All Chapters of Status Kontrak dengan Kakak Angkat: Chapter 31 - Chapter 40
57 Chapters
Bab 31
"Maaf, Mbak, sa-saya lupa!" bisik suster-- yang sudah mengurus Raihanah semenjak dua tahun lalu, dekat telinga sebelah kanan Azila. Sebelumnya Azila memang pernah bercerita kepada suster Reni perihal dirinya. Pandangan suster itu kini tertuju pada Raihanah yang sibuk memainkan bonekanya. "Sepertinya nyonya nggak denger apa yang tadi kita obrolin, Mbak, beliau masih sibuk dengan mainannya. Kasihan ya, nyonya!" ujar suster Reni iba. "Iya, saya juga nggak tega lihat kondisi mama, tapi setidaknya sekarang mama jauh lebih tenang, 'kan?Semoga saja mama memang tidak mendengar yang tadi saya ucapkan. Sebaiknya Suster Reni temenin dulu mama, sebentar lagi saya selesai." Dari pantulan cermin Azila dapat melihat apa yang sedang Raihanah lakukan; kembali ke masa kanak-kanak; bermain dengan banyak boneka di sekitarnya. Suster Reni mendekati sang nyonya besar dan mengajaknya untuk main bersama. "Hallo, sekarang main sama Sus Reni, ya! Boleh pinjem bonekanya?" Suster Reni mengambil satu boneka be
Read more
Bab 32
 Suster Reni menghampiri Azila yang terlihat termenung di dekat lemari sang nyonya besar.  "Sudah selesai, Mbak?" Suster Reni menepuk pundak Azila, sontak ia langsung terperanjat.   "Eh, i-iya. Saya sudah selesai. Gimana mobil ambulansnya sudah datang?" tanya Azila gugup.   "Sudah, mobil ambulansnya sudah ada di depan. Nyonya juga sudah dibawa oleh Pak Dirman dan yang lainnya ke ambulans. Sini biar saya saja yang bawa baju nyonya!" seru Sus Reni menawarkan diri membawa koper milik Raihanah.    Azila bergegas memasukkan foto itu ke dalam saku celananya. 'Ya Allah, apalagi ini? Sebenarnya siapa pelaku yang sudah memukulku di taman tempo hari?'  Azila menemani Raihanah di dalam ambulans sementara Sus Reni berboncengan sepeda motor dengan Pak Darmin. Sepanjang perjalanan ke rumah
Read more
Bab 33
Dengan sinar senter handphone yang diarahkan ke arah wajahnya, orang itu berhasil membuat Azila ketakutan. "Waaaaaau ...." Azila lantas menyibakkan salah satu lengannya dan memukul-mukul orang yang kini tengah membuatnya ketakutan sedangkan sebelah tangan lainnya menutup wajah dan matanya yang terpejam. "Pergi! Pergi sana! Jangan ganggu!" "Aw! Aw! Aw! Ampun, sakit, Zil!" rintih orang itu menerima pukulan Azila yang bertubi-tubi. Gadis yang kini menggunakan sweater itu seketika menghentikan pukulan ketika mendengar orang itu meminta ampun. 'Suaranya familiar banget?' Ia memberanikan diri untuk membuka mata. "Ya Allah, ternyata 'Kak Revan hantunya!?" "Sorry!" Revan mengangkat dua jari ke atas dan memperlihatkan deretan giginya yang rapi untuk menutupi kejahilannya pada Azila. "Nggak lucu!" dengus Azila kesal dengan kelakuan konyol 'kakaknya'. Ia berlalu tanpa memperdulikan pria yang baru saja membuat jantungnya berdebar. "Maaf, aku cuman bercanda. Ternyata kamu takut sama ha
Read more
Bab 34
 Jam di dinding sudah menunjukkan angka 02.30 WIB, tapi Azila masih saja terjaga. Kejadian saat tiba-tiba Revan kembali memeluknya --untuk kali kedua, membuat gadis ini tidak bisa mengendalikan hatinya. Sosok pria yang kini tengah terlelap di sebuah sofa empuk, di samping kiri bed pasien, berhasil mencuri hatinya. Ia nampak tertidur pulas karena terdengar suara dengkuran halus di sana. Cukup lama gadis bermata coklat itu menatap pria di hadapannya. Hembusan angin yang berasal dari pendingin ruangan tidak mampu mendinginkan hati yang sedang terbakar api asmara, hingga tanpa sadar dia berkata, "kamu, anugerah terindah yang tidak bisa kumiliki. Perjanjian ini membuatku harus mengubur dalam perasaan yang sudah mulai tumbuh saat pertama kali melihatmu. Apalagi ... jika nanti terbukti kita adalah saudara," gumamnya lirih. Ia menarik napas dan menghembusnya lagi perlahan. 
