Semua Bab Status Kontrak dengan Kakak Angkat: Bab 11 - Bab 20
57 Bab
Bab 11. Pov Revan part 2
 Tin! Tin! Tin! Bip! Bip!Suara monitor tanda vital menggema di seluruh ruangan ICU tempat Liana kini terbaring. Sudah hampir satu tahun sejak kecelakaan naas itu terjadi, Liana belum juga tersadar dari komanya. Namun, aku bersyukur, Tuhan masih memberikan kami kesempatan hidup setelah kejadian tabrakan itu. Walaupun Liana, hanya bisa hidup dengan bantuan dari alat-alat medis yang menempel pada tubuhnya."Maaf, aku datang terlambat, Ana!" ucapku lembut dekat dengan telinga sebelah kanan Liana.Aku sengaja membuat tempat ini khusus untuk Liana. Lokasinya berada di dalam salon Kecantikan Nonamuda. Dengan begitu, papa tidak menyadari nya. Dengan dokter dan perawat terbaik yang kudatangkan khusus untuk menjaga Liana di sini. Bukan tanpa maksud aku menempatkan Liana di sini. Semua demi menyelamatkan hidupnya. Papa yang mengetahui Liana masih hidup pasca kecelakaan itu, terus berusaha mencari cara untuk melenyapkann
Baca selengkapnya
Bab 12. Kontrak Perjanjian
 Azila kini tengah berada di dalam sebuah mobil bersama seorang asisten yang telah Revan tugaskan untuk menjemputnya. Sesuai janji Revan tempo hari, ia akan mengirimkan seseorang untuk menjemputnya. "Kamu mau bawa saya ke mana? Ini bukan jalan menuju apartemen Revan, bukan?" tanya Azila pada Asisten Revan yang belum dia tahu siapa namanya. Tadi asisten itu hanya memperkenalkan dirinya tanpa menyebutkan nama. "Maaf, Nona. Saya diperintahkan untuk membawa Nona ke kediaman keluarga Tuan Yudistira yang berada di jalan Cenada. Tuan muda dan Nyonya besar sudah menunggu Anda di sana," jelas asisten itu pada Azila. "Jalan Cendana? Sepertinya aku pernah melihat sebuah tulisan 'Jalan Cendana' di buku harian ayah yang tak sengaja kutemukan ditumpukan buku-buku lamaku dulu. Tapi aku lupa jalan Cendana nomor berapa waktu itu? Apakah tempat itu, tempat di mana ayah dulu bekerja?" ucap Azila dalam hatinya, tiba-tiba setel
Baca selengkapnya
Bab 13. Kembali Histeris
  "Aaaaaaaa ...! Kamu bukan anakku! Kamu bukan anakku! Kamu bukan Liana? Di mana Liana? Di mana Liana?" Ibunya kembali histeris setelah sadar kalau Azila bukan anaknya. Seperti singa yang akan menerkam mangsanya, sang nyonya besar melotot tajam ke arah Azila. "Zila, sebaiknya kamu mundur. Saat ini kondisi mama sangat di luar kendali. Itu bisa membahayakan dirimu!" seru Revan agar Azila menjauh dari sang ibu. Azila tidak mengindahkan ucapan Revan, ia malah berjalan mendekatinya. "Ma, Mama sama sekali tidak mengenaliku? Apa hanya Liana yang ada di hati mama?" batin Azila sedih. Bugh! Seketika gelas yang sedari tadi ia pegang langsung melayang mengenai kepala Azila. Prang! Serpihan pecahan gelas langsung berserakan di lantai. "Ya Allah, apa ini?" Azila terkejut dan tidak sempat mengelak. Ia memegang kepalanya, ada cairan hangat yang tiba-tiba merembes
Baca selengkapnya
Bab 14. Sebuah Foto Lawas
"Huahh!" Azila kembali terbangun. "Duh, kebiasaan deh, kalau lagi enak-enak tidur kebangun cuman pengen ke toilet. Tapi, toiletnya yang mana?" Azila mengucek kedua bola matanya, rasanya ia berat untuk melangkahkan kakinya. Saat ia hendak turun dan memakai sandalnya, Azila melihat salah satu gorden tersibak.      "Astaghfirullah, yang tadi itu apa?" Azila yang masih dalam mode setengah sadar langsung terperanjat melihat salah satu gorden yang tadi tersibak. Ia kembali mengucek kedua bola matanya. "Ya Allah, itu apa?" gumamnya pelan.      Gegas ia mencari stop kontak untuk menyalakan lampu kamarnya. Tapi naas ia tidak menemukan tombol tersebut. "Aduh, di mana tombol stop kontaknya ya? Rumah orang kaya ribet," rutuknya. Walaupun lampu tidur yang ada di meja menyala, tapi itu tidak cukup untuk menerangi seluruh kamar yang luas ini.      Karena sudah tidak tahan dengan ala
Baca selengkapnya
Bab 15
 Setelah Revan pergi beberapa saat yang lalu, Mbok Karsih ikut berpamitan untuk kembali ke dapur dan menyelesaikan pekerjaan rumah yang lainnya. Azila mengekor di belakang Mbok Karsih, karena tidak tahu harus berbuat apa di rumah Revan yang sangat besar ini. Apalagi Revan melarangnya untuk masuk ke kamar ibunya. Itu membuatnya kehilangan kesempatan untuk lebih dekat dengan ibunya sekarang.  "Mbok, saya boleh bantu?" Azila menawarkan bantuan ketika melihat Mbok Karsih sedang meracik bahan makanan. "Ndak (tidak) usah toh, Non. Ini pekerjaan si Mbok, Non Zila duduk saja," tolak Mbok Karsih. "Saya bosen, nggak ada yang bisa saya kerjain di sini. Oh iya, kalau stop kontak lampu yang ada di kamar Liana di sebelah mana ya, heheh," kekehnya pelan sambil menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak terasa gatal. "Oh, lampu di rumah ini semua me
