubuhnya hingga menatap ke arah Eliza. Nyatanya reiz belum tidur seperti ya
Read more
Chapter 17
Eliza terkejut ketika dirinya membuka pintu, karena Vico tepat berada di depannya. Eliza tersenyum segan, "Siang, Tuan," sapanya sembari berlalu menuju mejanya. Eliza mencari nama motel untuk mengambil nomor telponnya dari internet. Tidak sampai dua menit, Eliza sudah mengantongi nomor telpon motel tersebut. Diraihnya gagang telepon mejanya, dan jemari lentiknya menekan beberapa tombol nomor sesuai yang dia dapatkan.Setelah mendengar nada sambungan telepon untuk beberapa saat, akhirnya ada seseorang yang menjawabnya juga. "Halo, dengan motel Red Orchid?""Betul, Ada yang bisa saya bantu?" jawab seseorang dari sambungan telepon disana."Saya adalah tamu yang semalam menginap di kamar 102, ada sebuah belt yang tertinggal disana. Tolong dibantu untuk diamankan, rencananya minggu depan saya akan kembali kesana untuk mengambilnya.""Apakah pesanan atas nama Tuan Reiz?""Benar, kamar dipesan atas nama Tuan Reiz."Usai berbincang dan saling mencapai kesepakatan, Eliza memutus sambungan telp
Read more
Chapter 18
Eliza melihat arloji yang melingkar di pergelangan cantiknya. Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore, namun karena cuaca terlihat mendung, rasanya sudah seperti hampir jam tujuh malam. Beberapa kali suara dari halilintar bersahutan di atas langit. Eliza yang sangat takut akan petir langsung menutup tirai jendela ruangannya. Udara juga semakin bertambah dingin. Ini seperti dua kali lipat suhu AC yang biasa Eliza gunakan. Eliza beranjak mengambil remot control AC dan langsung mematikan AC ruangannya. Rasa dingin sudah menyentuh tulangnya, namun sayang Eliza sedang tidak membawa sweater untuk menghangatkan tubuhnya. Eliza yang sebenarnya sudah diperbolehkan pulang sejak tadi siang oleh atasannya, terpaksa tertahan di kantor. Lagipula, melihat cuaca sepertinya akan terjadi hujan deras. Eliza memutuskan untuk menunggu redanya petir untuk pulang ke rumah. Dan semoga saja hujan belum turun saat petir reda.——————————Vico mengendarai mobilnya keluar dari halaman gedung kantor. Hujan yan
Read more
Chapter 19
Susan membawa Eliza masuk ke dalam rumah. Di sofa, mereka duduk dan saling memeluk. "El. Aku sangat berduka untukmu. Aku yakin Paman sudah bahagia di surga."Eliza mengangguk, dan menguraikan peluknya. Susan menghapus air mata Eliza dengan kedua tangannya. Hati Susan sangat sakit melihat Eliza yang sedang terpuruk. Wajahnya terlihat pucat dan lemas. Hebatnya lagi, entah bagaimana Eliza bisa menahan perasaan dukanya disaat bekerja seharian tadi."Kau tahu El, jika kau tidak memberitahukan padaku bahwa kamu mendapat izin cuti. Aku sudah memiliki rencana akan mengobrak abrik kantor mu besok pagi."Eliza yang mendengar rencana brutal sahabatnya itu sontak membulatkan kedua matanya. Eliza menelan salivanya, dalam hatinya bersyukur itu tidak akan terjadi. Eliza tahu, apa yang Susan rencanakan pasti akan dia lakukan. Dan jika itu terjadi, karirnya pasti terancam. "Kamu selalu gegabah, Susan.""Lagipula, apa hebatnya bos besarmu itu? Aku tidak takut padanya. Tapi untung saja dia berubah piki
Read more
Chapter 20
"Eliza, hari ini ada jadwal apa?" tanya Reiz ketika baru saja membuka pintu ruangan lantai sepuluh.Reiz sontak menghentikan langkah. Bibirnya menyungging senyum, hatinya menertawakan kebodohannya. Bagaimana dia bisa lupa, jika Eliza sedang mengambil cuti duka hari ini. Bahkan dia sendiri yang memberitahu Eliza kemarin.Reiz menggeleng pelan sambil menutup pintu, lalu kembali melangkah memasuki ruang kerjanya. Di kursi kebesarannya, Reiz melakukan rutinitas paginya. Memeriksa beberapa dokumen yang sudah Eliza kerjakan sebelum dia pulang kemarin. "Dia sangat berbakat," gumam Reiz ketika memeriksa setiap detil pekerjaan yang diberikan padanya. Seharian ini Reiz akan menghabiskan waktu dengan bekerja di ruangannya. Persiapan acara grand launching aplikasi digital sudah 99 persen. Semua biaya anggaran juga telah terhitung rapi di pembukuan yang dikerjakan Eliza dan siap dilaporkan pada sang kakak.Kring-kring!Reiz mengambil gagang telepon dan menjawab panggilan. "Halo?""Apakah persia
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status