Read more
Bab 35
Suster Reni terkejut mendapati sang tuan tiba-tiba berdiri tepat di hadapannya. 'Bagaimana bisa Tuan Yudistira tahu kalau nyonya Raihanah ada di rumah sakit ini? Aduh, mana ada Mbak Azila di dalam, gimana ini?' "Apa benar, istriku dirawat di sini?" tanya pria paruh baya--yang terlihat berkelas dan berwibawa--dengan setelan jasnya yang nampak mahal. "Be-benar, Tu-Tuan," jawab suster Reni gugup. Baru kali ini dia berhadapan langsung dengan Yudistira. Hanya satu kali bertemu itu pun satu tahun lalu saat pemakaman palsu Liana. Tapi pesona seorang presdir seperti pria di hadapannya ini, tidak bisa begitu saja lepas dari ingatan suster Reni. Saat hendak melangkahkan kaki memasuki ruang rawat Raihanah, tiba-tiba suster Reni menghadangnya. Dengan sigap kedua bodyguard yang terus berada di belakang sang bos besar itu langsung mencekal lengan suster Reni. "Maaf, Tuan! Nyonya Raihanah sedang istirahat. Tadi dokter berpesan, jangan diganggu!" ucapnya lancang--mencoba menahan agar Yudistira tid
Read more
Bab 36
Azila nampaknya sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi pada dirinya. Ia mulai menutup kedua mata yang sudah mulai terlihat berair, dengan mulut yang masih komat-kamit, terus menyebut nama Tuhan. Berharap payung keberuntungan menaunginya kini. Tangan pria itu mulai menyibak gorden yang ada di depannya--perlahan. Andai semua bisa mendengar jantung gadis yang sedang bersembunyi di sana berdetak tak karuan. Sreek! Gorden seketika terbuka. Namun, belum sempat Yudistira melihat ke arahnya, seseorang telah menepuk pundaknya. "Papa! Sedang apa di situ?" tanya pria muda yang masih menggunakan setelan jas kantornya. Dengan napas yang masih terengah-engah karena harus berlari menuju ruang rawat Raihanah yang jaraknya cukup jauh dari pintu depan. Bertempat di lantai satu membuatnya tidak bisa menggunakan lift untuk bisa segera tiba di ruangan ini. Seketika Yudistira berbalik dan melihat ke arah orang yang telah menyapanya. "Revan?" ucapnya dengan terkejut. Ternyata untuk kesekian kalinya,
Read more
Bab 37
"Ya Allah, Mbak, tadi itu ... bikin jantung saya mau copot, lho. Saya takut tuan Yudistira lihat Mbak Zila," ujar suster Reni setelah Azila menutup panggilan teleponnya. "Apalagi, saya, Sus! Kayak ada malaikat maut datang, saya udah pasrah kalau tadi sampai ketauan. Mana kalau lagi tegang bawaannya kebelet pengen BAK." Azila kembali menghela napas panjang, setelah beberapa saat yang lalu ia berada di bawah tekanan yang membuat otak dan tubuhnya sangat tegang. "Iya, Mbak. Alhamdulillah Den Revan datang tepat waktu, ya. Kalau nggak ... Ya Allah, saya nggak bisa bayangin!" Suster Reni menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, mengingat kejadian yang baru saja terjadi. "Makasih, ya, Sus sudah mau bantu saya. Saya berhutang budi sama Suster. Cuman sayang--" ucapan Azila terpotong. Ia nampak sedang memikirkan sesuatu. "Sayang kenapa, toh, Mbak?" tanya suster Reni heran setelah melihat perubahan ekspresi pada wajah gadis di depannya. "Sayangnya, tadi saya nggak sempet lihat wajah