Baca selengkapnya
Bab 16
Revan sepertinya terkejut mendapat penuturan Azila. Beberapa saat kemudian, Revan menyuruh Mbok Karsih dan Marni untuk memeriksa kondisi ibunya. Saat Azila akan masuk, Revan langsung menahannya.  "Jangan masuk, kau ikut denganku kita bicara di ruang kerjaku!" titahnya.  "Tapi, ibumu?" sela Azila.  "Ada Mbok Karsih dan Marni yang akan mengurus mama," jelasnya.  Mereka langsung masuk ke dalam lift. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut Revan ataupun Azila. Mereka membisu larut dalam pikirannya sendiri.  "Mama sedang mengobrol dengan seseorang? Apa maksud ucapanmu?" tanya Revan sesaat setelah mereka masuk ke ruang kerjanya.  "Iya, tadi aku seperti mendengar ibumu berbincang denga
Baca selengkapnya
Bab 17
Seketika, manajer yang ternyata bernama Sofia itu, langsung berhambur memeluk Revan."Revan, aku sangat merindukanmu. Aku minta maaf, semua salahku," Sofia terisak di pelukan Revan. Revan tidak membalas pelukan Sofia, dia hanya terdiam dan membisu. "Kak Revan, sebaiknya kita pergi ke tempat lain. Di sini harganya sangat ma--" ucapan Azila seketika terpotong saat tidak sengaja ia melihat Revan sedang berada dalam pelukan seorang wanita. Setetes cairan hangat tiba-tiba membasahi pipinya. Gegas ia menyusut cairan hangat yang tiba-tiba datang dan mendesak keluar dari matanya itu. "Kenapa aku harus menangis, apa hakku? Aku bukan siapa-siapa baginya. Tapi mengapa, hati ini begitu perih saat melihat dia berada di dalam pelukan wanita lain?" Azila memalingkan wajahnya, ia tidak kuat melihat adegan yang ada di hadapannya. ***[Zila, kamu di mana?] pek
Baca selengkapnya
Bab 18
 Setelah Revan keluar meninggalkan butik, ia pergi ke lantai paling atas mall, hanya untuk berteriak melepaskan semua penat dan sakit hati yang kembali hadir mengisi relung hatinya. Kehadiran Sofia yang tidak pernah ia duga, membuka kembali kenangan dan luka yang sudah ia kubur rapat sejak dua tahun silam. "Apakah semua perkataannya bisa kupercaya? Sialan! Arrrrrggggggghhhhh ...."  Setelah dirasa tenang, Revan baru tersadar bahwa tadi dia datang ke mall ini bersama seseorang. "Azila? Ya ampun aku sampai melupakan gadis itu!" Beberapa kali ia mencoba menghubungi ponsel  Azila, namun sayang si empunya tidak menjawab panggilan darinya. Pikirannya bertambah kacau, serangan panik itu datang kembali. Gegas ia mengeluarkan obat dari kantong celananya. Kecelakaan Liana menjadi penyebab ia harus terus mengkonsumsi obat ketika serangan panik itu tiba-tiba datang. Setelah Revan berh
Baca selengkapnya
Bab 19
03.40, angka yang kini tertera di ponsel milik Azila. Sudah hampir 40 menit alarm ponsel itu berbunyi. Namun, Azila masih belum menampakan tanda kehidupan untuk segera mematikan alarm tersebut.   "Bangun, Nak!"   Azila seketika terperanjat dari tidurnya. Masih setengah sadar, ia menyentuh pipinya yang nampak masih hangat bekas sentuhan seseorang yang baru saja membangunkannya.   "Astaghfirullah, siapa yang baru saja membangunku? Rasanya yang tadi itu bukan sebuah mimpi. Sentuhannya masih bisa kurasakan dengan jelas. Hembusan napasnya masih terasa hangat dekat telingaku." Azila memejamkan matanya mencoba merasakan kembali sentuhan lembut itu. Lamunannya seketika terhenti ketika alarm ponselnya kembali berbunyi, membuat Azila tersadar sepenuhnya kalau yang baru saja ia rasakan dan dengar hanya sebuah mimpi belaka.   Azila yang suda
Baca selengkapnya
Bab 20
 "Boneka cantiknya diculik? Maksudnya apa?" Azila benar-benar tidak mengerti apa yang sedang nyonya Raihanah ucapkan.   "Boneka cantiknya diculik, mereka ja-hat! Mereka culik boneka cantiknya," rengek Raihanah menunjuk tumpukan boneka yang ada di sebuah meja.   "Mama tenang, ya! Tidak ada yang mau culik boneka cantiknya, Liana bakal jagain semua boneka mama supaya tidak ada orang yang berani ganggu Mama. Tuh! Semua boneka cantiknya ada di atas meja, 'kan?" tunjuk Azila ke arah tumpukan boneka di atas meja.   Tiba-tiba tanpa diundang sebuah cairan bening melesat keluar membasahi pipi Azila. Rasa sakit yang teramat perih, kembali ia rasakan ketika berada di dekat nyonya Raihanah.   "Ya Allah, aku tidak tega melihat wanita ini. Dia sering meracau, berbicara hal yang sama sekali tidak kumengerti. Apa yang sebenarnya terj
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status