Read more
Bab 38
 Sesaat, gadis itu masih terdiam, memikirkan arti mimpi yang baru saja ia alami. "Rasa-rasanya aku pernah mengalami mimpi itu ketika kukecil? Sebuah buku catatan yang disimpan di sebuah kotak hitam, Apa maksudnya? Apa memang dulu ... ayah pernah menyimpan sebuah buku catatan di kotak hitam itu? Kotak hitam, di mana aku pernah melihat kotak itu?" Azila memijit keningnya yang mulai terasa sakit. Walaupun gadis itu memaksa otaknya untuk berpikir, tetap saja kotak itu tidak ada dalam memorinya. "Di mana ..? Arrgghh!"  Sebelum tidur, gadis yang kini tengah memakai piyama lengan panjang itu terus memikirkan tentang almarhum ayahnya yang diduga telah menculik dirinya sewaktu bayi, membuatnya tiba-tiba terbangun dan harus kembali terjaga. Sebuah mimpi seakan dikirimkan Allah padanya, seperti petunjuk yang harus bisa ia pecahkan untuk mengungkapkan kebenaran kalau memang --ayahnya, bukanlah pelaku penculikan dirinya.  
Read more
Bab 39
Sudah dua puluh lima menit mereka mencari keberadaan Raihanah, yang tiba-tiba menghilang pagi ini. "Ya Allah mama di mana?" gumam Azila cemas. "Ma ... mama! Mama di mana, Ma?" teriak mereka bergantian. Hampir setiap sudut rumah telah didatangi. Lantai satu sampai lantai tiga, taman depan dan belakang pun tak luput dari pencarian. "Ya Allah, Kak, sebenarnya mama di mana? Heuh!" Gadis itu menghela napas panjang sambil terduduk meluruskan kakinya yang mulai terasa pegal. "Ya kalau tahu mama di mana, kita nggak akan kerepotan nyari kayak gini, Zila!" celetuk Revan sambil mengacak-acak rambut gadis di sampingnya. "Ih, kok malah ngacak-ngacak rambut sih, 'Kak!" protes gadis itu dengan mulut mengerucut. Revan hanya tersenyum menanggapi Azila yang kesal karena tingkahnya. Sudah lewat jam masuk kantor, tapi sang bos masih disibukkan mencari keberadaan sang ibu di rumah Cendananya yang luas. Pemuda itu akhirnya membuka jasnya dan melonggarkan ikatan dasi. Menggulung lengan kemejanya yang p
Read more
Bab 40
Kecewa, marah dan sakit hati atas tuduhan tidak beralasan yang pria itu ucapkan, mampu memberi Azila kekuatan untuk melawannya. "Aku melakukan hal itu padanya?" Azila menganggukkan kepalanya tatkala ia mengingat hal yang telah ia lakukan pada Revan. "Tindakanku benar, dia sudah sangat keterlaluan." Semenjak Azila mengenal Revan beberapa bulan terakhir, baru kali ini dia melihat pemuda itu bertingkah seperti tadi. Entah setan apa yang telah merasuki pria itu hingga tega menuduh dirinya memanfaatkan ibunya. Tanpa Azila tahu, sikapnya itu sengaja ia lakukan untuk melindungi dirinya dari sang ayah. Yang dalam beberapa hari ke depan akan datang kembali lagi ke rumah mewah itu. "Dia ibuku, bukan ibumu, 'Kak!" Gadis itu menggigit bibir bagian bawah, menahan perih ketika mengingat perlakuan Revan padanya. Ketika orang yang kita sayang tiba-tiba berubah sikap dan membentak, sekuat apapun pertahanan diri yang telah dibangun, maka akan hancur dan luruh seketika. "Kenapa rasanya sakit sek
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status